Page 32 - Majalah Berita Indonesia Edisi 75
P. 32
32 BERITAINDONESIA, 10 Agustus 2006 ilustrasi: dendyINDEPTHNEWS32 BERITAINDONESIA, April 2010Ajakan Lecehkan DPROleh: Ch. Robin SimanullangDewan Perwakilan Rakyat (DPR) memutuskan bahwa kebijakan bail out BankCentury adalah salah dan berbau korupsi, sehingga perlu ditindaklanjuti secarahukum. Setelah itu, sangat terasa ada kesan bernuansa ajakan: Mari lecehkanDPR! Padahal sebagian besar rakyat merasa suara dan aspirasinya terwakilkandalam keputusan tersebut.alaupun, memang, adalah lumrah apabila adapihak yang tidak sepaham dengan DPR. Tetapimenjadi menarik tatkala Presiden, Kejaksaan danKepolisian bahkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) cenderung menyepelekan kepu tusan DPR tersebut.Terkesan dari pidato dan pernyataan para petinggi lembaganegara ini bernada menjurus ajakan melecehkan keputusantersebut. Bahkan Pimpinan KPK menyebut keputusan DPR ituhanya berguna sebagai bahan informasi.Pidato Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di IstanaMerdeka, Kamis malam 4 Maret 2010, selain terasa sangatmelecehkan Keputusan Rapat Paripurna DPR tentang hasil akhirPansus Hak Angket Bank Century tersebut juga terasamenyiratkan ajakan untuk melecehkannya. Pidato itu disampaikan dengan bahasa yang terkesan halus dan sopan tetapisesungguhnya secara substantif sangat kasar, menolak danmelecehkan. Bahkan terasa cenderung mengajak melecehkanlantaran dipidatokan kepada rakyat setelah DPR menetapkankeputusan. Berbeda jika hal itu dipidatokan sebelum keputusandiambil.Kalau kita cermati, Presiden SBY adalah seorang tokoh yangselalu mengatur penampilan sopan dan mengucapkan katasupaya berdemokrasi dengan santun beretika, kendati padawaktu bersamaan kata halusnya sesungguhnya terasa mencercadan menohok orang lain. Diakui atau tidak, tampaknya sifatseperti ini juga menular kepada beberapa politikus PartaiDemokrat. Mereka sering kali menyerukan supaya menegakkansopan santun, walaupun niatnya untuk mengembangkan citraburuk bagi orang lain.Semula, publik tidak terlalu merasakan hal ini sebagai sebuahtaktik seolah-olah. Tetapi, setelah terlalu sering, tampaknyapublik telah menjadi lebih cermat dan tidak mau lagi tertipudengan silat lidah ucapan halus, penampilan dan tebar pesona.Seperti terekam dari sikap warga dan puluhan pemulung dalam“Nonton Bareng Pidato SBY, Penonton Teriak Bohong!”(Kompas.com, Kamis, 4 Maret 2010 | 21:27 WIB).Pidato Presiden SBY itu memang, seperti biasanya, dibacadengan susunan sistematis, bahasanya halus bersayap. PresidenSBY menyatakan sangat menghormati proses politik yang telahberjalan di DPR, namun secara substantif membantah, mementahkan dan menafikan temuan fakta dan bukti pelanggarandalam kasus kebijakan bail out Bank Century oleh Pansus DPRyang telah diputuskan (Opsi C, menyatakan kebijakan salah danberbau korupsi) dalam Rapat Paripurna DPR, 3 Maret 2010.DPR, antara lain menyatakan bahwa patut diduga telah terjadiberbagai penyimpangan dalam pelaksanaan kebijakan olehotoritas moneter dan fiskal, mulai dari (a) operasional Bank CIC(b) proses akuisisi Bank Danpac dan Bank Pikko oleh ChinkaraCapital, merger Bank CIC, Bank Danpac, dan Bank Pikkomenjadi Bank Century, operasional Bank Century (c) pemberianFPJP, dan (d) PMS sampai kepada (e) mengucurnya aliran dana.Disebut pula nama-nama yang yang harus bertanggung jawabatas berbagai penyimpangan itu antara lain Boediono dan SriMulyani.Namun, dalam Pidato SBY, semua temuan fakta danrekomendasi DPR itu dimentahkan dan dinafikan. Bahkan, kedepan, kata Presiden SBY, kita harus menghentikan praktikpraktik buruk yang penuh prasangka jahat demikian. MenurutPresiden, modal sosial melemah apabila kita hidup dengan dasarsaling mencurigai apalagi saling memfitnah.Sebab menurut Presiden, semua langkah kebijakan terkaitdengan Bank Century dilakukan dengan mempertimbangkansemua opsi yang tersedia, diputuskan dengan cepat dan tepat,tanpa sedikitpun mengabaikan prinsip kehati-hatian.Apalagi dengan tanpa sungkan, Presiden membandingkanpengalaman penanganan krisis ekonomi tahun 1997-1998dengan penanganan krisis ekonomi global tahun 2008.Tampaknya, Presiden SBY mengira rakyat tidak tahu membandingkan krisis ekonomi 1997/1998 dengan krisis keuangan global 2008.Ibarat gempa bumi, episentrum krisis ekonomi tahun 1997/1998 berada di Indonesia dan beberapa negara ASEAN sendiri.Sedangkan episentrum krisis keuangan global 2008 berada jauhdi Amerika Serikat sana. Pada tahun 1997/1998 terjadi krisiskepercayaan ekonomi dan politik yang episentrumnya di Indonesia sendiri. Jauh berbeda dengan krisis keuangan global 2008,Indonesia tidak mengalami krisis kepercayaan, baik di bidangekonomi maupun bidang politik. Bahkan, berdasarkan berbagaijajak pendapat, tingkat kepercayaan publik kepada Presiden SBYketika itu berada di puncak.Itulah sebabnya, kita memandang pembandingan krisisekonomi 1997/1998 dengan krisis keuangan 2008, sebagailandasan pembenaran pengambilan kebijakan pemberian FPJPdan PMS kepada Bank Century pada 2008, sangat tidak patutdikemukakan oleh pemimpin yang berkarakter kuat dan berniatbaik. Salah satu ciri pemimpin berkarakter kuat adalah beranimengambil risiko dengan perhitungan yang tangkas.Apalagi bila hal itu dikemukakan untuk menggiring rakyatagar menganggap DPR dengan keputusannya yang menyatakanbahwa kebijakan pemberian FPJP dan PMS Bank Century itusalah dan dikualifikasikan sebagai dugaan tindak pidana korupsi,adalah sebagai fitnah. Jika hal inilah niatan yang terkandungdalam pidato Presiden tersebut, sungguh sangat buruk terhadapproses perkembangan demokrasi dan penegakan hukum dinegeri ini.Benar, seperti kata Ketua Umum Partai Golkar dalam pidatoyang mengapresiasi kerja keras Pansus DPR Angket Bank Century, sehari setelah Pidato Presiden bahwa DPR adalah rumahWilustrasi: sonny p