Page 29 - Majalah Berita Indonesia Edisi 75
P. 29


                                    BERITAINDONESIA, 10 Agustus 2006 29BERITA KHASBERITAINDONESIA, April 2010 29Metoda Penelitian Universitas Katolik StThomas, Medan, sebagaimana dirilisKompas mengatakan, banyaknya kecurangan di perguruan tinggi, khususnyapenjiplakan, merupakan puncak tragedipendidikan. Hilangnya kejujuran, katanya, sama artinya hilangnya roh pendidikan.Bukti yang dikemukakan Frietz, anekaketidakjujuran yang sudah berlangsunglama dalam konversi nilai ujian akhirnasional tahun 2004. Ini merupakan buktikejahatan intelektual institusional yangdilakukan secara transparan oleh Depdiknas. “Sekarang kita menuai hasilnya,” kataFrietz.Menurut Rektor Universitas Katolik(Unika) Soegijapranata, Prof YohannesBudi Widianarko, plagiatisme selama inisusah dideteksi sebab hanya diketahuioleh penulis yang bersangkutan dankorban plagiat. Plagiat terbongkar hanyajika korban atau ada pihak lain yangkebetulan mengetahui, serta mau melaporkannya.Di kalangan mahasiswa, budaya plagiatisme umumnya terjadi karena si mahasiswa tidak mau pusing memikirkanberbagai kesulitan pengerjaan skripsi.Rendahnya kemauan dan kemampuanmahasiswa membuat karya tulis itu tentusangatlah disayangkan, sebab budaya itusangat merusak kualitas mahasiswa itusendiri. Padahal, tugas akhir berupaskripsi, tesis atau disertasi itu seharusnyamerupakan kesempatan bagi mahasiswauntuk membuat karya besar dalam hidupnya.Tidak jauh berbeda dengan mahasiswa,plagiat di kalangan aparat birokrasi jugadiduga sudah sangat banyak dan lamaterjadi. Indikasinya, banyak birokrat yangtiba-tiba meraih gelar S1 atau S2 padahaltidak pernah terlihat menulis sebuahkarya ilmiah dan melakukan penelitian,bahkan jarang terlihat mengikuti perkuliahan. Plagiat kalangan birokrat inididuga dilakukan karena tidak mau repotatau karena tidak punya waktu. Padahal,gelar itu harus mereka peroleh sebagaisyarat kenaikan pangkat atau jabatan.Yang paling menyedihkan dalam kasusini adalah plagiat yang dilakukan olehdosen sendiri. Untuk meraih predikatguru besar demi kenaikan tunjangan,pembuatan karya ilmiah pun dilakukandengan menghalalkan berbagai cara.Contohnya, memanfaatkan mahasiswanya untuk melakukan penelitian. Kemudian, ada juga yang menjiplak karyatulis dari luar negeri seperti yang barubaru ini dilakukan Anak Agung BanyuPerwita, seorang guru besar JurusanHubungan Internasional UniversitasKatolik Parahyangan, Bandung yangmenjiplak karya tulis seorang penulis asalAustralia. Dan yang paling memiriskanlagi adalah plagiat yang dilakukan seorangguru besar terhadap skripsi seorangmahasiswa S1.Contohnya di Yogyakarta, dua calonguru besar perguruan tinggi swastadicurigai mengajukan karya ilmiah hasiljiplakan dalam berkas pengajuan gelarguru besarnya. Kecurigaan muncul saatpemeriksaan berkas pengajuan gelar gurubesar di tingkat universitas. Salah satukarya ilmiah yang diajukan pernah menjadi bahan diskusi dalam seminar internasional di Yogyakarta. Satu karya ilmiahlainnya diduga merupakan hasil skripsimahasiswa S-1 sebuah perguruan tingginegeri terkenal di Yogyakarta. Kecuranganitu terbongkar karena kebetulan reviewerkarya ilmiah calon guru besar itu adalahpembimbing mahasiswa yang telah lulustersebut.Memperhatikan ulasan di atas, kiranyadalam program pendidikan di Indonesiake depan, perlu penekanan pembelajarandalam hal bagaimana menanamkan karakter dan nilai-nilai yang penting untukmenghadapi kehidupan. Karena ada katabijak yang mengatakan, manusia belajarbukan untuk sekadar memperoleh nilaiberupa angka-angka yang kadang bersifatrelatif dan subyektif, tetapi belajar untukhidup. Belajar untuk memperoleh nilainilai yang penting mendukung hidupmanusia.Untuk mencegah berkembangnya sekaligus menghapuskan budaya plagiat dimasa depan, kiranya pengawasan terhadap karya ilmiah lebih ditingkatkanlagi. Usul Rektor Universitas IndonesiaGumilar Rusliwa Somantri yang mengatakan agar perguruan tinggi lebih gencarmenyosialisasikan pengertian dan batasanpenjiplakan, seperti dicontohkan di UI,dimana mahasiswa dan dosen harusmemublikasikan karya ilmiahnya dikalangan internal dan umum agar diketahui jika terjadi plagiat, kiranya perluditerapkan di berbagai perguruan tinggilainnya.Di samping itu, seperti dikatakan FasliJalal, perlu pengetatan aturan dan penjatuhan sanksi lebih serius di perguruantinggi maupun pemerintah. Seperti jugadikatakan guru besar ilmu sejarah UGMYogyakarta Bambang Purwanto, selamaini penjiplakan karya ilmiah cenderungditutup-tutupi. Berlangsung terus tanpasanksi. Hal mana kemudian telah mendorong makin merebaknya penjiplakan.Karena itu, menurutnya, seharusnyapenjiplak dikenai sanksi tegas tanpatoleransi karena menyangkut mental danmoral bangsa. “Apa jadinya bangsa ini jikapara calon pemimpin bangsa ini dididikoleh pencuri?” ujar Bambang.Mengenai sanksi tersebut, jika pelakunya seorang mahasiswa yang baru lulus,barangkali pantas dikenakan sanksipencabutan gelar. Sedangkan jika pelakunya adalah seorang birokrat, di sampingsanksi pencabutan gelar, pemecatan daripekerjaannya juga kiranya pantas dikenakan. Kemudian, jika pelakunya adalahseorang pendidik, yakni guru atau dosen,di samping sanksi pencabutan gelar danpemecatan dari pekerjaannya, pengumuman pelanggaran itu kepada publikjuga barangkali pantas dikenakan. Maksudnya, agar publik tahu bahwa pelakuadalah penghianat misi pendidikan itusendiri. Dengan demikian, si pelaku tidakditerima lagi jadi tenaga pengajar dilembaga pendidikan manapun.Mengingat plagiat ini juga sering terjadiakibat kekurangmampuan pelaku menuliskarya tulis, maka tindakan preventif jugatidak kalah pentingnya dilakukan gunameminimalisasi kebiasaan ini di kemudian hari. Salah satu caranya, senangmenulis kiranya perlu ditanamkan kepadapelajar sejak dini dengan memasukkannya sebagai salah satu program pendidikan nasional. „ JK
                                
   23   24   25   26   27   28   29   30   31   32   33