Page 27 - Majalah Berita Indonesia Edisi 85
P. 27
BERITAINDONESIA, Desember 2012 27Y OPINI POLHUKAMlogic) – (Roger Cotterrell, 2003).Jika pemerintah memiliki komitmen penegakan hukum berkiblat pada ajaran RoscouPound, “pragmatic legal realism” yangmenegaskan bahwa “law as a tool of socialengineering” atau “hukum merupakan saranapembaharuan masyarakat” (MochtarKusumaatmadja) maka apakah hukum yangberlaku saat ini sudah cukup memadai untukmembawa perubahan pandangan masyarakatke arah yang lebih maju atau sesuai dengannilai peradaban modern saat ini?Jika komitmen politik hukum (penegakanhukum) pemerintah adalah agar hukum lebihmendekati kenyataan sosial atau hukum yanghidup dalam masyarakat (Eugen Erhlich),maka apakah pemerintah telah dapatmeyakinkan masyarakat luas tentangkebutuhan yang riel dan mendesak darimasyarakat Indonesia saat ini dalam berbagaikehidupan sosial ekonomi atau apakahpemerintah akan memelihara keragaman adatdan budaya setempat sebagai salah satualternatif solusi dari tegaknya kepastianhukum, keadilan dan kemanfaatan dalamkehidupan masyarakat?Sudah tentu jika kerangka teoritik hukummasih melekat pada para pengambil keputusanbaik pemerintah dan badan legislatif, tampakmasih banyak jalan menuju ke roma untuksolusi carut marut pembentukan undangundang dan penegakan hukum di Tanah Airtercinta ini. Dewasa ini yang tampakmengemuka adalah komitmen pemerintah telahmelepaskan diri dari kerangka teoritik hukumyang juga telah dianut dan diterapkan dinegara maju sehingga mengakibatkan tidakjelas lagi, fungsi dan peranan hukum dalampembangunan nasional abad ke 21 menghadapi era globalisasi.Sudah tentu masyarakat luas terutamamereka yang paham hukum mendambakanadanya suatu sikap politik pemerintah dibidang pembentukan hukum dan penegakanhukum yang memiliki visi dan misi yang jelasdisertai landasan pemikiran (teoritik danpraksis) di dalam berbagai bidang kehidupanterutama perekonomian, perbankan, perdagangan dan penegakan hukum (pidana) yangdapat menegakkan kedaulatan hukum NegaraRI.Disharmonisasi dan konflik pembentukanhukum dan penegakan hukum yang saat initerjadi di tengah-tengah masyarakatdisebabkan tidak jelasnya arah politik hukum(pembentukan dan penegakan hukum)pemerintah ketika mulai menjalankan rodareformasi sejak tahun 1998 yang lampausampai saat ini.Solusi dari kondisi tanpa arah jelas, baikdalam pembentukan hukum maupun dalampenegakan hukum, seharusnya bercerminpada: Pertama, mengingatkan para legislatordan eksekutif mengenai fungsi filsafat hukumyang bercita-cita menempatkan hukum dalamtempat dan perspektif yang tepat sebagaibagian dari usaha manusia menjadikan duniaini suatu tempat yang lebih pantas untukdidiaminya (Mochtar Kusumaatmadja, 1986).Dalam konteks hukum di Indonesia, fungsifilsafat hukum adalah menghaluskan pemikirantentang hukum bukan semata-mata sebagaisistem norma (normative system) melainkanlebih dari itu, yaitu merupakan sistem nilai(values system) yang lebih hidup dan dinamismengikuti perkembangan perubahan yangterjadi di dalam masyarakat;Cermin kedua yang perlu diperhatikan olehlegislator dan eksekutif adalah fungsi hukumharus dapat menciptakan ketertiban,keteraturan, kedamaian dan keharmonisandalam kehidupan masyarakat (fungsiintegratif), terlepas dari topik undang-undangyang direncanakan dan termasuk ke dalamagenda Prolegnas. Atas dasar inilah makafungsi dan peranan harmonisasi dansinkronisasi perancangan dalam setiap UUsangat menentukan apakah pasca pengesahan, UU dimaksud memperoleh akseptabilitasyang tinggi atau rendah dari masyarakat luasatau bahkan menciptakan konflik sosial ataukonflik kelembagaan baru.Cermin ketiga, kenyataan lembaga penegakhukum di Indonesia sejak dikeluarkannya UUKepolisian, UU Kejaksaan dan UU KekuasaanKehakiman, adalah representasi kemandiriankelembagaan secara organisasi dan strukturalsatu sama lain. Berlainan halnya ketika dibawah hukum Hindia Belanda di mana Jaksatermasuk kekuasaan kehakiman di bawahMenteri Kehakiman, dan Polisi merupakanpembantu jaksa. Konsekuensi logis darikeberadaan UU organik di atas, seharusnyatidak ada lagi pemikiran subordinasi antarkelembagaan penegak hukum, apalagi saatini kontrol masyarakat dan kebebasan persyang telah menguat, didukung oleh keberadaan Komisi Kepolisian dan Komisi Kejaksaandan Komisi Yudisial, yang diharapkan lebihampuh dan efektif ketimbang peranansupervisi dan koordinasi antara instansipenegak hukum itu sendiri.Sesungguhya pemikiran subordinatif lebihmencerminkan “berburuk sangka” daripada“berbaik sangka” antara lembaga penegakhukum; hal ini potensial memicu konflikkelembagaan dan meningkatkan arogansisektoral di antara lembaga tersebut.Penyusunan RUU HAP baru penggantiKUHAP 1981 seharusnya mempertimbangkanhal tersebut secara serius.Arah politik penegakan hukum jauh lebihpenting untuk ditetapkan daripada penegakanhukum yang bersifat “instan” dan “adhoc”sehingga dalam jangka panjang kita akanmemperoleh suatu jaminan kepastian hukumdan perlindungan hukum dari pemerintah didalam mengarungi berbagai bidang kehidupanbaik sosial, ekonomi, politik, budaya danagama. BERINDO“Arah politikpenegakan hukumjauh lebih pentingditetapkan daripadapenegakan hukumyang bersifat instandan adhoc, sehinggadalam jangkapanjang kita akanmemperoleh suatujaminan kepastiandan perlindunganhukum daripemerintah.”