Page 29 - Majalah Berita Indonesia Edisi 66
P. 29
BERITAINDONESIA, 10 Agustus 2006 29BERITA KHASBERITAINDONESIA, April - 15 Mei 2009 29Bahkan di negara adibusana sepertiPrancis sendiri, pasar loak kerap dikunjungi desainer dari butik ternama. “karenadi pasar loak itu tersimpan banyak busana-busana dari masa lalu yang mungkinsudah sulit ditemukan di lemari siapapun.Bukan untuk dicontek, tapi begitulahfashion, selalu mengalami recycle dariwaktu ke waktu,” ungkap Priyo Oktavianodari rumah mode Spouse, di kawasanKebayoran Baru.Tahan KrisisJadi secanggih-canggihnya garis desainmasa kini, kita selalu merindukan peradaban masa lampau. Bisa diambil contohgroup band yang sangat digilai anak mudasaat ini, White Shoes & The Couples Company (WSCC). Group band yang mengambil aroma musik era 70-an itu tidakhanya menghadirkan musik tapi secaravisual mereka memboyong gaya berbusana “tempo doeloe”. Selain demamWSCC, kita juga punya Naif, dan TheChangcuters yang mengawinkan eramusik dan style dari fashion dalam satupaket.“Setiap masa kini, selalu menimbulkankeinginan kita mereferensi masa lalu.Apalagi di suatu masa, kebudayaan tertentu mengalami puncak, fashion-musik-danseni visual yang tidak bisa digantikanbegitu saja di masa secanggih apapun.Tidak peduli mau krisis atau tidak,arusnya tetap bergulir di sana,” kata Priyolagi.Bukan hanya kawasan pasar antik jalanSurabaya, Menteng saja yang perlu dianggap sebagai pusat “dokumentasi” asetbudaya lantaran kondang dengan penjualan barang antik dan eksotik. Tapimulai dari baju dan musik (seperti yangsudah dijelaskan tadi) juga ada jenisbarang lain seperti buku, elektronik, gadget, otomotif, sampai urusan alat tulis dankantor (ATK). Semula barang itu difungsikan sebagaimana kodratnya. Lalu kemajuan industri dan teknologi sempatmenggeser perannya.Tapi nyatanya sang waktu menunjukkan, tidak ada yang bisa mengalahkankenangan masa lalu. Dalam studi kasusmedia culture di Paris, Prancis, sepertidalam buku Market of Paris karya Dixon– Ruthanne Long mengulas bagaimanabarang antik justru punya nilai estetis danfungsional yang tidak bisa tergantikanoleh pesatnya arus teknologi. “Barangbekas pakai hanya mengalami kerusakanfisik dan kalah dalam faktor efisiensi. Tapiyang tidak bisa tergantikan adalah bagaimana barang bekas menjadi aset kulturyang tidak aus dengan laju perkembanganfluktuatif bursa saham,” terang Longdalam buku tersebut.Tengoklah bagaimana Pak Ahmad dipasar Manggarai tak pernah surut menjual aneka jenis perlengkapan toilet bekas.“Kakus, kran, washtub (tong cuci) danwastafel keluaran tahun 70-an dan 80-an,punya pasar yang sangat tinggi. Dicariorang-orang kaya yang pinginnya barangantik. Barang bekas yang kurang dari limatahun juga jelas pasarannya karena bisaselisih sampai 80-100 ribu rupiah,” kataAhmad yang tidak merasa ada perubahanyang signifikan sebelum dan sesudahkrisis.“Dulu saat krismon malahan semakinbanyak orang yang cari kakus bekas,karena lebih murah. Kalau yang antikantik relatif stabil, karena yang beli orangyang berduit,” katanya lagi.Menurut Long masih dari buku Marketof Paris dikatakan juga daya beli masyarakat terhadap barang loak di Paris tidakpernah surut, bukan hanya barang duniamode dan benda antik, tapi sejumlahkebutuhan fungsional lainnya. Dikatakankasus temuan ini serupa di sejumlah kotaperbandingan, “New York, London, Amsterdam, Kairo, Roma, Milan, Tel Aviv,Shanghai, dan Tokyo masing-masingpunya pusat pasar loak dengan kekhasanmasing-masing. Tidak semua menjajakanbarang antik, tapi barang kesehariansebagai bukti pindah tangan antarateknologi dan nilai kebutuhan. Darisanalah teruji bahwa kecintaan terhadapnilai estetika dan fungsi masih akan terusberlangsung di pasar barang bekas pakai.”Seperti juga kota-kota tersebut tadi,Jakarta juga punya sejumlah sentra pasarloak yang belum dan mungkin barusegelintir pasar loak yang “dipercantik”.Selain Jalan Surabaya yang sudah tergolong rapi itu, Jakarta masih punyaTanah Abang dengan aneka piranti rumahtangga, Asem Reges dengan otomotifnya,Senen yang menyimpan busana dan anekapustaka, Taman Puring dengan citra masalalu musiknya, juga Manggarai yangmasyur dengan kakus, ATK, sepeda dankursi rodanya.Berapa uang yang bergulir di sana?Belum ada data yang jelas. Tapi, kalausempat mampir ke pasar Poncol, SenenJakarta, yang ternyata mempunyai besaran area paling luas untuk ukuran pasarloak Jakarta yang diperkirakan lebih dari240 kios dengan lebih dari 380 penjualbarang loakan, kita akan tertegun menghitung perputaran uang yang bahkan takpernah putus terhempas oleh badaikrismon dan krisis finansial sekarang ini.Kembali pada kalimat Suhanda penjualaneka perkakas besi di Tanah Abang tadi,bahkan sampah pun bisa jadi duit di kotaJakarta. Inilah potret sebuah kota dizaman krisis dari sudut pandang yangberbeda. CHUSDIJUAL MAHAL: Kita bisa menemukan kaset dan piringan hitam bekas di Pasar TamanPuring, Jakarta Selatan