Diplomat Karir Kaya Prestasi
Makarim Wibisono
[ENSIKLOPEDI] Empat bulan setelah ditugaskan memimpin Perwakilan Tetap RI di PBB Geneva September 2004, Makarim Wibisono menjadi orang Indonesia pertama yang menjabat sebagai Ketua Komisi Hak Asasi Manusia (HAM) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), forum tertinggi di PBB untuk promosi dan perlindungan HAM. Padahal, Indonesia kerap mendapat sindiran pedas jika menyangkut perihal HAM.
Sebagai Ketua dalam Sidang Ke-51 Komisi Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (Komisi HAM PBB) yang digelar di Geneva, Swiss, 15 Maret-22 April 2005, ia berharap melalui event ini bangsa Indonesia dapat memperkenalkan perspekstif nasional mengenai nilai-nilai HAM serta sekaligus memperbaiki dan meningkatkan penghormatan kepada nilai-nilai HAM.
Makarim Wibisono bukan orang baru di dunia diplomasi bilateral dan multilateral. Selama lebih dari 30 tahun pengabdiannya sebagai diplomat karir, Makarim telah merambah ke berbagai negara diantaranya Brazil, Washington DC, dan terakhir di New York. Kebanyakan, ia mengurusi hubungan ekonomi dan dagang antarnegara.
Sebelum menjadi diplomat karir Departemen Luar Negeri, Makarim Wibisono pernah menjadi editor Majalah Berita Ekspres, 1970-1972. Berbekal pengalaman sebagai wartawan tersebut, di saat menekuni karir diplomat, Makarim dikenal sebagai sosok yang terbuka dan cukup familiar dengan kalangan wartawan.
Lulusan Fisipol Universitas Gadjah Mada ini kemudian bergabung ke Departemen Luar Negeri sejak tahun 1972. Awalnya, hingga tahun 1982, dia memang masih berkutat di dalam negeri dengan menjalani hampir semua direktorat di Departemen Luar Negeri. Setelah mengambil gelar master di The Paul Nitze School di John Hopkins University Washington DC (1984) dilanjutkan dengan master sekaligus gelar doktor di Political Economy di Ohio State University, Columbus, Ohio (1987), Makarim kembali ke Indonesia untuk setahun. Tapi sejak tahun 1988, ketika dia kembali ke AS menjadi Minister Counsellor di Kedutaan Besar Indonesia di Washington DC.
Makarim mulai bergaul dengan perundingan multilateral sejak tahun 1991, ketika diangkat menjadi Minister Counsellor di Perwakilan Tetap RI di PBB, New York. Sejak itulah lelaki kelahiran Mataram, 8 Mei 1947 ini terus mengukir prestasinya sebagai diplomat multilateral mulai dari Grup 77, UNCTAD UNDP, ESCAP ASEAN, APEC, sampai IOR-ARC.
Dia pernah menjadi Deputi Wakil Tetap Permanent Mission of Indonesia di PBB New York (1994-1997) dan Ketua Grup 77 (1998). Dia juga menjadi orang Indonesia pertama yang menjabat President Economic and Social Council di PBB New York. Dia juga menjadi Ketua World Peace Assembly on Interreligious and Dialogue Among Civilizations di PBB (2000), serta Ketua Tim Antiterorisme untuk APEC (2003).
Berkat pengalamannya di bidang ekonomi luar negeri, Makarim diangkat sebagai Dirjen Hubungan Ekonomi Luar Negeri saat Alwi Shihab menjabat sebagai Menteri Luar Negeri. Ketika posisi menlu disandang Nur Hassan Wirayudha, terjadi perampingan organisasi Deplu yang akhirnya mengharuskan Mekarim memimpin Direktorat Asia Pasifik dan Afrika Deplu.
Terpilihnya Makarim menjadi Ketua Komisi Hak Asasi Manusia (HAM) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) bukan urusan mudah. Menurut Eddi Hariyadhi, Wakil Duta Besar RI di PTRI Geneva, setelah disetujui pemerintah di Jakarta, nama Makarim diusung lewat lobi di kelompok negara Asia di PBB.
Pada pertemuan kelompok yang berlangsung 18 November 2004, Makarim diajukan di tengah persaingan India, Pakistan, dan Jepang yang juga menginginkan posisi ketua Komisi HAM PBB untuk tahun 2005. Namun setelah melewati lobi intensif, justru ketiga negara itu ditambah China dan Korea Selatan yang memuluskan jalan Makarim memperebutkan posisi prestisius itu. Beberapa negara Asia serta kawasan dunia lain, akhirnya harus menerima kuatnya dukungan terhadap Makarim.
Makarim kini tinggal di rumah dinas yang padat lalu lintas di Geneva bersama istrinya, Eny Sekarwati, yang dinikahinya sejak baru saja lulus kuliah tahun 1972. Tiga anaknya, yaitu Aria Teguh Mahendra (31), Adhy Surya Sidharta (30), dan Aryanti Wulan Savitri (29) tak satu pun yang ikut dengannya karena sudah tinggal di AS dan Indonesia.
Di tengah tugas beratnya sekarang, Makarim harus menerima cobaan lain. Istrinya Eny sejak beberapa waktu lalu menderita penyakit kanker yang cukup berat. Tapi Eny terus mendampingi Makarim di Geneva. “Dari begitu banyak dukungan yang saya terima, yang paling memotivasi adalah dorongan istri saya. Dialah yang mendorong saya agar bisa membuktikan kemampuan dan kepemimpinan di Komisi HAM PBB ini. Tak ada yang lebih berarti dari dorongan istri saya,” ujar Makarim singkat.
Memiliki minat yang besar untuk berbagi pengetahuan, Makarim membangun sebuah perpustakaan umum di gedung PTRI di 325 East 38th Street, New York, NY,10016. Uniknya, perpustakaan ini ia namai KH Abdurrahman Wahid Library. Rupanya, PTRI mempunyai pertimbangan khusus yang cukup menarik di situ. Ini berawal dari seringnya Dubes Makarim menemani bekas Presiden Wahid bertemu dengan berbagai pemimpin dunia dalam berbagai kesempatan di mancanegara.
Rupanya, banyak kalangan pemimpin dan pejabat internasional yang terkesan dengan Gusdur. Misalnya, pengetahuan dan penguasaannya tentang sastra, tradisi, budaya, sejarah, pemikir, dan pemikiran berbagai negara. Mitra Indonesia dan pemimpin mancanegara acap salut atas penguasaan Gus Dur mengenai negara-negara mitra tersebut. ”Jadi, kita menggunakan nama KH Abdurrahman Wahid Library untuk mengingatkan bahwa rajin membaca akan mengembangkan horizon dan cakrawala. Dan, ini berarti meningkatkan kapasitas kita untuk mewakili Indonesia di dalam kancah global ini,” ujarnya. TI