Page 19 - Majalah Berita Indonesia Edisi 74
P. 19


                                    BERITAINDONESIA, Februari 2010 19BERITA UTAMAkan program pemberantasan korupsi danKPK jadi ikon favorit yang digunakan,bukan Kepolisian dan Kejaksaan yangseharusnya dijadikan ikon pemberantasan korupsi oleh pemerintah.Bukan hanya saat kampanye, SBYmengklaim prestasi KPK, bahkan juga dalam awal pemerintahan keduanya. Sehingga, ICW memprediksi, usai program100 hari pemerintahan SBY pun masihakan terus terjebak dengan budaya pemberantasan korupsi yang parsial, pencitraan dan klaim keberhasilan. MenurutICW, hal ini terjadi karena komitmenPresiden SBY masih seperempat hati.Wakil Koordinator ICW Emerson Yuntho menyebut komitmen Presiden SBYmasih seperempat hati dalam memberantas korupsi, karena dari 500 ijinpemeriksaan yang diajukan kepada Presiden baru sekitar 134 yang disetujui.“Bagaimana mungkin kita bisa percayaPresiden kalau begini terus?” kata Emerson Yuntho dalam jumpa pers di kantornya di Jakarta, Minggu (17/1/2010).Maka, ICW memprediksi tahun 2010 inibudaya pemberantasan korupsi masihterjebak pada pencitraan dan klaim sanasini.ICW menganggap selama ini Presidenseolah-olah berprestasi dalam upayapemberantasan korupsi. Padahal prestasitersebut jelas kinerja KPK sebagai lembaga independen. Menurut ICW, jika selama ini ada prestasi KPK pada masa pemerintahan SBY, bukan berarti ini berkatSBY. Sebab, secara yuridis, KPK adalahlembaga independen. “Lantas bagaimanabisa diukur bahwa SBY punya andil besardalam memberantas korupsi?” ucapnyalantang. Selain itu, Emerson pun mengungkapkan keraguan ICW bahwa pemerintah memiliki strategi dalam pemberantasan korupsi.Hal senada dikemukakan LSM Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI).“Parameter keberhasilan pemerintahdalam pemberantasan korupsi, adalahkinerja Kejagung bukannya KPK. Pasalnya, KPK itu lembaga independen, sedangkan Kejagung merupakan lembagapemerintah,” kata Koordinator MAKI,Boyamin Saiman.Prestasi Kepolisian dan KejaksaanJadi, keberhasilan pemerintah dalampemberantasan korupsi tercermin dariprestasi Kepolisian dan Kejaksaan. Prestasi kedua lembaga penegak hukum yangberada di bawah kekuasaan Presiden(pemerintah) inilah yang sepatutnyadiklaim sebagai keberhasilan pemerintah.Namun sayang, prestasi kedua lembagaini dalam pemberantasan korupsi sangatjauh dari harapan. Bahkan, pejabatKejaksaan Agung tertangkap tangan olehKPK menerima suap. LSM MasyarakatAnti Korupsi Indonesia (MAKI) menyatakan penanganan perkara korupsi yangditangani Kejagung benar-benar memprihatinkan. “Bisa dikatakan tidak ada kasuskorupsi yang besar ditangani Kejagung,bahkan sebaliknya banyak kasus yang diSP3,” kata Koordinator MAKI, BoyaminSaiman. Selain itu, katanya, banyakditemui jaksa nakal baik di pusat maupundi daerah.Koordinator MAKI itu menyebutkan,Kejaksaan Agung (Kejagung) juga tidakpunya prestasi dalam pemberantasankorupsi pada Program 100 Hari PertamaKabinet Indonesia Bersatu (KIB) 2.Boyamin Saiman, menjelaskan, sebelumnya, Kejagung menyatakan penanganankasus Bank Century dengan tersangkayang masih buron, yakni, Hesyam AlWaraq (Komisaris Bank Century) danRafat Ali Rizvi (Pemegang Saham Pengendali Bank Century), masuk dalam program seratus hari kerja instansi tersebut.Namun, katanya, sampai sekarang, berkaskasus itu belum juga dilimpahkan kepengadilan, dan saat ini masih berkutatpada persoalan audit Badan PemeriksaKeuangan (BPK) untuk menaksir kerugian negara akibat kasus Bank Century.Demikian pula, kasus dugaan korupsidi DPRD DKI Jakarta senilai Rp27,5miliar masuk dalam program 100 harinamun belum ada kelanjutannya. Duatersangka kasus korupsi di DPRD DKIJakarta tersebut, saat ini baru masuk ketahap penyidikan di Kejagung, dan berkasnya belum dilimpahkan ke pengadilan.Penilaian serupa juga dikemukakan Indonesia Corruption Watch (ICW). ICWmenilai Kejaksaan Agung (Kejagung)hampir dikatakan tidak memiliki prestasiyang membanggakan dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi padaprogram 100 hari kerja Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) II.Peneliti ICW, Febri Diansyah mengatakan tidak adanya prestasi yang membanggakan di tubuh Korps Adhyaksa tersebut, karena Presiden Susilo BambangYudhoyono tidak melakukan “reshuffle”untuk posisi Jaksa Agung. Sehingga sulitsekali Kejagung tancap gas dalam pemberantasan korupsi. Padahal, menurutnya, posisi Jaksa Agung sangat pentingsekali guna menunjukkan keberhasilanpemerintah dalam memberantas korupsi,bukannya pada KPK. “Karena KPK ituindependen, bukan lembaga pemerintah,”tegasnya. „ BI/MS-MLPPresiden SBY didampingi Wapres Boediono memimpin rapat paripurna kabinet di kantor kepresidenan (14/2)foto: presidensby.info
                                
   13   14   15   16   17   18   19   20   21   22   23