Page 27 - Majalah Berita Indonesia Edisi 71
P. 27


                                    BERITAINDONESIA, Oktober 2009 27BERITA UTAMAlapisan tanah di bawah permukaan bumi,sehingga menimbulkan getaran yangdisebut gelombang seismik.Pembelajaran tentang bencana sendiriperlu dibagi dalam tiga pokok bahasan,yaitu pertama, mengenai pengenalandasar tentang bencana, termasuk wilayahwilayah rawan bencana dan jenisnya.Kedua, tentang cara menghadapi bencana, baik sebelum dan saat terjadi. Danketiga, penanganan korban bencana atautata cara evakuasi.Mengingat ancaman bencana yangmungkin masih terjadi, kini harus diakuibahwa ilmu-ilmu alam, iklim, vulkanologi,dan ilmu kebumian semakin penting.Karena itu, pemerintah sendiri perlumemikirkan peningkatan pengetahuandan kemampuan aparatnya mengenaibidang ini. Termasuk membuat cara meningkatkan minat publik mendalami bidang ini. Diharapkan, melalui cinta ilmuilmu tersebut, pemahaman dan kearifanakan sifat dan perilaku bumi meningkat.Berikutnya, risiko bencana pun dapatdikurangi, korban dapat diminimalkan,dan kerugian harta benda dapat ditekan.Untuk meningkatkan pengetahuanaparat soal penanggulangan bencana,pemerintah bila perlu harus belajar padanegara yang lebih berpengalaman tentangpenanganan bencana. Seperti ke Taiwanmisalnya. Dari negara ini mungkin perludipelajari sistem penanggulangan bencana, karena negara itu telah memilikisistem penanggulangan bencana yangcukup bagus yang dinamai TELES, yaitusuatu sistem untuk memberikan informasi yang sangat cepat kepada pemerintah dalam memetakan daerah bencana,sekaligus untuk mendapatkan gambaranawal berapa kerugian ekonomi yangterjadi.Soal penanganan bencana di Indonesia,para ahli seismik, struktur, geologi, gempa, ekonomi dan lainnya harus mau berpikir secara terpadu, tidak lagi parsial danhanya sebatas institusional sendiri semata, bersatu atau bersama-sama menjalin jaringan kerja nasional. Dan kalaumemungkinkan, Bakornas BP atau PusatStudi Bencana milik LIPI, atau instansipemerintah lainnya untuk menjadi koordinator riset nasional yang bersifat terbuka (mengundang untuk bergabung)masyarakat profesi dan akademik terkait.Dan, tentunya berkelanjutan, tidak hanyaketika ada bencana saja jadi isu hangattapi selanjutnya berhenti, untuk mengkontribusikan ilmunya bagi bangsa Indonesia dalam menghadapi bencana kegempaan di Indonesia.Di samping ke Taiwan, khusus mengenai gempa, beberapa pihak juga menganjurkan agar bangsa ini belajar dari Jepang, khususnya dari peristiwa gempaberkekuatan 7,2 skala Richter di kotaKobe, Jepang 17 Januari 1995. Sebab,Jepang adalah salah satu negara yangrentan terhadap terjadinya gempa bumi,namun berkat ilmu pengetahuan yangmereka miliki, negara itu dapat menekanjumlah korban jiwa dan risiko kerusakanyang lebih parah.Walaupun telah lama berlalu, banyakhal penting yang dapat kita pelajari darigempa Kobe yang telah menewaskan 4.571orang, melukai 14.678 orang, dan menimbulkan 222.127 pengungsi, serta merusakdan meruntuhkan lebih dari 120.000bangunan atau 30 persen dari bangunandi Kota Kobe, sebagai pengetahuan untukmerehabilitasi daerah korban gempa diIndonesia.Setidaknya ada tiga fase pemulihanKota Kobe, yakni tahun pertama pascagempa, fase stabilisasi, dan pemulihansosial ekonomi. Pada fase setelah gempa,menurut Peraturan PenanggulanganBencana Jepang, pembangunan shelterpengungsian harus dimulai segera setelahgempa dan dibuka selama tujuh bulanhingga 20 Agustus. Seminggu setelahgempa, 599 shelter pengungsian yangdibangun dapat menampung 236.899 orang. Shelter pengungsian banyak dibangun di sekolah (188 unit) yang tidakterkena dampak gempa dapat menampung lebih dari setengah jumlah pengungsi. Pembangunan shelter di sekolah jugamembantu pemulihan mental anak melalui program sekolah darurat.Pembangunan rumah temporer dengansarana dua kamar sudah dimulai tiga harisetelah gempa dan didanai pemerintahpusat dan pemerintah perfektur. Selainitu, pemerintah membangun rumahpermanen, dengan reduksi sewa bagiwarga yang memiliki pendapatan rendah.Kemudian untuk merestorasi kota danmembantu korban, pemerintahan di Kobemenganggarkan ratusan miliaran yangmeliputi subsidi untuk korban gempa,pinjaman pembangunan rumah, dan danauntuk memulai usaha kerja. Guna memulihkan mental penghuni, KampanyeMengembalikan Semangat Kobe diadakandi komunitas-komunitas permukiman.Setahun setelah gempa, Kantor PusatBantuan Masyarakat Pascagempa, dibangun untuk mengoordinasi rehabilitasisosial ekonomi korban gempa. Pemeriksaan kesehatan dan keamanan di rumahtemporer dilakukan secara perorangan.Sukarelawan juga disediakan untukmendukung penghuni manula.Tiga tahun kemudian atau pada akhirMaret 1998, seluruh runtuhan sudah dibersihkan. Pembangunan jalan, perbaikan stasiun, dan fasilitas umum diselesaikan pada tahun 1999. Pada tahun itu,seluruh fasilitas umum juga telah dapatdigunakan dan tidak terlihat bahwagempa besar telah terjadi.Belajar dari Kobe, Jepang, pemerintahdiharapkan cepat menyiapkan sarana danprasarana, terutama lokasi atau daerahdarurat tempat berkumpulnya warga bilaterjadi gempa, sehingga mempermudahdalam upaya melakukan tanggap darurat.Kini, mengingat potensi bencana alammasih mengintai nyawa anak-anak bangsa, seharusnya ancaman itu bisa mendorong pemerintah untuk bergerak cepat melakukan langkah praktis jangka pendekmaupun jangka panjang guna mengurangidampak korban jiwa maupun harta benda.Untuk langkah awal misalnya, segeramembentuk dan mengoptimalkan kerjaBadan Daerah Penanggulangan Bencanadi seluruh wilayah Indonesia serta mengembangkan sistem deteksi dan peringatan dini terpadu untuk mengantisipasibencana alam. Selain itu, menyediakanperalatan evakuasi memadai pada badanini untuk meningkatkan jumlah korbanyang bisa diselamatkan dalam satu bencana. Dan yang lebih penting, memberikan sosialisasi dan pelatihan kepadamasyarakat cara penyelamatan diri daribencana. „ MS, BHSng berlari menggendong putranya menuju tempat yangngatan dini tsunami yang dilakukan di Banda Aceh, 14
                                
   21   22   23   24   25   26   27   28   29   30   31