Page 49 - Majalah Berita Indonesia Edisi 79
P. 49
BERITAINDONESIA, September 2010 49BERITA HUMANIORAfoto: berindoKB Jalan di TempatDSepuluh tahun terakhir ini, program KB seperti berjalan ditempat. Ada beberapa alasan, salah satunya lahirnyakebijakan otonomi daerah. Revitalisasi KB diharapkanmenjadi jalan keluar.alam pidato kenegaraan 16Agustus 2010, Presiden secaratidak langsung mengumumkanhasil sensus penduduk (SP)2010. Jumlah penduduk Indonesia saatini mencapai 237,6 juta jiwa. Pendudukbertambah sekitar 32,5 juta jiwa selama10 tahun terakhir. Selama periode 2000-2010, rata-rata pertumbuhan pendudukIndonesia mencapai hampir 1,5% pertahun, lebih tinggi dari proyeksi pemerintah, sebesar 1,3%. Mengingat jumlahpenduduk yang besar, Presiden menekankan pentingnya pengelolaan jumlahpenduduk melalui program KeluargaBerencana (KB) untuk meningkatkankesejahteraan penduduk.Penekanan Presiden ini perlu diperhatikan serius mengingat pelaksanaanprogram KB terlihat jauh menurun dibandingkan era pemerintahan PresidenSoeharto. Saat itu, Badan KoordinasiKeluarga Berencana Nasional (BKKBN),sebuah badan penggagas kampanye Keluarga Berencana, yang dalam programnya mengkampanyekan keluarga berencana, penggunaan alat kontrasepsi yangtepat dan pengendalian laju pertambahanpenduduk dengan slogan “Dua Anak SajaCukup”, dinilai berhasil melaksanakantugasnya.Waktu itu, banyak sekali wakil darinegara-negara lain yang datang ke Indonesia untuk belajar tentang cara menyukseskan program KB. Mereka terjun kedesa-desa, bertanya dan ingin melihatsecara langsung. Ketika itu, Indonesiamenjadi panutan dan rujukan bagi negara-negara lain, karena berhasil mengendalikan jumlah penduduk. HaryonoSuyono, mantan Menko Kesra dan KepalaBKKBN pada Kabinet Reformasi Pembangunan (1998-1999) mengatakan, saatitu minimal 2 bulan sekali ia melakukankoordinasi dengan presiden membicarakan soal KB. Bahkan bisa 2 atau 3 kali.Saat itu penanganan KB fokus, serius danmendapat perhatian penuh dari pemerintah dan langsung di bawah koordinasipresiden.Tetapi kini, perhatian untuk menyukseskan program KB itu kurang terdengar,setidaknya gaungnya tidak senyaring dululagi. Ada beberapa alasan. Pertama,lahirnya kebijakan otonomi daerah yangmendorong dikeluarkannya kebijakandesentralisasi program KB. Yang terjadidi lapangan, kesadaran ber-KB masingmasing daerah itu berbeda-beda. Majumundurnya program KB sangat tergantung kepada kemauan pemerintah didaerah. Sangat berbeda dengan kebijakanOrde Baru dulu, kebijakan tersebutdilaksanakan dengan komando yang tegasdan koordinasi yang tidak terputus-putus.Kalau sekarang, Kepala BKKBN tidakpernah melapor dan koordinasi langsungkepada presiden, hanya melalui menterimenteri terkait. Presiden SBY sendirikaget, pada awal menjadi presiden, KBsepertinya tidak berjalan. Akhirnya keluarkebijakan revitalisasi KB yang diluncurkan oleh Menteri Kesehatan (Menkes)Endang Rahayu Sedyaningsih pada 6April 2010. Revitalisasi sendiri bermaknabahwa program KB harus dihidupkankembali dan menjadi prioritas karenamemiliki peran vital dalam pembangunan. Pemerintah harus segera memperbaiki akses masyarakat terhadap pelayanan KB.Pemerintah juga perlu melakukanperbaikan kompetensi teknis KB terutamadi daerah, mengingat terbatasnya sumberdaya manusia di daerah yang memahamiteknis program KB. Pemerintah harussegera membangun metode komunikasiyang efektif dalam penyebarluasan informasi tentang KB. Hal ini penting mengingat KB bukan sekadar mengendalikanjumlah penduduk, tetapi juga membangun cara pandang masyarakat terhadap norma keluarga kecil yang bahagiadan sejahtera.Terwujudnya keluarga-keluarga yangberkualitas, yang merupakan visi dari program KB, akan membangun generasi barubangsa Indonesia yang mumpuni di masadepan dan menjadi sumber daya pembangunan yang tangguh dan mandiri. Jikadi masa lalu ada paradigma yang menyebut “banyak anak banyak rezeki”, sekarang di era maju ini paradigma itu sudahselayaknya ditinggalkan dan digantidengan “sedikit anak agar bisa hidupsejahtera dan berkualitas”. AHS

