Page 25 - Majalah Berita Indonesia Edisi 71
P. 25
BERITAINDONESIA, Oktober 2009 25BERITA UTAMAMenurut Eko Yulianto, peneliti Paleoseismologi dari Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI, berdasarkan hasil penelitianlembaganya, dengan panjang bentangPatahan Lembang 22 kilometer, potensikekuatan gempa bisa mencapai 6,7 SR.Dampaknya diperkirakan mampu menyamai kejadian gempa di Yogya, Mei2006, yang menewaskan ribuan warga.Disebut demikian, karena struktur tanahnya memiliki kesamaan, yakni tanahendapan muda bekas danau purba. “Lapisan tanah ini belum terkonsolidasi betulsehingga efeknya mirip bubur di mangkukketika digoyangkan. Guncangannya berhenti, tetapi goyangan masih terjadi,” kataEko. Bahkan menurut Brian Atwater,peneliti paleotsunami ternama dari UnitedStates Geological Survey (USGS), ancamanbencana Patahan Lembang termasukkategori kelas dunia. Sebab, patahanberada di dekat kawasan kota yang sangatpadat, yang sangat jarang terjadi di dunia.Lebih lanjut menurut Eko, masih banyak lagi di daerah Bandung yang rawanakan gempa seperti Sesar Cimandiri yangmembentang dari Kabupaten Sukabumihingga ke Lembang di Bandung bagianutara dan Sesar Baribis di sekitar Kabupaten Majalengka yang juga menyimpanancaman lain karena juga mengakumulasienergi. Sedangkan daerah Tasikmalaya,Garut, Cianjur, dan Bandung Selatantermasuk daerah yang terdekat denganpusat gempa dan zona subduksi lempeng.Sementara Ibukota DKI Jakarta, walautidak mempunyai potensi menjadi episentrum atau pusat gempa, tapi harustetap waspada akan pengaruh gempa didaerah sekitarnya. Deputi Pencegahandan Kesiapsiagaan Bencana Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)Sugeng Triutomo juga mengingatkan,selain faktor keamanan itu, harus diperhatikan ancaman amblesnya bangunan.Karena, ketika terjadi guncangan gempa,likuifaksi atau pelembekan tanah dapatterjadi. Tanah yang mengalami pembebanan tinggi akan ambles, apalagi jikadi bawahnya berongga. Untuk mencegahancaman tersebut, menurutnya, di Jakarta harus ada pengendalian penyedotanair tanah, bahkan harus ada upaya pengisian kembali air tanah dalam.Sementara itu, Pusat Vulkanologi danMitigasi Bencana Geologi, DepartemenESDM memberikan peringatan padasejumlah wilayah rawan bencana akibatgerakan tanah sepanjang Oktober 2009.Lembaga itu menyebutkan, sejumlahwilayah yang berpotensi terjadi gerakantanah sehingga bisa menimbulkan bencana adalah, Banten, Jawa Barat, JawaTengah, Jawa Timur, Aceh, SumateraBarat, Sumatera Utara, Nanggroe AcehDarussalam dan Kalimantan Barat.Selain besarnya kekuatan gempa, struktur tanah ikut memperparah dampak gempa. Gempa tektonik berkekuatan 5,9 SRyang mengguncang Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah 27 Mei 2006yang menewaskan 6.223 orang, dan menimbulkan kerusakan yang parah pada bangunan-bangunan lainnya misalnya. Kerusakan parah terjadi akibat gempa dangkal,struktur tanah Yogya, dan cekungan berisipasir dari pegunungan api yang dikelilingibatuan keras dengan patahan (sesar) Opak.Cekungan pasir membuat gempa dangkaltersebut memantul-mantul secara horisontal, membuat gempa berlangsung lebihlama dan memperparah kerusakan bangunan yang ada di atasnya. Sehinggawalau hanya berkekuatan 5,9 SR, tapiefeknya sangat menghancurkan.Demikian juga gempa berkekuatan 7,3SR di Tasikmalaya, Jawa Barat, 2 September 2009 lalu. Menurut para pakar,banyaknya korban dan kerusakan dalamperistiwa itu akibat struktur tanah. KepalaPusat Vulkanologi dan Mitigasi BencanaGeologi (PVMBG) Surono mengatakan,struktur tanah di wilayah Jawa Baratbagian Selatan dan struktur bangunanyang dibuat masyarakat menjadi penyebab banyaknya korban jiwa.Struktur tanah di Kota Padang, Sumatera Barat juga menurut pakar geologiyang juga Koordinator Dewan Pakar IAGISumut dan NAD Jonathan I Tarigantergolong lentur, makanya dalam peristiwa gempa pada 30 September 2009 lalu,banyak bangunan atau gedung yangmudah roboh. Sementara di Jambi,karena struktur tanahnya lebih keras disamping gempa yang terjadi di bawahdaratan sehingga tidak begitu banyakkorban dalam gempa berkekuatan 7,0 SRdi provinsi itu, tepatnya di Kota SungaiPenuh pada 1 oktober 2009 lalu.Surono mengatakan, di Jambi relatif takditemukan aluvial (endapan muda) gunung api, sementara di Padang lapisanaluvialnya tebal. Jadi, di Jambi dampakguncangan tidak separah di Padang. Iajuga menggambarkan kondisi di Padang,seperti halnya kondisi Jawa Barat selatanyang didominasi oleh tanah urai, sedangkan karakter tanah Sungai Penuh relatifpadat sehingga meredam getaran.Sikap Masyarakat TerhadapLingkunganSelain bencana akibat proses alamiahseperti gunung berapi, gempa dan tsunami, sikap masyarakat yang tidak menghiraukan perilakunya dalam berinteraksidengan alam juga sering mengundangbencana di negeri ini.Sekadar contoh, masih segar di ingatankita akan tragedi jebolnya Situ Gintung pada Maret 2009. Tanggul yang terletak diCiputat, Tangerang, itu jebol sehingga airtumpah ke pemukiman di sekitarnya danmencabut puluhan nyawa penduduk.Dalam hal ini, pemerintah dianggap bersalah karena tidak teliti memeriksa kelayakan tanggul tersebut. Sementara masyarakat juga turut dianggap bersalah karenamembangun rumah di lokasi yang sudahditetapkan sebagai jalur hijau tersebut.Contoh lain bencana akibat ulah manusia adalah banjir bandang di MandailingNatal beberapa bulan lalu sebagai dampak penebangan hutan tanpa melakukanpenanaman ulang. Ketika itu, air hujanyang cukup panjang dan deras tidak bisalagi ditahan hutan yang sudah gundulsehingga membuat Sungai Batang Gadismeluap dan merendam enam desa diKecamatan Muara Batang Gadis.Banjir akibat menyempitnya sungaioleh tumpukan sampah penduduk jugasudah menjadi masalah berulang di negeriini. Jakarta sebagai wajah Indonesiatermasuk salah satu daerah yang setiaptahun mengalami persoalan ini. Setiaptahun masyarakat ibukota negara iniselalu was-was menghadapi banjir yangsalah satunya karena ulah masyarakatyang suka buang sampah di sungai.Bahkan saking banyaknya sampah, sungai-sungai yang mengalir di kota inidisindir dengan sebutan ‘supermarket’terbesar di dunia karena hampir semuabenda bisa dijumpai mulai dari yang kecilkecil seperti plastik, kardus hingga yangbesar seperti kasur, sofa dan sebagainya.Belajar dari pengalaman masa lalu,ditambah dengan masih besarnya ancaman bencana yang menghadang, kiranyabangsa ini mau belajar menghadapi bencana. Tragedi alam yang memang tidak bisadihambat hendaknya dihadapi denganpintar-pintar beradaptasi. Sementarabencana akibat ulah manusia sendiri hendaknya dihadapi dengan pertobatan dankesadaran bahwa ulahnya itu bisa membunuh orang lain, anak cucunya, ataumungkin dirinya sendiri. MS, BHS, RIE