Page 29 - Majalah Berita Indonesia Edisi 76
P. 29
BERITAINDONESIA, 10 Agustus 2006 29BERITA KHASBERITAINDONESIA, Mei 2010 29Joni Nelson Simanjuntak Komisioner Komnas HAM,juga anggota Tim Investigasi mengungkapkan,kerusuhan sudah diprediksi sebelumnya. Ada rapatkoordinasi antara Satpol PP, kepolisian, kodim, danPT Pelindo II, sudah mengetahui hal itu. Mengutipketerangan Kepala Satpol PP (nonaktif) HariantoBadjuri, seusai melakukan pemeriksaan. Pada hariH eksekusi, Satpol PP hanya untuk menjagaterlaksananya operasi penertiban. “Ini yang akankami terus dalami bagaimana komando jaringanketika terjadi penertiban itu,” katanya.Belum dipastikannya siapa yang bertanggungjawab karena masih dalam penyelidikan. Namunperistiwa itu tanggung jawab perancang kebijakanpejabat publik, kata Adrianus Meliala pakar kriminologdan Guru Besar Ul. Menurutnya perancang kebijakanterlalu percaya diri. Dua hari sebelum kejadian,intelijen menyarankan agar tidak dilakukan penggusuran. Bisa menimbulkan kegaduhan, karena lokasiterkait SARA (suku, agama, ras, dan antargolongan).Ketika ditanya dimana posisi kepolisian dalam insidentersebut? Menurutnya polisi sudah memberikananalisis intelijen, serangan tidak layak. Jadi polisidalam posisi netral. “Ketika masyarakat dipukuli olehSatpol PP, polisi yang melerai. Ketika Satpol PP yangdipukuli warga, polisi juga melerai,” kata Adrianus.Satpol PP dalam melakukan penertiban selama inisering melakukan tindak kekerasan membuat citraSatpol PP semakin terpuruk. Warga sempat mendesakagar Satpol PP DKI dibubarkan dan tugas itu diserahkan ke polisi. “Jangan menyudutkan Satpol sebagai pihak yang paling salah,” ucap Mantan GubernurDKI Jakarta Sutiyoso dan meminta agar investigasidilakukan secara adil, tapi jangan emosional. “Dia(masyarakat) melakukan pembunuhan. Itu ‘kankriminal. Kalau itu kita biarkan, akan ada pengulangan.Mereka mengira itu boleh. Ini akan terulang. Korbannyabisa saja nanti polisi,” katanya seusai menghadiripeluncuran buku Tanpa Tutup, Boleh Nakal tapi NggakBoleh Bejat di Jakarta, Jumat (23/4).TPF harus mampu mengungkap dalang di balik kerusuhan yang melibatkan warga yang masih mudamuda dan menemukan siapa pembunuh tiga satpol.Di samping itu perlu ada evaluasi prosedur operasiSatpol PP di dalam melakukan penertiban, terlebihdahulu melakukan sosialisasi sebelum melakukaneksekusi, tidak represif tapi lebih menekankanpendekatan kemanusiaan. BI-SANsiapa yang paling bertanggung jawab.Ketiga TPF itu adalah TPF DPRD DKIJakarta, Palang Merah Indonesia (PMI)bentukan legislatif, dan Komnas HAM,independen. Ketiga lembaga itu masihterus melakukan investigasi, dan merekaoptimis hasil investigasi yang merekalakukan bersamaan akan mendapatkanhasil yang sama. Sedangkan pihak PMIsendiri seperti diungkapkan Ketua PMIJusuf Kalla hanya bertugas mencakup sisikemanusiaan, menyelidiki apa penyebabterjadinya kerusuhan dan tidak turutcampur dalam ranah hukum.Sedangkan kerusuhan yang terjadi diBatam dipicu oleh ucapan menghina.Pekerja dari Indonesia tidak terima katakata kasar yang dimuntahkan oleh Ganeshseorang keturunan India yang juga merupakan supervisor kelistrikan di PT Drydock World Graha sebuah perusahaan galangan kapal Tanjung Batam. “All Indonesian stupid (semua orang Indonesiabodoh).” Umpatan itu pertama kali diucapkannya, ketika sedang rapat dannyaris adu jotos, namun saat itu masihbisa diredam.Puncak kejadianpun makin membara,setelah untuk kedua kalinya Ganesh menyulut kembali kesabaran para pekerja Indonesia, yang kembali mengungkapkankata-kata kasarnya di ruang kerja. “Nintynine percent Indonesian stupid (99 persenIndonesia bodoh).” Mendengar hal itu, bakdisambar petir, sontak membuat karyawandari Indonesia marah dan perkelahian puntidak bisa dihindari. Perkataan senada,menurut para pekerja sudah sering terlontar. Seperti dilansir Indopos (23/4),“Kalau topi ini bisa ngomong, ia akanngomong bahwa tiap hari kami dimakimaki bodoh dan lainnya,” ujar pekerja didepartemen pengendalian mutu (QC).Kabar ini terus menyebar ke puluhanpekerja yang ada di perusahaan. Merekamencari pekerja dari India dan memintamereka ke luar dari Indonesia.Kerusuhan yang berlangsung tengahhari itu mengakibatkan sembilan orangpekerja terluka parah, enam diantaranyaorang India dan selebihnya warga Indonesia. Gedung manajemen perusahaanbersama dengan dokumen-dokumenpenting ikut terbakar. Tak hanya itu, 38mobil perusahaan dan WNA juga takluput dari luapan emosi para pekerja.Berbagai peralatan di ruangan qualitycontrol (QC) juga ikut terbakar yangberada di sebelah ruang rapat. Akibatkejadian itu perusahaan mengalamikerugian hingga puluhan miliar rupiah.Kerusuhan itu juga membuat tenagakerja asing yang ada di Batam meninggalkan Indonesia, pergi ke Singapuramenunggu hingga situasi Batam kondusifkarena sempat beredar ada isu penyisiran.Menanggapi kejadian tersebut, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasilangsung membentuk TPF yang diketuaiHaiyani Rumondang. TPF menemukansumber pemicu kerusuhan yakni masalahoutsourcing. Selain itu, Rumondang jugamengatakan, sikap kurang bersahabatdari tenaga kerja asing yang mengeluarkan kata-kata tidak pantas kepada pekerjalokal yang mengakibatkan ribuan buruhyang marah melakukan pengrusakan.Mengetahui hasil temuan TPF tersebut,Menakertrans Muhaimin Iskandar mengatakan perlunya aturan baru terkaitoutsourcing. Dia menilai aturan yang adasudah tidak sesuai dengan perkembanganperekonomian di Indonesia sehinggaperlu dibuat aturan yang lebih lengkapuntuk menempatkan pekerja dengan lebihbaik. Muhaimin sangat menyesalkankejadian yang tidak seharusnya terjadijika pihak manajemen, pekerja, sertaserikat pekerja dapat menjalin hubunganindustrial yang kondusif dan komunikasiyang baik.Sementara itu menyikapi berbagaikerusuhan yang sering terjadi di Indonesia, psikolog dari Universitas IndonesiaTika Bisono mengatakan, amuk massayang terjadi menjadi petunjuk adanyaketidaktegasan pemerintah dalam mengatasi masalah rakyat sehingga masyarakatfrustasi. Di sisi lain penyelenggara negarajuga tidak punya agenda terkait denganmoral, etika, psikologi, dan sosiologi budaya (Media Indonesia, 25/4). Tak hanyaitu, amuk massa juga dipicu buruknyamekanisme struktural di birokrasi dalammenangani kasus-kasus di masyarakatyang menurut sosiolog Imam Prasodjobisa dicegah jika pemerintah menempuhcara-cara kultural sambil berinteraksi dengan warga dan sistem penegakan hukumdapat dipercaya masyarakat. BI-SANoja, Tanjung Priok, (14/4/2010).