Page 21 - Majalah Berita Indonesia Edisi 83
P. 21
BERITAINDONESIA, Maret - 10 April 2011 21BERITA UTAMAKejaksaan Tinggi Kalimantan Timurdipanggil ke Jakarta untuk menelitikembali berkas perkara yang pernahditanganinya 12 tahun silam. FariedHarianto adalah jaksa penyidik danpenuntut umum perkara korupsi proyekJakarta Outer Ring Road. Dia ditugaskanmeneliti ulang dokumen dan berkasperkara itu.Perkara korupsi yang semula didugamerugikan negara Rp 1 triliun itu disidiksejak awal 1999. Dua proyek jalan tol itudikelola PT Citra Marga Nusaphala Persada dan PT Marga Nurindo Bhakti. Kalaitu, Djoko, Tjokorda Raka Sukawati(mantan Direktur Utama PT HutamaKarya), dan Thamrin Tanjung (mantanDirektur Marga Nurindo) ditetapkansebagai tersangka. Mereka dituduh salahmenggunakan dana hasil penerbitan suratutang senilai Rp 1,048 triliun plus US$ 471juta. Namun, Djoko akhirnya bebaskarena Kejaksaan Agung menghentikanpenyidikan. Tjokorda dihukum satu tahunpenjara dengan masa percobaan duatahun. Thamrin dipenjara dua tahun.Faried pun kembali membuka seluruhdokumen perkara. Semua keterangantersangka dan saksi dibaca ulang. Tapitidak ada saksi atau tersangka yangmenyebut nama Taufiq Kiemas. Demikianpula Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan Marwan Effendy juga proaktifmembuka lagi dokumen register perkarayang pernah masuk Kejaksaan Agung.“Tapi tidak ditemukan perkara yangmenyangkut nama Pak Taufiq,” katanya.(Majalah Tempo, 21 Maret 2011).Ketua Fraksi PDI Perjuangan, TjahjoKumolo mendesak pihak KementerianLuar Negeri segera mengejar informasilangsung dan meminta klarifikasi dari“Wikileaks” mengenai kebenaran danmotivasi membocorkan nota diplomatikyang isinya memojokkan Presiden danKetua MPR RI itu.Tjahjo Kumolo yang juga Sekjen DPPPDI Perjuangan (PDI-P) di Jakarta, Sabtu12 Maret 2011 mengatakan, walau bocoran media asing itu hanya ingin membuat keruh suasana di Indonesia denganpolitik adu domba, tetap saja hal ini harusada klarifikasi, langsung dari pihakpembocor itu sendiri.Tjahjo Kumolo menambahkan agarkiranya Hendarman Supandji, mantanJaksa Agung juga memberikan klarifikasi.“Karena ini terkait kelembagaan negaradan kepresidenan, walaupun berita tersebut katanya cuma isu,” ujar Tjahjo.Tomy Winata, Hak JawabSementara pengusaha Tomy Winata,pengusaha yang disebut sebagai cukongPresiden Susilo Bambang Yudhoyono,telah mengirimkan hak jawab kepada duaharian Australia tersebut. Dalam hakjawabnya, Tomy menyatakan, beritamengenai dirinya itu adalah tidak benar,tendensius dan dapat berdampak burukpada kinerja perusahaannya, yaitu ArthaGraha. Tomy meminta dua harian itumeluruskan pemberitaannya.“Hubungan kami dengan PresidenYudhoyono dan Ibu Ani Yudhoyonosebatas hubungan antara anak bangsayang loyal kepada pemimpinnya,” tegasTW, panggilan akrabnya. Dia mengakutidak pernah memberi uang atau apa pundan lewat siapa pun yang ditujukankepada Presiden Yudhoyono atau Ibu Ani.Tomy mengakui, telah mengenal lamadan baik TB Silalahi. Bahkan, TB Silalahidisebutnya merupakan mentor dan gurupada awal pertumbuhan Artha Graha Network. “Namun, tuduhan bahwa beliausebagai jembatan kami ke pusat pemerintahan, adalah tidak benar,” ujar Tomy.Dalam keterangan pers di Hotel Borobudur, Jakarta, Minggu (13/3/2011)petang, Tomy Winata, bahkan mengakurela menjilat sepatu kotor para wartawan.“Jadi, andaikata saya ini harus jilat sepatubapak-bapak (para wartawan) yang penuhdengan kotoran, harga diri saya itu tidakdirendahkan oleh bapak-bapak. Demi 1juta keluarga yang harus hidup bulanbulan ke depan. Asal itu jangan jadi beritayang dipercaya,” ungkap bos Artha Grahaitu.TW menegaskan, berita yang dilansirThe Age dan The Sydney Morning Herald sangat tidak bisa dipertanggungjawabkan dan tidak benar. KedutaanBesar Amerika Serikat sudah menyampaikan penyesalan dan membantah beritaitu.Sudi Silalahi, MA MembantahTerkait disebutnya nama Menteri Sekretaris Negara Sudi Silalahi, MahkamahAgung membantah informasi hakimmenerima intimidasi dari Sudi Silalahisaat menjabat Sekkab dalam kasus PartaiKebangkitan Bangsa (PKB) seperti yangdiberitakan harian Australia, The Age danSidney Herald Morning dengan sumberkawat diplomatik yang dibocorkan situsWikileaks. Disebut bahwa SBY melaluiSudi Silalahi melakukan intimidasi padahakim, dalam kasus sengketa kepengurusan PKB 2006. Sudi meminta padahakim untuk tidak memenangkan PKBGus Dur.Ketua MA Harifin Tumpa juga membantah adanya hakim menerima Rp.3milyar terkait sengketa PKB itu. “Buktikanlah kalau itu benar. Mana buktinya.Kalau ada buktinya, serahkan ke KPK.Kalau memang ada, buktikan siapa yangmenerima,” kata Ketua MA Harifin Tumpa, di Gedung MA, Jakarta, Jumat (11/3/2011).Harifin Tumpa mengatakan, pemberitaan kedua harian tersebut bisa menjadimasalah antarkedua negara. Oleh karenaitu, katanya, kewenangan pemerintahyang harus menyelesaikan hal tersebut.Jusuf Kalla Mengaku Itu LazimBerita koran Australia, The Age danSidney Morning Herald, yang sempatmenggemparkan publik, lantaran selainmenyebut penyalahgunaan kekuasaanoleh Presiden SBY, juga menyebut mantanWapres JK memberikan suap untukmerebut kursi Ketua Umum Golkar padasaat kongres Desember 2004.Dalam laporan Diplomat AS yangdibocorkan Wikileaks, menyebutkan JKharus merogoh 6 juta dollar AS atausekitar Rp 52.785.000.000 untuk meraih243 suara yang diperlukan. Disebutkan,berdasarkan berbagai sumber yang dekatdengan kandidat utama, tim Kalla menawarkan setiap pengurus daerah Rp 200juta (lebih dari US$ 22.000).Jusuf Kalla membantah melakukanmoney politic. Kalla mengaku hanyamemberikan pengganti akomodasi dantransportasi bagi peserta Golkar, bukannya melakukan money politic untuk menduduki kursi nomor satu di Partai Golkar.“Dalam Kongres yang dihadiri 3.000peserta perlu akomodasi dan transportasi.Apalagi menggunakan uang sendiri danpendukung lainnya. Saya kira itu bisadipertanggungjawabkan. Biasanya yangmenang (dalam Kongres) itu membantupeserta kongres untuk tiket pulang danhotel dan itu kita bantu,” jelas Jusuf Kallakepada pers, Jumat (11/03/2011).“Saya tanya kalau (peserta KongresGolkar) hadir (mengikuti kongres) danpulang (ke daerahnya) bagaimana untukbayar tiket mereka. Di mana merekamenginap,” katanya. Hal itu, menurutnya,lazim dilakukan ketua umum terpilih diPartai Golkar. Dan jumlahnya tidaksampai 6 milyar rupiah. BITommy Winata: Berita itu tidak benar