Page 26 - Majalah Berita Indonesia Edisi 71
P. 26


                                    26 BERITAINDONESIA, Oktober 2009BERITA UTAMAegeri Seribu Bencana disematkan pada Indonesia. Sebutanitu barangkali tidak terlaluberlebihan mengingat Ibu Pertiwi sejak dulu paling sering dilandabencana dan beragam pula. Gempa, tsunami, gunung berapi, banjir, longsor,bahkan kemarau dan kebakaran, silihberganti menyambangi negeri yang indahdengan 17.500-an pulau ini.Letaknya yang berada di antara empatlempeng bumi aktif membuat Indonesiasering mengalami gempa tektonik. Sementara posisinya yang masuk dalamlintasan cincin api pasifik (pasific ring offire) membuat negeri ini termasuk negarayang paling sering mengalami letusangunung berapi dan gempa yang mengiringinya. Kemudian, letaknya yang beradadi antara dua benua dan dua samudera,membuat negeri yang berada di gariskatulistiwa ini termasuk salah satu negarayang mendapat dampak langsung darigejala El Nino yakni kemarau panjang danatau hujan yang ekstrem.Hampir setiap gejala alam ini singgahmenghampiri Bumi Persada ini, selalumeminta korban jiwa maupun hartabenda yang tidak sedikit. Bahkan takjarang dahsyatnya bencana yang diakibatkan proses alam itu sangat memiriskanhati. Masih segar dalam ingatan, bagaimana peristiwa gempa berkekuatan 9,3SR yang diikuti tsunami di Aceh dan Niastahun 2004 yang menelan korban jiwahingga dua ratus ribu orang lebih, sehingga mengundang rasa simpati dariseluruh penghuni planet ini. Dan teranyar,2 September 2009, gempa tektonik 7,3Skala Richter mengguncang Tasikmalaya,dan gempa tektonik 7,6 Skala Richter diSumatera Barat pada 30 September 2009.Semua peristiwa itu rata-rata menelankorban jiwa puluhan hingga ratusan orang, di samping harta benda yang takterhitung jumlahnya.Bencana kemarau juga menghinggapibangsa ini pada tahun 1997 silam. Ketikaitu, El Nino membuat Indonesia mengalami kekeringan panjang, sehingga memicu jutaan hektare lahan gambut diSumatera dan Kalimantan terbakar.Sekitar 9,8 juta lahan hutan dan lahangambut yang terbakar akibat kekeringandan pembakaran hutan untuk pembukaanlahan oleh perkebunan kelapa sawit danpengelola hutan tanaman industri, saat itumembuat Indonesia dinobatkan sebagainegara penghasil gas rumah kaca terbesarketiga di dunia setelah Amerika Serikatdan Cina. Setelah itu, ketika El Ninoberakhir, sebaliknya ancaman banjir danlongsor pun mengancam banyak wilayahIndonesia, seperti Jakarta dan daerahlainnya.Setelah melihat sebagian kilas balikbencana itu, kita berharap, sudah sepantasnyalah bangsa ini memakai akal,berupaya untuk mengenali lingkungannyadan terus belajar mencari solusi mengurangi kerugian dampak bencana. Kalimatbijak yang menyebut “sedia payungsebelum hujan” dan “tidak ada kataterlambat untuk belajar”, tampaknyamemang perlu semakin dihayati bangsaIndonesia sekarang ini terkait kekurangsiapan bangsa ini menghadapi setiapbencana yang terjadi. Dan, karena suatubencana tidak bisa diprediksi kapanterjadinya secara pasti, masyarakat danpemerintah kiranya tidak mengulur-ulurwaktu lagi untuk belajar menghadapibencana, karena tatkala bencana terjadilagi, bangsa ini telah siap, dan korban punbisa dikurangi sesedikit mungkin.Mengingat bencana tidak pernah membedakan korbannya, maka pembelajaranmengenali dan cara menghadapi bencanasebaiknya dilakukan terhadap semualapisan masyarakat dari segala usia,bahkan kepada anak-anak sejak usiataman kanak-kanak. Dalam hal ini, mungkin perlu ditiru langkah yang telah dilakukan oleh Taman Kanak-kanak MuslimatBae, Kudus, Jawa Tengah, sebagaimanadilaporkan Liputan6 SCTV beberapa saatyang lalu, dimana anak-anak di TK itudiajari dengan simulasi, bagaimana caramenyelamatkan diri bila terjadi gempa,misalnya dengan berlindung di bawahmeja.Pembelajaran atau sosialisasi kepadamasyarakat umum bisa dilakukan melaluipenyuluhan, ceramah, pemutaran film,atau lewat pameran. Sementara kepadaanak-anak sekolah, pelajaran tentang bencana dan cara menghadapinya barangkalisudah selayaknya dimasukkan sebagaisalah satu materi kurikulum yang harusdipelajari di sekolah. Selain itu, agar lebihmenarik minat anak-anak, pembelajaranjuga bisa dilakukan melalui buku komikseperti buku ‘Komik Gempa Bumi’ yangtelah diterbitkan Bhuana Ilmu Populer(Kelompok Kompas-Gramedia) bersamaMax Axom baru-baru ini. Kemasan bukuyang lebih tepat disebut novel grafis itubegitu lucu dan menarik sehingga bisamenarik minat anak-anak untuk membacanya. Melalui komik yang mengulaspengalaman mengatasi bencana gempaitu, kepada pembaca juga diterangkanbagaimana pergeseran tiba-tiba dariGiatkan BelajarMenghadapi BencanaAntisipasi dampak bencana bisa dimulai dari masyarakat.Caranya beragam, baik dengan memasukkannya ke dalamkurikulum sekolah atau setidaknya melakukan simulasimenghadapi bencana secara berkala di daerah-daerahyang rawan. Di sisi lain, untuk mengoptimalkan kinerjanya,pemerintah pun perlu meningkatkan pengetahuan dalammenangani bencana dengan belajar dari negara lainterutama Jepang.NBELAJAR DARI PENGALAMAN: Seorang ayah sedanlebih tinggi saat simulasi sekaligus menguji sistem perinOktober 2009.foto: daylife.com
                                
   20   21   22   23   24   25   26   27   28   29   30