Page 42 - Majalah Berita Indonesia Edisi 80
P. 42
42 BERITAINDONESIA, Juni 2010 ilustrasi: dendyBERITA KHAS42 BERITAINDONESIA, November 2010 ilustrasi: sonny pButa AksaraMasih MenghantuiPredikat sebagai salah satu negara penyandang butaaksara terbesar di dunia melekat pada Indonesia. Kondisiini harus dientaskan guna melepaskan masyarakat dariperangkap kemiskinan.alah satu citra buruk kembalimelekat pada Indonesia. Setelah65 tahun merdeka, bangsa initernyata belum merdeka daributa aksara. Bahkan, predikat sebagaisalah satu dari sembilan negara penyandang buta aksara terbesar di dunia disematkan pada negeri berpenduduk kuranglebih 240 juta ini.Indonesia tidak hanya tertinggal darinegara-negara maju di Eropa dan Asia,tapi dari negara-negara seperti Vietnam,Laos, dan Kamboja. Indonesia hanyasejajar dengan delapan negara lainnya didunia, yakni India, Pakistan, Cina, Meksiko, Bangladesh, Mesir, Brasil, dan Nigeria.Pada dasarnya, buta aksara adalahketidakmampuan seseorang untuk membaca dan menulis. Ketidakmampuan ininiscaya menempatkan seseorang atausuatu kelompok masyarakat dalam ketertinggalan. Karena, membaca dan menulismerupakan jendela untuk melihat dunia,dimana dengan kemampuan membacadan menulislah seseorang bisa melihatdunia dengan segala perkembangannya.Tingkat melek aksara (literacy) merupakan salah satu parameter yang palingmempengaruhi perkembangan kehidupan manusia (Human Development Index), menentukan tingkat kesejahteraan(product domestic bruto) sekaligus menentukan tingkat umur harapan hidup(life expectancy). Jadi jika pendudukmakin melek aksara, berarti makin majulah masyarakat itu dalam peradabannyake depan.Penyandang buta aksara cenderungmemiliki tingkat produktivitas yangrendah, karena kondisi buta aksara terkaiterat dengan kebodohan, keterbelakangan,dan ketidakberdayaan. Artinya, kebodohan, keterbelakangan, ketidakberdayaan atau kemiskinan merupakan matarantai yang saling terkait dari dampakbuta aksara.Selanjutnya, buta aksara juga akanmelahirkan rasa tidak percaya diri sekaligus perasaan apatis terhadap segalabentuk perubahan pada penyandangnya.Bahkan, ada yang menganggap perubahan itu sebagai sebuah ancaman. Kondisiini kemudian membuat mereka cenderung menjadi beban orang lain ataumasyarakat secara umum.Melihat kondisi demikian, maka mereka yang menyandang buta aksara harussegera dibebaskan dari jeratan problemyang melilitnya. Dalam hal ini, persoalanyang kerap ditemui pihak yang berwenangselama ini adalah model dan cara pendekatan penanganannya. Karena, pendidikan keaksaraan memiliki sistem danmetode pengajaran yang berbeda daripendidikan formal.Pendidikan keaksaraan sebagai bagiandari pendidikan nonformal tidak terlepasdari tugas dan fungsinya, yaitu sebagaipelengkap (suplemen), penambah (komplemen), dan pengganti (subtitusi) yangtercipta dari suatu sistem pendidikansecara menyeluruh.Hal lain yang juga perlu diingat dalamprogram pendidikan keaksaraan ini,umumnya penyandang buta aksara adalah orang-orang yang kurang mampu darisegi ekonomi dan usia yang telah matangdan kaya pengalaman. Berbeda denganpendidikan formal yang umumnya daribidang ekonomi yang dapat dikatakantelah mampu dan usia yang relatif muda.Di Indonesia, menurut Dirjen Pendidikan Non-Formal dan Informal Kemendiknas sebagaimana disampaikan padaacara peringatan Hari Aksara Internasional (HAI) ke-45 di Balikpapan, Kalimantan Timur (10/10/2010), hinggaakhir 2009 populasi penduduk butaaksara yang berusia di atas 15 tahun masihsekitar 8,7 juta atau 5,3 persen. Darijumlah tersebut, sebagian besar berusiadi atas 45 tahun, dan 64 persen di antaranya perempuan.Pemerintah sendiri sejak dulu sebenarnya telah melakukan beberapa usaha.Sejak awal kemerdekaan, melalui bagianpendidikan masyarakat, KementerianPendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan,pemerintah telah melakukan gerakan‘melek’ aksara yang dikenal dengan namaPemberantasan Buta Huruf (PBH) atauKursus ABC.Pada tahun 1951, pemerintah juga telahmenyusun rencana Sepuluh Tahun PBH,dengan harapan buta aksara akan selesaidalam jangka waktu 10 tahun. Namunjumlah masyarakat buta huruf masihtetap tinggi. Keadaan itu membuat gerahPresiden Soekarno sehingga mengeluarkan komando untuk menuntaskan butahuruf sampai 1964. Pada 1966, pemeritahkembali menggulirkan program PBHfungsional. Saat itu PBH dibagi dalam tigatahapan, yakni PBH permulaan, PBHlanjutan I, dan PBH lanjutan II.Selanjutnya, pada masa pemerintahanOrde Baru, persisnya mulai tahun 1970-an dirintis pula program Kejar Paket A,yaitu program PBH dengan menggunakanbahan belajar Paket A yang terdiri atasPaket A1 sampai A100. Hingga tahun1995, program PBH masih terus dilakukan di sembilan provinsi dengan memperbaiki sistem pelatihan, metodologi pembelajaran, dan sistem penyelenggaraannya.Namun kenyataannya, dengan 8,7 jutapenduduk yang masih buta huruf belakangan ini Indonesia masih menyandangpredikat sebagai salah satu negara denganpenduduk buta aksara terbesar di dunia.Fakta yang cukup membuat gerah bangsaini.S