Page 39 - Majalah Berita Indonesia Edisi 67
P. 39


                                    BERITAINDONESIA, 16 Mei - 15 Juni 2009 39“Orang menyimpulkan bahwa ajarandan praktek Nabi Saw, pada esensinyabersifat tatanan kota (urban) secararadikal. Program-program Nabi diMadinah sangat radikal dibandingdengan pola hidup orang-orang Arabjahiliyah ialah tiadanya keteraturan,dengan ciri menonjol tiadanya pranatakepemimpinan masyarakat yang mapan,yang menjadi kebutuhan masyarakatmaju, yang ada hanyalah pranatakepemimpinan atas dasar kesukuan danketurunan saja. Maka yang diwujudkanoleh Nabi Saw adalah pola hidup sosialdengan pranata kepemimpinan yangmapan dan rasional.”Syaykh menjelaskan yang menjadi intiajarannya adalah perubahan darikehidupan “liar” menjadi polakehidupan beradab, dengan dukungandukungan sistem tertib hukum dankekuasaan. Setiap anggota masyarakatdiwajibkan menghormati danmenjalankan hukum yang dianutnyadengan tulus dan setia hati, sebab hanyadengan cara itu suatu kehidupan yanglebih tinggi dapat diwujudkan.Tidak Ada Jawaban Rasional TunggalReformasi yang bergulir sejak 1998,telah menonjolkan kebebasan tanpa(belum, kurang) didukung sistem danpenerapan tertib hukum yang memadai.Kerap kali beberapa individu, kelompokatau organisasi tertentu masih bisaleluasa bertindak menghakimi sendiri(menghukum) pihak lain yang dianggapbersalah, sesat atau berbeda dengannilai-nilai yang mereka anut.Kemajemukan belum dapat diterimasebagai suatu realitas kehidupan yangharus dijaga keharmonisannya(ekosistemnya). Masih saja adakelompok yang ingin mendominasipemahaman dan penafsiran tentangsuatu nilai dan kebenaran. Lalumemaksakan kebenaran yangdiyakininya untuk diyakini pihak lain.Jika tidak, mereka tak segan mengambiltindakan main hakim sendiri.Belajar berinteraksi dan hidupbersama dengan saling menghormatiperbedaan (kemajemukan) dalamtatanan yang interdenpenmembutuhkan pemahaman bahwaselain kebenaran yang kita yakini masihada kebenaran yang diyakini orang lain,yang sepatutnya kita hormati danhargai. Pemahaman demikian inilahyang tampaknya belum menjadi milikbanyak orang. Hal ini, adalah problemyang harus diatasi terutama melaluijalur pendidikan.Dalam pandangan kami, kesadaranakan hal ini telah menjadi bagian dariproses kehidupan dan pembelajaran diAl-Zaytun. Proses pembelajaran yangtidak hanya berlangsung di dalam kelas,melainkan juga dalam tataran interaksisosial keseharian, baik di dalam kampusmaupun di luar kampus, lintas suku,golongan dan agama.Berkaitan dengan itu, Syaykh PanjiGumilang mengatakan memasuki masadepan yang bermakna adalah sangatditentukan kemampuan dan kepiawaiankita men-solving problem masa kini.Disebut kepiawaian, sebab menurutSyaykh, untuk menanggulangi berbagaimacam masalah memang tidak adajawaban rasional tunggal, karenanyadiperlukan berbagai jawaban yangrasional.Menurut Syaykh Panji Gumilang,agaknya jawaban-jawaban rasional yangharus ditampilkan untuk memasukimasa depan terhormat tentunya menitipada kapital-kapital yang telah kitamiliki, yang semua kapital-kapital ituharus diperkuat dengan ilmupengetahuan, yang dapat memperhaluskepekaan kita terhadap pandangan yangberbeda dan memperkuat kemampuankita untuk bertoleransi atas pendirianpendirian yang tak mau dibandingkan.Syaykh memandang apa yang kinitengah dilakukan di Al-Zaytun akanterus dilakukan untuk membangunperadaban menuju perubahan sosialyang terhormat. Memang, Syaykhmelihat perubahan sosial yang tengahterjadi di masyarakat tidak selaluberlangsung secara mulus. Dalamprosesnya, terkadang terhenti dan mulailagi. Namun, karena memiliki motivasiyang jelas, maka Syaykh berkeyakinan,kehendak membangun peradaban yangdilakukan itu akan terus bergerak dantidak pernah terhenti. Dalam kaitan ini,Syaykh memandang kita (Indonesia)telah memiliki kapital (modal) denganberbagai jenisnya, baik kapital ekonomi,kapital kultural, kapital sosial, bahkankapital simbolik.Menurutnya, semua kapital yang kitamiliki harus kita arahkan untuk meraihmasa depan yang bermakna. “Masadepan yang bermakna tidak dapatditunggu bahkan tidak dapat ditemukanLENTERAKERUKUNAN LINTAS BENUA: Paus Benedict XVI melambaikan tangan setelah melihatlihat museum Masjid Al-Hussein di Amman bersama Pangeran Jordania Ghazi binMohammed (kanan), 9 Mei 2009.foto: daylife.com
                                
   33   34   35   36   37   38   39   40   41   42   43