Page 41 - Majalah Berita Indonesia Edisi 67
P. 41
BERITAINDONESIA, 16 Mei - 15 Juni 2009 41LENTERAberdiri di atasnya untuk memandangmasa depan yang ideal itu,” katanya.Syaykh berpendapat apa yang mereka(masyarakat pendidikan) tekuni kinimerupakan citra mendasar tentang apayang menjadi masalah pokok di masakini bangsa kita, dan itu dijadikankerangka pikir (paradigma). “Sebagaiummat beragama, kita memilikisandaran kokoh yaitu ridla Allah. Untukmendapatkannya merupakan suatukeniscayaan. Karenanya mari kitagantungkan segala daya dan upaya kitauntuk mendapat ridla-Nya sematamata,” seru Syaykh.Menurutnya, mengemban tugas sucidan mulia ini tidak boleh ada suatukeraguan dan canggung. “Dengankepribadian yang utuh, dalamperjalanan, kita pasti dapat menilaisegala yang bernilai baik maupunsebaliknya,” katanya. Ia menyerukanagar kita harus selalu arif dalammenghadapi tantangan dan rintangan.Jiwa besar mesti diinternalisasikan kedalam diri kita.Menurut Syaykh, menjalankan tugasmulia memang sepertinya menjadisangat baik bila mendapatkankesepakatan semua manusia, namun itumerupakan sesuatu yang mustahil. RidlaTuhan jauh lebih “gampang didapat”daripada kerelaan manusia. “Namunjangan pernah berhenti mengembantugas mulia ini hanya karena tidakmendapatkan kesepakatan dari semuamanusia (yang mustahil itu),” ajakSyaykh.Syaykh mengutip suatu adagium:“Kerelaan semua manusia sesuatu yangtak mungkin dicapai.” Karenanya:“Kerjakan sesuatu yang baik itusekalipun tidak mendapatkanpersetujuan dari segala lapisanmanusia.”Dalam pandangan dan pengalamankami berinteraksi dengan Syaykh dankeluarga besar Al-Zaytun, hal di atastidak hanya sekadar adagium untukdiketahui, melainkan terejawantahkan(terimplikasikan) dengan prosessempurna dalam keseharian mereka.Tidak jarang Al-Zaytun diperhadapkandengan berbagai pandangan yangmenonjolkan ketidaksetujuan, ataubahkan menyesatkan. Tetapi, mereka(Al-Zaytun) tetap teguh pada pendiriandan terus berkarya, berbuat banyakkebaikan yang mereka yakini.Dalam hal ini, Syaykh menegaskanperlunya keteguhan pendirian. Tidakboleh canggung, seperti canggungnyasang penunggang keledai, dalam sebuahkisah (tamsil) orang yang kurang teguhpendirian.Alkisah, seorang bapak dan anaksedang menempuh perjalananmenunggang keledai. Tatkala diperjalanan yang jauh dari keramaianmereka menunggang keledai dengansemangat dan riang gembira. Begitumemasuki keramaian kota, banyakmanusia (orang jalanan) berkomentar.Di antaranya mengatakan: “Wah, ituorang tidak berperikemanusiaan,keledai begitu kecilnya kok ditunggangioleh dua penumpang”.Karenanya, turunlah sang ayah danmenuntun keledai sambil membiarkananaknya tetap di punggung keledai.Dalam perjalanan selanjutnya, didengarpula kritik dari orang yang mengaku ahlidalam etika dan sopan santun. “Anaktak tahu diri, orang tua disuruh berjalansambil menuntun keledai sedang diaduduk di punggung keledai”.Direspon pula kritik itu oleh sanganak, kemudian mereka berjalanbersama, bapak, anak, dan keledai. Taklama kemudian berpapasanlah merekadengan seorang pedagang yang selaluberhitung untung rugi, dan berkatapenuh kritik: “Ah, bodoh kali kalian ini,cuaca panas seperti ini kamu berjalankaki tanpa terumpah lagi” (padahalmereka memakai sandal usang).Mendengar kritik berbau penghinaanini, bapak dan anak mengambilkeputusan fatal, yang mereka anggapakan lebih etis dan berperikemanusiaan.Mereka ikat kaki keledai itu lalu merekapikul sambil meneruskan perjalanan dikeramaian manusia. Tentunya semuayang melihat menjadi bertanya-tanya,tertawa melihat kelakuan seperti itu.Sebuah tamsil tentang orang yangkurang teguh pendirian. Mengapa tidakteguh pendiriannya? Karena kurangmodal ilmu pengetahuan, keledaimampu mengangkat beban dua kalilipat berat badannya. Andainya sangbapak dan anak tadi mengetahui beratbadan keledai itu taklah mungkin terjadiperistiwa yang menggelikan itu.Padahal sepanjang perjalanansebelum masuk kota kekuatan keledaitelah teruji. Namun karena sang bapakdan anak ternyata kurang percaya diri,bukan ridla Tuhan yang dicari, namunpuja-puji manusia yang didengar,akhirnya fatal maupun celaka.Sudahpun berkendaraan keledai, celakapula yang didapat. “Semoga kita terjauhdari tamsil sang penunggang keledaitersebut,” ujar Syaykh Panji Gumilang.(Bersambung)n jemaat GPIB Koinonia, Jatinegara, Jakarta TimurSyaykh Al-Zaytun saat menerima Ketua PGI AA Yewangoe di Al-Zaytun.