Page 28 - Majalah Berita Indonesia Edisi 75
P. 28


                                    28 BERITAINDONESIA, 10 Agustus 2006 ilustrasi: dendyBERITA KHAS28 BERITAINDONESIA, April 2010 karikatur: sonny pPuncak TragediPendidikanTatkala persoalan pemerataan pendidikan belum teratasi,kini penyakit jiplak-menjiplak karya tulis atau plagiatmerebak dalam dunia pendidikan Indonesia. Parahnya lagi,kecurangan ini juga banyak dilakukan oleh pendidik sendiri,bahkan oleh guru besar dan calon guru besar. Sanksi tegasdiharapkan bisa mengubah kelakuan buruk ini.urut berduka cita kiranya layakdiucapkan kepada dunia pendidikan Indonesia sekarangini. Sebab, di tengah persoalanpemerataan pendidikan yang masih jauhdari harapan, juga polemik masalah ujiannasional di tingkat pendidikan dasar danmenengah serta berbagai kelemahandalam pelaksanaannya, kini di tingkatpendidikan tinggi juga marak terjadipenjiplakan karya tulis atau plagiat untukmeraih gelar dan atau pengakuan prestasi.Jiplak-menjiplak karya tulis ilmiah inisebenarnya sudah lama berlangsung.Wakil Mendiknas Fasli Jalal misalnya,mengakui bahwa kasus penjiplakandengan mengutip jurnal luar negeri sudahberlangsung lama di negeri ini.Diduga, plagiat tidak hanya dilakukanmahasiswa, tapi juga oleh pejabat. Satucontoh, kasus yang menimpa MarwanEffendy, seorang jaksa yang pernahdicalonkan sebagai pimpinan KomisiPemberantasan Korupsi (KPK) beberapatahun silam. Ia diduga melakukan plagiatdalam menyusun disertasi doktoral.Dalam uji kelayakan dan kepatutan (fitand properly test), Komisi III DPRmencurigai Kepala Pusat dan LatihanKejaksaan Agung itu menjiplak lantaranmenyelesaikan disertasinya hanya dalamwaktu setahun. Wila Chandrawila, anggota Komisi III waktu itu, yang juga GuruBesar Fakultas Hukum Universitas Katholik Parahiyangan, bercermin dari pengalamannya 30 tahun menangani disertasi, mengungkapkan tidak pernah adacalon doktor yang menyelesaikan disertasinya dalam tempo setahun.Namun, terbongkarnya kasus plagiatyang dilakukan para pendidik - orangyang dianggap paling memiliki integritas,karena yang bersangkutan bekerja diranah pengemban ilmu pengetahuan,intelektual, dan moral - seperti kasus plagiat sekitar 1.500-an guru di Pekanbaru,Riau dan ulah seorang guru besar yangmenjiplak karya tulis seorang penulis luarnegeri, membuat kasus ini belakanganramai dibicarakan.Parahnya lagi, beberapa kasus yangterbongkar itu juga diyakini hanya merupakan puncak gunung es. Artinya, sedikityang tampak itu diyakini hanya gambarandari sekian banyak yang belum kelihatan.Bahkan, plagiat karya tulis ini olehsebagian orang rupanya sudah dianggaphal biasa.Dengan marak serta terbukanya kesempatan melakukan plagiat ini, tidak mengherankan jika banyak sarjana bertitelpanjang di negeri ini tetapi bobot ilmiahnya sangat rendah. Dengan besarnyakesempatan melakukan plagiat ini, makatidak tertutup kemungkinan juga jikasebuah karya tulis telah dijiplak hinggaberkali-kali.Di kalangan mahasiswa strata satu (S1),plagiat skripsi diyakini sudah sejak lamadan masih terjadi hingga sekarang. Kebiasaan ini pun diduga tidak hanya terjadi di perguruan tinggi di kota tertentusaja, tapi merata di seluruh Tanah Air. Haltersebut bisa dibuktikan dengan banyaknya jasa layanan pembuat skripsi di berbagai kota yang mengiklankan diri secaraterang-terangan. Di beberapa kota, iklanjasa layanan pembuatan karya ilmiah itubahkan menghiasi media massa maupundalam bentuk selebaran yang ditempel dipinggir jalan. Mereka umumnya menyebut diri sebagai penjual jasa konsultasiatau bimbingan skripsi, tesis, dan disertasi.Memerhatikan cara kerja para penjualjasa itu, pembuatan skripsi bisa dibedakan dalam dua jenis. Pertama, membuatsikripsi yang benar-benar baru. Dan kedua, menjiplak karya tulis orang laindengan hanya mengganti nama penulisdan objek penelitian saja.Kelakuan buruk ini sangatlah menyedihkan bagi pendidikan di negeri ini.Karena, perguruan tinggi yang selama inidianggap sebagai benteng terakhir dalammenjaga moral, etika, dan kejujuran sertamenjadi dapur pencetakan calon-calonpemimpin bangsa, ternyata banyak menelurkan orang-orang yang berkelakuanmemalukan. Orang-orang berkelakuanpenipu, yang sanggup menipu diri sendiri.Dengan kelakuan ini, semua bangunanidealisme yang selama ini dipercaya,dikhawatirkan akan runtuh.Merebaknya kebiasaan plagiat di duniapendidikan ini, menurut pendiri sekaligusDirektur Eksekutif Yayasan WarisanLuhur Indonesia (Indonesia HeritageFoundation) Ratna Megawangi merupakan bukti kegagalan sistem pendidikandan pola asuh dalam keluarga, terutamakarena belum adanya pendidikan karakter. “Kita tahu bohong dan mencontek itusalah, tetapi dibiarkan. Pemahaman atasbenar-salah tidak dipraktikkan dalamperbuatan,” tuturnya.Frietz R Tambunan, dosen Etika danT
                                
   22   23   24   25   26   27   28   29   30   31   32