Page 36 - Majalah Berita Indonesia Edisi 67
P. 36
36 BERITAINDONESIA, 16 Mei - 15 Juni 2009 L ENTERALentera36 “Islam itu,ramahatan ‘lilalamin. Hal itusangat kamirasakan dannikmati di AlZaytun, yang dibanyak tempatlain sudah seringkami dengartetapi sangatjarang kamirasakan.”foto-foto: daylife.comkeyakinan agama yang sama, atausecara hirarkis berada sebagaisubordinasi mereka. Bahkan, merekasering kali menonjolkan jati diri kami,yang terkadang menurut kami, tidakterlalu relevan dan perlu ditonjolkan.Suatu ketika, seputar pertengahantahun 2005, puluhan kyai dari beberapapondok pesantren berkunjung ke AlZaytun. Dalam pertemuan, berdialogsambil makan bersama, Syaykhmenjelaskan tentang muatan kurikulumAl-Zaytun yang tidak membatasi dirimengambil studi banding hanya padalembaga pendidikan bernafas Islam,tetapi juga dari lembaga pendidikanumum bahkan berlatarbelakang agamalain (Kristen, Katolik, Buddha danHindu). Bahkan, Al-Zaytun tidakmembatasi diri menjalin kerjasamahanya dengan lembaga pendidikanIslam, tetapi juga dengan lembagapendidikan lainnya.Lalu mendengar penjelasan itu,seorang kyai bertanya: “Apakah hal itutidak akan berakibat mendegradasikeislaman para santri Al-Zaytun?”Syaykh Panji Gumilang tidak memberirumusan pernyataan atau definisimenjawab pertanyaan ini. Syaykhberkisah tentang beberapa tokohpendahulu bangsa yang pada zamanpenjajahan Belanda belajar ke luarnegeri. Sebagian di antaranya ada yangbelajar ke Timur Tengah sebagian lagike Eropa. Lalu, sejarah mencatat, paraalumni dari Eropa telah menjadipejuang untuk memerdekakan Indonesia. Di antaranya, Dr. MohammadHatta, Sang Proklamator. “Siapa diantara kita yang meragukan keislamanMohammad Hatta?” Syaykh PanjiGumilang balik bertanya, pertanyaanyang sekaligus memberi jawaban.Di tengah suasana dialog(silaturrahim) itu, Syaykh PanjiGumilang tiba-tiba memperkenalkankami kepada para kyai itu. “Bersamakita ada seorang yang sudah banyaktahu dan menulis tentang Al-Zaytun,”kata Syaykh lalu menyebut nama kami.Tampaknya beliau sengajamemperkenalkan kami dengan namadepan yang selalu kami pendekkan,Christian (Ch). “Dia seorang jurnalis.Sebenarnya dia seorang pendeta, tapitidak pernah mengaku pendeta,” jelasSyaykh, bercanda. Kami anggapbercanda, karena kami memang bukanberprofesi pendeta.Kendati bernada canda, tetapi bagikami pernyataan ini mempertegas sikapdan pendirian Al-Zaytun tentanginteraksi sosial yang interdependen,toleran, saling memahami, salingtergantung dan saling memberi. Dengantidak perlu mengikis dan mendegradasijati diri (independensi) masing-masing.Bagi beberapa kyai, atau pendeta,bahkan bagi beberapa petinggi negeri,hal ini mungkin bisa dianggap baru dananeh, tidak islami atau tidak kristiani.Hal ini bisa tercermin dari beberapapengalaman kami. Suatu ketika, kamibertemu seorang mantan menteri.Setelah ia tahu bahwa kami seringberkunjung ke Al-Zaytun, ia bertanya:“Anda sudah jadi muallaf?”Sebuah pertanyaan yang sudahbeberapa kali kami dengar, tapi barukali ini dari seorang mantan petingginegeri. Yang menurut kami, seharusnyaia mempunyai wawasan yang lebih luasdan dalam, sehingga tidak perlu lagimengajukan pertanyaan seperti itu.Lalu, kami menjawab: “Islam itu,ramahatan ‘lil alamin. Hal itu sangatkami rasakan dan nikmati di Al-Zaytun,yang di banyak tempat lain sudah seringkami dengar tetapi sangat jarang kamirasakan.”Mendengar jawaban ini, mantanpetinggi itu pun makin antusias, serayamenimpali dan mengiyakannya.Yang kemudian kami lanjutkan: “Dan,BERPIKIRAN MAJU: Perempuan muslim memberikan suaranya dalam pestademokrasi, 9 April 2009, di Banda Aceh.