Page 29 - Majalah Berita Indonesia Edisi 82
P. 29
BERITAINDONESIA, Februari 2011 29BERITA NASIONALn KonstitusiPersoalan suksesi dimaksud sudah pernah terjadi ketika Sultan HB IX wafat tahun1988. Penerus jabatan gubernur DIY yangdiembannya sejak tahun 1945 itu menjadiperdebatan. Ketika itu, banyak yangmengharapkan jabatan itu diserahkankepada anaknya, Sultan Hamengku Buwono X. Namun, Pemerintah Pusat menunjuk Sri Paduka PA VIII, Wakil Gubernur sebagai Penjabat Gubernur.Kemudian ketika Sri Paduka PA VIII meninggal pada tahun 1998, juga memunculkan persoalan siapa penerusnya. Ketika itusempat terjadi perdebatan antara Pemerintah Pusat, DPRD Provinsi DIY, PihakKeraton Yogyakarta, Puro Paku Alaman,serta masyarakat. Atas desakan rakyat,Sultan HB X ditetapkan menjadi gubernur.Bicara soal suksesi di DIY ini, jika pemerintah menghendaki suksesi gubernur/wakil gubernur dilakukan dengan pemilihan, sebaliknya masyarakat Yogya menginginkan penetapan. Untuk mendukungkeinginan mereka, masyarakat sempatmenantang agar dilakukan referendum.Di samping itu, mereka juga melakukanunjuk rasa dengan berbagai lakon.Faraz Umaya, panitia acara kirab budaya 4 Januari 2011 lalu misalnya, menyatakan acara yang dibuatnya itu tidakhanya memeriahkan peristiwa sejarahYogyakarta sebagai ibu kota NKRI, tetapijuga ingin membuka mata pemerintahpusat tentang besarnya peran Yogyakartapada masa perjuangan awal kemerdekaan. “Tanpa Yogyakarta yang menawarkandiri menjadi ibu kota, belum tentu NKRIbisa menikmati kemerdekaan seperti sekarang,” katanya kepada pers. karena menurut Faraz, pemerintah pusat terkesaningin melupakan sejarah dan peran besarYogyakarta pada masa kemerdekaan.Sementara itu para pemerhati politik nasional terpecah menanggapi masalah suksesi gubernur ini. Sosiolog Hotman Siahaandari Unair Surabaya misalnya, sangatmendukung suksesi berdasarkan penetapan. Menurutnya, penilaian bahwa sistem pemerintahan di Provinsi DIY bersifatmonarki jelas salah alamat. Kalau toh adaanggapan monarki, istilah itu menurutnyadalam konteks simbolisasi kultural Jawa,bukan monarki politik. “Pemerintahan diYogyakarta menerapkan semua prinsip demokrasi dan administrasinya seperti halnya provinsi lain. Karena itu, tidak tepatjika Presiden tidak segera mengesahkankeistimewaan Yogyakarta,” katanya.Mayoritas fraksi di DPR juga mendukung penetapan. Mereka berpendapat,selain diinginkan rakyat, juga didukungoleh konstitusi yakni Pasal 18 UUD 1945telah menjamin keistimewaan sebuahdaerah. Jadi penetapan Sultan dan PakuAlam sebagai kepala daerah menurutmereka bukanlah bentuk monarki politik.Sebaliknya, anggota Komisi II dari FPartai Golkar Idrus Marhan berpendapat,seharusnya DIY tetap tunduk pada UUPemerintahan Daerah, dan gubernurwagub ditetapkan melalui pemilihanlangsung dalam pilkada. “Saya setujudengan keistimewaan Yogya. Tetapikeistimewaannya itu pada budaya, bukanpada tata kelola pemerintahan,” katanya.Pemerintah sendiri mengatakan tidakakan menghilangkan keistimewaan Yogyakarta, tapi keistimewaan itu tidak lagiseperti selama ini. Menurut MenhukhamPatrialis Akbar, beberapa keistimewaanyang dimaksud dalam RUU ini yakni:Pertama, Sultan HB dan Paduka PA tetapbertahta. Walaupun tidak menjadi gubernur dan wakil gubernur, mereka akan tetap menjadi orang nomor satu dan keduadi Yogya. Kedua, pemerintah daerah (Kabupaten/kota) yang terpilih harus meminta persetujuan apapun ke Sultanterkait pemerintahan. Bahkan DPRDdalam menyusun anggaran pun harusmeminta persetujuan Sultan.Ketiga, kalau Sultan dan Paku Alam mencalonkan diri sebagai gubernur dan wakilgubernur, maka pencalonan itu bersifatperorangan, tanpa melalui partai politik.Keempat, jika Sultan dan Paku Alammencalonkan diri, maka kerabat Keratonlainnya tidak boleh mencalonkan diri juga.Kelima, jika hanya satu-satunya calon,maka DPRD tidak lagi melakukan pemilihan terhadap Sultan dan Paku Alam.Mereka langsung dikukuhkan menjadigubernur dan wakil gubernur.Keenam, jika tidak terpilih menjadigubernur dan wakil gubernur, posisi Sultan dan Paku Alam adalah gubernurutama dan wakil gubernur utama. Posisiini berada di atas gubernur/kepala daerah. Apapun kebijakan kepala daerahharus meminta persetujuan pada gubernur utama (Sultan) dan wakil gubernurutama (Paku Alam).“Pokoknya, percayalah Yogya akanmendapat keistimewaan yang istimewa,”kata Patrialis. Dengan draft seperti itu,pemerintah, kata Patrialis, justru menempatkan Sultan dan Paku Alam pada posisitakhta yang segala-galanya di Yogya.Saat ini, draft RUUK DIY sudah diserahkan ke DPR untuk dibahas. Masyarakat Yogya sangat berharap keputusanyang diambil DPR akan sama dengan keputusan yang telah diambil oleh DPRDYogyakarta yang sepakat menghendakisuksesi kepemimpinan di daerah inidilakukan dengan penetapan. Tapi sebelum masuk ke pembahasan substansipermasalahan, antara DPR dan DPDmalah terjadi selisih pendapat.Sengketa antar dua wakil rakyat itu berawal dari Komisi II DPR yang ditunjukmembahas RUUK DIY tidak melibatkanDPD dalam seluruh proses pembahasan.DPD hanya dilibatkan dalam dua dari tigakegiatan pembahasan tingkat I, yaknipengantar musyawarah dan penyampaianpendapat mini, sedangkan dalam pembahasan daftar inventarisasi masalah, mereka tidak dilibatkan.DPD kecewa dan menilai pandanganDPR tidak sejalan dengan pasal 22 Damandemen UUD 1945 yang menyebutkan DPD ikut membahas perundangundangan yang berkaitan dengan daerah.Sementara DPR mengaku mengacu kepada pasal 150 UU MD3 yang hanya memberi ruang DPD untuk memberikan pengantar awal dan penyampaian pandangan pendek.Buntut dari perseteruan ini, DPD akanmengajukan uji materi Undang-Undangnomor 27/2009 Tentang MPR, DPR,DPD, DPRD (MD3) ke Mahkamah Konstitusi. MSUK DIY