Page 43 - Majalah Berita Indonesia Edisi 80
P. 43


                                    BERITAINDONESIA, Juni 2010 43BERITA KHASBERITAINDONESIA, November 2010 43Hingga kini, upaya peberantasan butaaksara terus dilaksanakan. KementerianPendidikan Nasional menargetkan padaakhir tahun 2010 jumlah buta aksaraturun menjadi 4,79 persen atau sekitar 8,3juta orang. Dan sesuai Renstra Kemdiknastahun 2010-2014, pada akhir tahun 2014jumlah buta aksara di Indonesia tinggal4,2 persen atau 6,9 juta orang.Menteri Pendidikan Nasional RI, Mohammad Nuh dengan tegas meminta agarpenderita buta aksara di seluruh Indonesia didata secara lengkap. Dari jumlahtersebut di atas, tiga provinsi di Jawatercatat paling tinggi penderita butaaksaranya. “Ini berarti kemajuan sebuahdaerah tidak berbanding lurus denganpemerataan kesempatan masyarakatdalam mengenal huruf,” ungkap Nuh.Nuh menambahkan, program keaksaraan untuk mengurangi jumlah buta aksara kian sulit karena kini penduduk yangbuta aksara tersisa di kelompok masyarakat yang tersulit dari sisi ekonomi (sangat miskin), geografis (terpencil, terpencar, dan terisolasi), sosial budaya, danberusia di atas 45 tahun. Untuk itu,pendidikan keaksaraan terintegrasi dengan kecakapan hidup dan program pengentasan kemiskinan.“Yang kita sisir, mereka yang berusia 45tahun ke bawah dulu. Kita juga harusmenjaga jangan sampai ada pendatangbaru buta huruf,” ujarnya. Pendidikankeaksaraan sangat penting karena akanmembuka kesempatan untuk mendapatakses informasi, ekonomi, dan akses lain.Jika tidak paham aksara atau simbolsimbol yang disepakati bersama, seseorang akan terpinggirkan.Sementara itu, Direktur Jenderal Pendidikan Non Formal Informal (Dirjen PNFI)Hamid Muhammad mengatakan, adalima tantangan besar dalam pemberantasan buta aksara, yakni: Pertama, sisapenduduk buta aksara adalah kelompokmasyarakat yang tersulit secara ekonomidan geografis, juga sosial budaya. Kedua,perempuan buta aksara lebih banyakdaripada laki-laki buta aksara. Ketiga,sebagian besar penderita buta aksaraberusia 45 tahun ke atas, terbatas fisikmaupun kemampuan kognitifnya. Faktorkeempat, karena kurangnya latihan membaca, sehingga warga belajar yang sudahterbebas dari buta aksara kembali menjadi buta aksara. Kelima, kesulitan melakukan identifikasi sasaran programkarena belum tersedia data sasaranberdasarkan nama dan alamat yang jelas.Menghadapi permasalahan dan tantangan seperti itu, penyelenggaraan program penuntasan buta aksara sejak 2009telah dibangun dalam kerangka kerjaAkrab (Aksara Agar Berdaya) sejalandengan kerangka LIFE (Literacy Initiativefor Empowerment) UNESCO. “Dalam halini, upaya penuntasan buta aksara melaluipendidikan keaksaraan terintegrasi dengan kecakapan hidup dan programpengentasan kemiskinan secara umumagar berdampak pada kesejahteraanmasyarakat,” katanya.Pada pelaksanaannya, Kemendiknasjuga bekerja sama dengan KementerianPertahanan, Kementerian PemberdayaanDaerah Tertinggal, Kementerian TenagaKerja dan melibatkan para petugas dipedesaan terutama bagi daerah terluar,pelosok, pedalaman dan terpencil.Masalah disparitas gender buta aksaraantara laki-laki dan perempuan yangmasih relatif besar (2,64 persen) jugatelah coba diatasi. Direktur PendidikanMasyarakat Ditjen PNFI Kemdiknas EllaYulaelawati mengatakan, selama ini telahdilakukan pendekatan melalui programpemberdayaan perempuan, seperti ‘KoranIbu’ sebagai media menulis dari perempuan, oleh perempuan, dan untuk perempuan.Selain itu, di beberapa daerah juga adaprogram Mobil Pintar dan Rumah Pintaruntuk mendekatkan masyarakat ke perpustakaan, guna meningkatkan minatbaca masyarakat.Sejauh ini, daerah yang cukup berhasilmemberantas buta aksara di antaranyaKabupaten Gunung Kidul. Sejak awaltahun ini, Pemerintah Kabupaten GunungKidul menyatakan sebagai kawasan bebasbuta aksara. Saat ini, pendidikan kesetaraan sekolah dasar atau paket A tidaklagi digelar di Gunung Kidul. Hanya adasiswa untuk pendidikan paket B setaraSMP dan paket C setara SMA.Direktur Pusat Kajian Belajar Masyarakat (PKBM) Ngudi Pinter, Semanu,Gunung Kidul, Tugino mengatakan, saatini dilakukan pendampingan terhadapmereka yang sebelumnya menyandangbuta aksara agar mereka yang telahterentaskan tidak kembali buta aksara.Warga Pacarejo, Semanu, Ngadinem(40), misalnya, mengaku bisa membacadan menulis dalam waktu satu bulanbelajar. Namun, keterampilan membacadan menulis itu mudah hilang jika tidakdipakai setiap hari. “Agar tidak lupa, kamimengimbau mereka agar tetap belajarmembaca minimal setengah jam setiaphari atau dikenal sebagai gerakan belajarsetengah jam,” kata Tugino pertengahanSeptember lalu.Sedangkan di Provinsi Banten, WakilGubernur Banten HM Masduki, saatperingatan Hari Aksara Internasional ke45 Tingkat Provinsi Banten di Pandeglang(21/10) mengatakan, Pemerintah ProvinsiBanten menargetkan bebas penyandangbuta aksara pada tahun 2012, karenahingga tahun 2010 masih terdapat sekitar124.041 jiwa penduduk buta aksara.“Kami punya keyakinan hingga dua tahunke depan, penyandang buta aksara diBanten yang masih berkisar 124 ribu akanbisa diselesaikan. Penyelesaian programpemberantasan buta aksara ke depanakan dioptimalkan untuk daerah-daerahkabupaten/kota yang tingkat penduduknya padat serta penyandang buta aksaramasih tinggi, seperti Kabupaten Tangerang dan Pandeglang.Melihat masih banyaknya pendudukIndonesia yang buta aksara, pemerintahmesti terus menggiatkan program-program pemberantasan buta aksara yangsudah berjalan. Apalagi paradigma untukpendidikan keaksaraan saat ini mengalami perluasan makna, dimana bukanlagi hanya berkutat pada masalah kesenjangan kecakapan membaca, menulisdan berhitung, tetapi juga menyangkutkecakapan-kecakapan tertentu dan penguasaan keterampilan praktis yangkontekstual dan selaras dengan perubahan peradaban manusia.Dengan perkembangan paradigmaseperti ini, berarti kesenjangan Indonesiadengan negara lain dalam masalah iniakan kembali lebar. Itu artinya, perjuangan bangsa ini agar terlepas dari butaaksara semakin panjang dan berat.„ SIT, RIE
                                
   37   38   39   40   41   42   43   44   45   46   47