Page 11 - Majalah Berita Indonesia Edisi 88
P. 11
BERITAINDONESIA, Mei 2013 11YBERITA UTAMAsia. Rakyat lapar dan miskin semakinbanyak. Krisis pangan pun semakinmemburuk,” kataHenry Saragih dalamacara Petisi Kedaulatan Pangan RakyatIndonesia, di TamanMenteng, Jakarta.Menurut Henry,harga pangan yangterjadi sekarang ini, sebagai akibat dariditerapkannya sistem neoliberilismemelalui World Trade Organizations danFree Trade Agreement. Akibatnya pertanian terkonsentrasi pada pertanian ekspor dan monokultur. Selain itu, kataHenry, saat ini terus terjadi perampasantanah-tanah rakyat dan penguasaantanah-tanah negara oleh korporasikorporasi besar. “Hal ini membuat parahadap konstitusi Indonesia, terutama pada pasal 33 UUD 1945, dan juga pasal 27ayat 2, 31, dan 34,” kata Henry, petani yangdinobatkan The Guardian pada 2011 sebagai salah satu dari 20 orang tokoh yangakan paling memengaruhi kondisi lingkungan hidup di dunia (Green Giants).Wakil Ketua MPR RI, Ahmad FarhanHamid, mengatakan politik pangan negara tidak jelas. Pemerintah semestinyapunya politik panganyang jelas. “Kini hampir semua pangan nasional diimpor. Dalamhal ini, kita tidak punya kemandirian sebagai bangsa. Padahal, Indonesia pernah jadi negara swasembada beras. Bahkan, politik pangansudah dibangun sejak masa-masaHenry Saragih, Ketua Umum Serikat Petani Indonesia dan Koordinator Umum Gerakan PetaniInternasional: “Indonesia semakin tidak berdaulatatas pangannya. Pemerintah Indonesia pun semakintidak berdaya membendung kekuatan korporasi dankepentingan asing yang semakin ‘menggila’,mencengkeramkan cakarnya ke dalam kedaulatanpangan bangsa Indonesia. Rakyat lapar dan miskinsemakin banyak. Krisis pangan pun semakinmemburuk.”pangan antara menteri pertanian denganmenteri perdagangan, kontainer yangmembawa bawang impor telah tiba?“Inilah penimbunan yang pengaruhiharga. Fenomena ini persis dengan imporberas, ketika masih dibahas, beras impornya sudah mendarat,” paparnya.Selain itu, Gunawan menilai bahwa UUNo 18 Tahun 2012 tentang Pangan ambiguitas, terkait dengan tidak jelasnyastandar dan indikator hak atas panganbagi rakyat Indonesia. Memang, kata dia,ada pernyataan bahwa hak atas panganadalah HAM. Tapi seperti apa standar danindikator pemenuhan hak atas pangan itutidak jelas,” kata Gunawan.Ketidakjelasan dalam UU Pangan tersebut juga menyangkut upaya untuk reformasi agraria. “Padahal untuk mencapaipemenuhan hak pangan, maka seyogyanyaharus mewujudkan ketahanan dan kedaulatan pangan dengan bertumpu pada hasilpertanian lokal dan itu harus diawalidengan reformasi agraria,” kata Gunawan.Menurut Gunawan agar kebutuhan pangan bisa terpenuhi dan petani juga bisasejahtera, maka harus ada reformasi agraria yang sebenarnya, bukan slogan semata.Menurut SyaykhPanji Gumilang kinipolitik pangan Indonesia lebih berpihak efisiensi ketimbang orientasi kemandirianpangan yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.Pemerintah lebih memilih kebijakan impordengan alasan lebih efisien (murah) daripada susah-payah membenahi pertanian yangdigumuli jutaan rakyat petani Indonesia.Menurutnya, salah kaprah ini merajalelasemenjak amandemen UUD 1945 yangmembuka pintu lebar-lebar bagi ekonomineolib dan menghimpit ekonomi kerakyatan.Syaykh Panji Gumilang berharap agarpemerintah jangan hanya mengedepankan efisiensi. Tapi lebih mengutamakantujuan awal agar bangsa ini mandiridalam pengadaan pangannya sendiri.Sebab, menurutnya, hal itu bisa dilakukanwalau dengan lahan pertanian teknis yangada saat ini. “Benahi kehidupan petanidengan cara mendukung petani,” katanya.(Selengkapnya, baca WawancaraSyaykh Panji Gumilang: Politik PanganMinus Kemandirian).Ketua Umum Serikat Petani Indonesia(SPI) dan Koordinator Umum La ViaCampesina (Gerakan Petani Internasional)Henry Saragih mengatakan Indonesiasemakin tidak berdaulat atas pangannya.“Pemerintah Indonesia pun semakin tidakberdaya membendung kekuatan korporasidan kepentingan asing yang semakin‘menggila’, mencengkeramkan cakarnya kedalam kedaulatan pangan bangsa Indonepetani dan masyarakat adat asli tergusur.Bukan hanya itu, penggusuran ini jugadiikuti dengan kekerasan dan kriminalisasi terhadap petani dan masyarakatadat,” keluhnya.Henry melihat bahwa pemerintah Indonesia saat ini telah salah arah dalammengambil kebijakan pembangunan pertanian dan pangan di Indonesia. “Pemerintah Indonesia sudah tidak sanggup lagimenjaga kedaulatan pangan rakyat Indonesia. Pemerintah Indonesia telah menyerahkan kebijakan pangan Indonesia padaperangkap perdagangan bebas pangandunia, ke tangan para spekulan pangandunia, mendorong pemenuhan panganIndonesia dari hasil impor,” kata Henry.“Pemerintah Indonesia telah membiarkan bumi, air dan kekayaan alam yangterkandung di dalamnya bukan untuk memenuhi dan melindungi kebutuhan pangan rakyat Indonesia, tetapi sebaliknyauntuk kepentingan perusahaan-perusahaan besar. Semua ini menunjukkan bahwa pemerintah Indonesia telah abai terkerajaan, seperti kerajaan Mataram dankerajaan lainnya. Mimpi nabi Yusuf itusebetulnya menggambarkan politik pangan. Sayangnya, bangsa kita tidak belajardari sejarah dan tidak mampu menafsirkannya,” kata Wakil Ketua MPR RI,Ahmad Farhan Hamid, dalam Dialog Pilar Negara MPR yang bertajuk PolitikPangan Pemerintah Indonesia di GedungNusantara IV, Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Senin 6/8/2012.Sementara itu, GuruBesar Universitas Lampung (Unila) BustanulArifin mengatakan, kesalahan pemerintah telah berlangsung sejaklama, sehingga ketergantungan pada bahanpangan impor tidak dapat dihindari. Dia berharap pemerintahlebih serius meningkatkan sektor pertanian mulai dari hulu seperti lahan, input,kredit, infrastruktur, pemberdayaanmanusia hingga ke hilir yakni industri