Page 24 - Majalah Berita Indonesia Edisi 66
P. 24
24 BERITAINDONESIA, April - 15 Mei 2009BERITA UTAMAGula Demokrat danPerpecahan PartaiBLT, Partai Demokrat selalu dengancekatan dan cerdik mengkonter denganmenggunakan segala sumberdaya yangada, termasuk media massa, terutamatelevisi. Dengan konter yang demikiankencang dan cerdik, kondisinya menjadiberbalik, PDIP surut bahkan berbalik.Diakui atau tidak, strategi dan kecerdikan kampanye ini sangat berpengaruhpada kemerosotan perolehan suara PDIPdan sebaliknya peningkatan tajam perolehan suara Partai Demokrat. Apalagibasis massa PDIP itu adalah wong cilik,yang tentunya sangat menghargai BLT.Memang, secara prinsip kemandirian,prinsip kepemimpinan visioner, kebijakanpemberian BLT itu suatu kebijakan yangburuk. Tapi dalam kondisi tekanan ekonomi dan kebutuhan mendesak rakyat,BLT menjadi sebuah kebijakan populisberdaya tarik politis. BLT menjadi sebuahkebijakan taktis politis yang memberikeuntungan bagi partai pemerintah.Selain itu, posisi PDIP sebagai partaipenyeimbang (oposisi), selama ini jugakurang menunjukkan performa yangmendapat dukungan masyarakat luas. Halini diteruskan dalam kampanye legislatifdengan mengusung tema dan isu politikberlawanan dengan yang diklaim sebagaikeberhasilan pemerintah, tetapi tidakdengan cara yang dapat mengundangpemahaman dan keberpihakan publik.PDIP sepertinya berjalan sendiri dengancara dan gayanya sendiri, terasing darilingkungan sekitarnya. Padahal, rakyatmemang sedang makin menderita.Tampaknya PDIP harus belajar darimasyarakat sendiri, jangan hanya menabur kebencian kepada penguasa. Apalagipenguasa yang dihadapinya ternyatasangat pintar mengelola kritik dan kebencian orang lain untuk menuai simpatirakyat. Juga cerdik mengelola informasitentang keberhasilan kinerjanya, yangsebenarnya justru banyak mengalamikekurangberhasilan.Keikutsertaan Gerindra dan Hanuradalam koalisi dengan PDIP, mungkinakan menambah daya, baik secara strategis maupun taktis, dalam kampanye Pilpres mendatang. Sehingga memberipeluang menarik dukungan rakyat banyakdan akhirnya memenangkan Pilpres 8 Juli2009. Jika pun dalam Pilpres mengalamikekalahan, berpotensi (jadilah) menjadikoalisi penyeimbang di parlemen.Dalam posisi kekuatan penyeimbang ini,barangkali perlu dicermati secara psikologis penggunaan kata oposisi atau oposan. Barangkali, secara psikologis, rakyatIndonesia merasa lebih nyaman atau lebihmenerima bila disebut sebagai partai(koalisi) penyeimbang atau koalisi independen, yang pada prinsipnya bertujuan sama sebagai oposan. RBH, DAP, SIRKeberhasilan Partai Demokrat menjadi pemenangPemilu Legislatif 9 April 2009, membuat daya tarikPresiden Susilo Bambang Yudhoyono dan PartaiDemokrat laksana gula yang amat manis. Bagai semut,beberapa petinggi partai berlomba mendekat ingin ikutmengecap manisnya kekuasaan.ronisnya, obsesi ikut mengecapkekuasaan yang seolah sudah didepan mata itu menimbulkan efekperpecahan atau konflik kepentingan di tubuh beberapa partai. Para elitpartai sibuk mendekati SBY dan PartaiDemokrat. Sebagian lagi memilih berkoalisi dengan partai lain (PDIP, Gerindra dan Hanura). Yang lainnya memandang tingkah polah rekan separtainya itu sebagai suatu sikap politik yangamat pragmatis dan haus kekuasaan,sehingga mereka menentang. Konflikpun merebak gara-gara partai dijajahpragmatisme, tak punya idealisme, danhanya memburu kekuasaan.Partai Golkar, Partai Amanat Nasional, dan Partai Persatuan Pembangunan tak luput dari guncangan internal akibat tarik-menarik elite partai.Ada yang hendak menggiring partaimenuju lingkaran dalam kekuasaan, tapiada yang hendak membentuk kubusendiri. Ada pula yang menganggapmenjadi oposisi juga suatu pilihan yangbaik.Partai Golkar, setelah kalah dalamPemilu Legislatif, menjadi salah satupartai yang paling sibuk mendekatkandiri ke Partai Demokrat. Partai inidiisukan terbelah dalam beberapa faksi.Beberapa petinggi Partai Golkar menghendaki tetap berkoalisi dengan Demokrat dengan menjadikan JK sebagaicalon wakil presiden mendampingi SBY.Ada yang menghendaki agar Golkartetap mengajukan calon presiden sendiri. Ada pula yang menghendaki berkoalisi dengan PDIP dan partai lainnya.Ketua Umum Partai Golkar JusufKalla juga aktif mendekatkan diri kepadaSBY dengan menemuinya beberapa kali.Begitu pula beberapa elit Partai Golkar,dalam pandangan publik nyaris sepertimengemis ingin berkoalisi dengan PartaiDemokrat. Tapi tampaknya SBY danPartai Demokrat, sebagai pemenangPemilu Legislatif, menginginkan koalisidengan partai mana pun harus sesuaidengan syarat dan ketentuan yangdibuatnya. SBY pun merilis lima kriteriamenjadi Cawapres pendampingnya.Kelima kriteria itu, tampaknya membuat Jusuf Kalla dan beberapa petinggiGolkar merasa tidak nyaman. Diutuslahtiga orang anggota Tim Golkar untukmenemui Tim 9 Partai Demokrat untukmembicarakan koalisi. Tim 3 PartaiGolkar membawa misi akan mengajukansatu nama sebagai Cawapres pendamping SBY, yakni Jusuf Kalla. Tapi Tim 9Partai Demokrat yang punya misi memenuhi lima kriteria Cawapres yangdigariskan SBY, menghendaki PartaiGolkar mengajukan beberapa nama.Namun, Tim 3 Partai Golkar tetapI24 BERITAINDONESIA, April - 15 Mei 2009Kampanye “menjual” SBYfoto-foto: daylife.com