Page 26 - Majalah Berita Indonesia Edisi 85
P. 26


                                    26 BERITAINDONESIA, Desember 2012OPINI POLHUKAM Zmasalah etika dan sopan santun baiksecara personal maupun secara institusional. Reformasi hukum diterjemahkansebagai “serba terbuka” yang memilikikonotasi berbeda dengan “transparansi”yang harus dilandaskan pada aturanhukum.Akibat dari kondisi serba tidak jelasbatas-batas mana yang “transparan” danmana yang “serba terbuka” serta manayang beretika dan tidak sopan dan tidaksantun, maka kondisi riel penegakan hukumtengah mengalami anomi dan distorsiaturan hukum yang patut dan tidak patutserta disusul dengan tingkat kepercayaanmasyarakat terhadap pejabat publik,lembaga pemerintah dan institusi penegakhukum termasuk KPK yang semakinrendah.Dilema penegakan hukum yang kinitengah dialami juga disebabkan arus kuattekanan publik dan pers yang telahmengalahkan ketahanan birokrasi danpenegak hukum di dalam meyakinkanmasyarakat luas tentang keabsahan dankebenaran langkah hukum yang telahdilakukannya dalam berbagai kasusterutama kasus korupsi. Kondisi serba tidakpercaya diri di dalam menangani perkarayang menarik perhatian masyarakat luasyang melanda penegak hukum merupakanpertanda buruk di dalam menjaga tegaknyakepastian hukum, keadilan dan kemanfaatan di dalam suatu negara hukum.Hal ini disebabkan pada akhirnyalembaga penegak hukum hanya menjadi‘perantara’ keinginan publik untuk menghukum atau tidak menghukum seseorangyang diduga terlibat dalam perkara pidana.Imparsialitas, Integritas, dan Akuntabilitas(IIA) pejabat publik khususnya lembagapenegak hukum merupakan conditio sine quanon terhadap tinggi rendahnya tingkatkepercayaan publik terhadap lembagadimaksud. IIA ini hanya dapat dengan tegakdijalankan jika tidak ada intervensi dari siapapun dan dari lembaga manapun juga jikapimpinan lembaga penegak hukum dapatmengatasi intervensi tersebut.Melihat kondisi dilematis dalam penegakanhukum, kiranya patut kita pertanyakanmengenai arah reformasi birokrasi di dalamtubuh lembaga penegakan hukum saat ini. Didalam menghadapi kondisi riel penegakanhukum khususnya pemberantasan korupsidewasa ini tampak pemerintah kehilangan arahreformasi di bidang penegakan hukumterutama dalam pemberantasan korupsi.Pertanyaan ini mengandung implikasi: politikhukum apakah dan yang bagaimanakah yanghendak dijalankan pemerintah di dalampenegakan hukum khususnya pemberantasankorupsi. Politik hukum pidana bertolak daridoktrin membedakan antara politik hukummewujudkan keadilan retributif, keadilandistributif, keadilan komutatif atau keadilanrestoratif. Model keadilan terakhir mengutamakan rekonsiliasi dan menghindarkanpersengketaan yang lebih mendahulukankonflik antara para pihak yang berperkaraatau antara lembaga penegak hukum sebagaiwakil negara dengan warga negara.Ataukah pemerintah memiliki komitmensungguh-sungguh untuk menegakkan hukumversi ajaran Kelsen yang menafikan kepentingan moral dan kesusilaan dalam penegakanhukum kecuali hanya semata-mata bersumberpada hukum yang lebih tinggi yang dijadikandasar penegakan hukum. Jika ajaran ini yangakan diikuti maka konsekuensi logis bagiaparat penegak hukum adalah hanya melihatfakta hukum semata-mata sebagai suatusistem norma (normative system) yangmengandalkan aturan dan logika (rules andOleh Prof.Dr. Romli Atmasasmita Oleh Prof.Dr. Romli AtmasasmitaArah PolitikPenegakan HukumSSaat ini iklim pembentukan danpenegakan hukum tengah dilandaeuforia reformasi dengan kondisitanpa arah yang jelas. Tampakpemerintah kehilangan arahreformasi di bidang penegakanhukum terutama dalampemberantasan korupsi.“Politik hukumpidana bertolak daridoktrinmembedakanantara politikhukum mewujudkankeadilan retributif,keadilan distributif,keadilan komutatifatau keadilanrestoratif.”aat ini politik pencitraan hukumtampak lebih ditonjolkan denganmengunggulkan ‘serba terbuka’kepada publik tanpa menghiraukanGuru Besar EmeritusUniversitas Padjajaran,Pembelajar HukumPidana, mantan KetuaTim Perumus UUAntikorupsi dan UUKPK dan Ketua PanselKPK Pertama,Koordinator ProgramDoktor Unpad sertaKetua Umum Mahupiki(Masyarakat HukumPidana dan Kriminologi Indonesia).
                                
   20   21   22   23   24   25   26   27   28   29   30