Page 26 - Majalah Berita Indonesia Edisi 97
P. 26


                                    26 BERITAINDONESIA, Edisi 97BERITA EKONOMI26Praktek Penyimpangan Sistem Ekonomi PancasilaDr. Fuad Bawazier, MA mengatakan dalam perjalanan panjang bangsa ini, telah terjadi beberapa praktek penyimpangan dari Sistem Ekonomi Pancasila. Seringkali penyimpangan itu karena keberpihakan yang salah yaitu kepada orang-perorang (pengusaha), bukannya kepada rakyat banyak. Juga karena ambisi kekuasaan/jabatan dan kekayaan.Moderator:Anis Khaerunnisa S.Th.I memandu dengan apik kuliah umum Sistem Ekonomi Pancasila di Al-Zaytun, Senin, 30/10/2017.Fuad Bawazier, mantan Menteri Keu angan RI dan Dirjen Pajak, menegaskan hal itu dalam kuliah umumnya bertajuk Sistem Ekonomi Pancasila, Memaknai Pasal 33 UUD 1945 di Masjid Rahmatan Lil’Alamin, Kampus Al-Zaytun, Senin, 30 Oktober 2017. Kuliah umum itu diikuti santri kelas 12, mahasiswa, wali santri dan eksponen Ma’had Al-Zaytun berjumlah 4.000-an peserta. Kuliah umum itu dipandu dengan apik oleh moderator Anis Khaerunnisa S.Th.I, putri Syaykh Panji Gumilang.Setelah menguraikan apa itu sistem eko nomi Pancasila dan membandingkannya dengan ekonomi kapitalis dan ekonomi sosialis, serta keberpihakan versus efi siensi, Fuad Bawazier menguraikan enam penyim pangan yang layak dikemukakan yakni: 1) Kebijakan trickle down eff ect; 2) APBN defi sit dibilang APBN berimbang; 3) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI); 4) Bulog dan Pertamina; 5) Privatisasi BUMN; dan 6) Penguasaan Tanah.1. Kebijakan trickle down effectDalam masa pemerintahan Orde Baru kebijakan trickle down eff ect ini mendasarkan pada pemikiran perlunya “kue eko nomi nasional” atau PDB yang terlebih dahulu dibesarkan melalui tangan pengusaha (kapitalis) besar yang difasi litasi atau diberi keistimewaankeistime waan tertentu oleh pemerintah de ngan harapan setelah berhasil maka kue yang dibesarkan itu akan mengucur ke bawah. Dalam kenyataannya, ketika kemudian pemerintah menyadari bahwa kue itu tidak menetes ke bawah seperti yang diharapkan, Presiden Soeharto menghimbau para pengusaha besar itu di Tapos-Bogor untuk membagikan 25% kepemilikannya kepada koperasi. De facto para pengusaha itu berkeberatan. Proses yang salah ini, yaitu mengejar efi siensi bukan keberpihakan, mengejar pertumbuhan semata-mata de ngan melupakan pemerataan telah melahirkan jurang yang membesar antara the have and the have not yang terlihat dalam angka Gini ratio yang memburuk, maupun ber bagai indikator kesejahteraan sosial lainnya yang tidak kunjung membaik. Pertumbuhan ekonomi tahun 2016 hanya mencapai 5,02% yang meskipun nampak nya tinggi sesungguhnya tidak cukup untuk menyerap angkatan kerja 
                                
   20   21   22   23   24   25   26   27   28   29   30