Page 24 - Majalah Berita Indonesia Edisi 83
P. 24


                                    24 BERITAINDONESIA, Maret - 10 April 2011BERITA UTAMAfoto-foto: reproThe Age dan The Sidney Morning Herald,telah menjadi perhatian Amerika Serikat(AS), bahkan telah menjadi sasaran intelijenAS. Dengan demikian, tidak mustahil ASmelakukan penyadapan terhadap berita daninformasi dari dalam negeri.Tubagus Hasanuddin melihat kemungkinan AS memandang perlu mengawasidan mendapatkan informasi yang akuratmengingat peran Indonesia di ASEAN dandi Asia Pasifik, terutama hubungannyadengan China dan Korut.Dia pun memandang perlu seleksi ketatuntuk para pejabat dan agen intelijen yangdirekrut, terutama terkait ketaatan danloyalitasnya kepada Negara KesatuanRepublik Indonesia.Sementara itu, mantan Kepala BadanIntelejen Negara, AM Hendropriyono,Jumat (11/3/2011) mengharapkan intelejen bekerja lebih keras agar stabilitasdalam negeri tidak terganggu terkaitdengan berita di harian The Age dan TheSidney Morning Herald. “Intelijen haruskerja keras agar berita-berita eksternaltidak mengganggu stabilitas dalam negeri.Sebab dalam situasi dimana terjadi krisiskepercayaan, membantah saja tidakcukup,” kata AM Hendropriyono.Menurutnya, periode akhir sebuahpemerintahan biasanya memang lebihramai karena banyak pihak yang berebutingin menjadi pengganti SBY. Apalagimenurut hasil survei, saat ini popularitasSBY menurun. “Kepercayaan terhadappemerintahannya otomatis juga menurun.Saat terjadi krisis kepercayaan sepertisekarang, maka segala berita maupun gosipakan sangat berpengaruh besar,” tukasnya.Padahal, menurut Hendropriyono pemberitaan yang dilansir oleh The Age danThe Sidney Morning Herald bukan sesuatu yang baru. Apalagi dokumen Wikileaks sudah beredar cukup lama. “Namunkarena saat ini kita ibarat orang sakit, saatada orang yang datang membawa virus,kita bisa mati. Artinya, kalau negara stabil,berita semacam itu tidak akan berpengaruh apa-apa,” tandasnya.Hendropriyono menambahkan, intelijen harus bisa bekerja dengan pendekatan yang lebih cerdas. Antara laindengan bekerjasama dengan media-medianasional dan internasional. Termasukberkawan dengan pihak-pihak yangbertentangan dengan pemerintahan.Walaupun Hendropriyono mengaku tidakpercaya bahwa pemberitaan negatifmengenai SBY merupakan bagian darisebuah desain. Sebab, menurutnya, desain seperti itu terlalu berat dan mahal.Menyikapi fenomena Wikileaks, WakilMenteri Pertahanan Sjafrie Samsoedin diJakarta, Senin (14/3/2011) mengatakanbahwa dunia strategi dan pertahanansedang memasuki babak baru, yakniperang asimetris. “Kita harus menanggalkan cara berpikir perang konvensional.Banyak hal yang terjadi tanpa disadariadalah dampak perang asimetri. Mediadigunakan sedemikian rupa mengumbarsensasi. Perang asimetri itu bukan menghadapkan senjata dengan senjata atautentara melawan tentara,” ujarnya.Sjafrie mengingatkan, negara yangsecara ekonomi dan kesenjataan lemahadalah sasaran utama perang asimetris.Sebagai contoh, media internet atau media massa tanpa sadar dipakai untukmemengaruhi cara berpikir atau melemahkan bangsa.Menurut Sjafrie Samsoedin, setelahteknologi perang nuklir, dunia mengenalistilah baru, perang asimetri atau assimetric warfare. Perang asimetri berlangsung dalam pelbagai mandala, sepertipemberitaan media massa, jejaring sosialdunia maya, tanpa satuan tempur, danterkadang tanpa aktor negara sebagai belligerent atau pihak yang bertempur.Sementara, Presiden Susilo BambangYudhoyono ketika membuka Jakarta International Defense Dialog di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta, Rabu (23/3/2011), juga mengatakan, peran aktornon-negara pada saat ini semakin menguat. Aktor non-negara itu misalnya,media, kelompok masyarakat madani,LSM, perusahaan-perusahaan, dan individu-individu lainnya. Mereka, menurutPresiden, memaksa pemerintah untukmengubah cara berpikirnya.“Selain mereka, ada pula kelompok lainyang memiliki kekuatan untuk memengaruhi implikasi politik dan keamananketika melakukan aksinya, salah satunyaadalah Wikileaks,” kata Presiden. Menurut Presiden, sekelompok kecil orang diWikileaks dengan anti-establishmentagenda, misalnya, telah merepotkanpemerintah di berbagai negara di dunia,dengan segala implikasi politik dankeamanan. „ BI/CRSPRESIDEN SBY: Peran aktor non-negara, seperti media, LSM dan yang lain semakin menguat sehingga memaksa pemerintah untuk mengubahcara berpikirnya.Hikmahanto Juwana
                                
   18   19   20   21   22   23   24   25   26   27   28