Page 29 - Majalah Berita Indonesia Edisi 78
P. 29
BERITAINDONESIA, 15 Juli - 15 Agustus 2010 29TNI Ikut Memilih, Baikkah?BERITA POLITIKDi tengah giatnya TNI mengembalikan dirinya sebagaimurni tentara rakyat, tentara pejuang dan tentaraprofesional. Wacana pemberian hak pilih kepada institusiini seolah ingin mengulang masa lalu.i zaman Orde Baru, tentara nasional dijadikan sebagai alat pendukung pemerintah yang sedangberkuasa dengan pemberian peranganda yang ketika itu dikenal denganistilah dwi fungsi ABRI yaitu sebagaikekuatan pertahanan keamanan dansebagai kekuatan sosial politik. Setelah erareformasi, semua alat negara dan perangkat pemerintahan, termasuk TNI dituntutmereformasi diri. TNI yang sebelumnyasering dimanfaatkan oleh kekuatan politiksepihak itu pun pelan-pelan berubahmenjadi TNI yang profesional, jauh darikepentingan politik. Hal tersebut bisadilihat dari sikap TNI/Polri yang memangbenar netral dalam tiga kali pemiluterakhir ini.Di internal TNI, mereka terus berbenah.Bahkan berbagai kalangan menilai TNIsangat cepat merespon tuntutan reformasiinternal. Hampir 85 persen TNI telahmenjalankan reformasi birokrasi yangdiinginkan. Setidaknya, ada beberapa momentum yang telah dilakukan, sepertimerubah paradigma tentang TNI yangsebelumnya sering jadi alat kekuasaanmenjadi hanya alat kekuatan pertahanandan keamanan.Namun baru-baru ini, apa yang sudahberjalan selama 12 tahun ini sedikitterusik oleh adanya wacana pemberianhak pilih kepada TNI/Polri melalui revisiUU No 10/2008 tentang PemilihanUmum Legislatif dan UU No 42/2008tentang Pemilihan Presiden/Wapres.Secara prinsip, TNI/Polri sebagai warganegara memang memiliki hak pilih. Namun, menimbang perannya yang harusnetral, sementara fakta historis menyiratkan hal berbeda. Maka jika saat ini hak pilihdiberikan kepada TNI, ada kekhawatirannetralitas yang mulai pulih akan terganggu.Dari segi kuantitas, jumlah anggota TNIdan Polri aktif memang tidak fantastis.Sesuai data tahun 2009, jumlah anggotaTNI aktif hanya 432.129 personil, danPolri sekitar 400.000 personil. Artinya,hanya sekitar 0,2 persen dari jumlahpenduduk Indonesia. Tapi jika ditambahdengan keluarga besar TNI dan polriyakni, para purnawirawan, anak-istri atausuami, hingga yayasan yang memilikihubungan dengan dua institusi tersebut,jumlahnya akan cukup signifikan untukmenjadi lumbung suara.Menyadari dampak dari ikut tidaknyaTNI/Polri memiliki hak pilih, wacana inipun mendapat tanggapan cukup besardari pengamat militer maupun pengamatpolitik. Bagi sebagian kalangan, wacanaini dianggap terlalu prematur untukdibicarakan. Pengamat politik Universitas Indonesia (UI) Boni Hargens misalnyamenyebut, walau di negara-negara majuhak suara sudah diberikan kepada institusi seperti TNI/Polri, hal itu karenamereka sudah jauh lebih profesionalsehingga tidak mengkhawatirkan bilamereka ikut pemilu. Berbeda dengan Indonesia, kedua institusi tersebut seringkali dipolitisasi demi kepentingan politiktertentu sehingga terjebak dalam paradigma lama. Terlebih lagi sebelumnya,wacana ini juga sudah pernah dimunculkan oleh anggota DPR periode 2004-2009, namun ditolak berbagai kalangan,bahkan oleh TNI sendiri. Karena prajuritmenyadari TNI bukan organ konstitusi,tapi organ negara.Senada dengan itu, anggota Komisi IDPR Hidayat Nurwahid juga mengatakan,DPR harus betul-betul mempertimbangkan apakah dalam UU pemilu mendatangTNI bisa dilibatkan atau tidak. Ditambahkan mantan Ketua MPR itu, sebelum ikutpemilu, TNI dan Polri harus bisa membuktikan dirinya bukan sebagai alatkekuasaan, serta tidak terkooptasi dengankepentingan tertentu (dapat dipilih).Parpol-parpol sendiri memberikanpandangan berbeda tentang wacana ini.Beberapa pejabat teras partai seperti PartaiGolkar, Partai Demokrat, dan PKS memberikan sinyal setuju jika TNI/Polri memiliki hak suara. Sementara PDI Perjuangandan PPP dengan tegas menolaknya.Golkar yang selama 32 pemerintahanOrde Baru pernah dekat dengan TNImenyambut wacana diberikannya hakpilih TNI/Polri dalam UU. Menurut KetuaDPP Partai Golkar, Priyo Budi Santoso,sama seperti PNS, TNI/Polri juga memiliki hak untuk berpolitik. Ia juga memintamasyarakat agar tidak curiga akan terbukanya kembali kekuasaan militer,asalkan tidak ada lagi Fraksi TNI di DPR.Walau tidak memiliki hubungan kedekatan dengan TNI, Sekjen Partai KeadilanSejahtera (PKS) Anis Matta juga setujudengan wacana ini. Menurutnya, TNIsudah cukup merestrukturisasi diri daridwifungsi ABRI yang pernah berlaku padamasa Orde Baru. “Saya secara pribadimendukung pada pemilu 2014 TNI sudahikut memilih. Sejak 1999 TNI tidak ikutmemilih. Persoalannya, saat itu dwifungsimau dihilangkan. Sekarang dwifungsinyasudah dihilangkan akan lebih netral padapemilu 2014,” ujar Anis.Sekjen Partai Demokrat (PD) EdhieBaskoro juga setuju dengan wacana ini.Ibas mengatakan, reformasi di tubuh TNIsudah berjalan dengan baik. Sehinggatidak ada yang perlu dikhawatirkan.Sementara itu, pendapat berbeda disampaikan oleh Fraksi PPP DPR. Sepertidikatakan Wakil Ketua Fraksi PPP Romahurmuzzy, TNI sebaiknya tetap beradadalam posisi netral dalam mengawalideologi politik negara. “TNI lebih dibutuhkan sebagai pengawal ideologi negaradan penjaga wawasan Nusantara. Karenanya, sebaiknya TNI tetap dalam posisinetral,” katanya. Menurutnya, meskihanya memilih, masih tetap akan berpotensi menggiring TNI dalam ketidakutuhan. Dfoto: kompas.comBUKA-TUTUP: Tarik menarik boleh tidaknya TNI menggunakan suaranya dalam pemilu masihterus digulirkan, walau pengalaman sebelumnya TNI sudah terbukti.