
[OPINI] – Syaykh Al-Zaytun AS Panji Gumilang menyebut Indonesia tanah air yang mulia. Memiliki luas wilayah daratan 1.922.570 km² dan lautan 5.176.800 km² (Daratan dan Lautan: 7.099.370 km²). Terbentang panjang dari Timur – Barat 5.150 km dan dari Utara – Selatan: 1.930 km. Merupakan negara kepulauan terbesar di dunia. Pulau besar dan kecil berjumlah 18.493 pulau. Tapi sebanyak 6.580 pulau sampai hari ini belum punya nama.
Syaykh Panji Gumilang pun bertanya: Sesungguhnya, kita ingin membangun Indonesia, seperti apa? Mengapa ribuan pulai sampai saat ini tidak punya nama? Lalu, bagaimana mengatur strategi laut kalau pulau saja tidak punya nama, yang jumlahnya mencapai 6.580 pulau? Maka, kata Syaykh Panji Gumilang, jika ingin membangun Indonesia sebagai poros maritim dunia, sekarang segera kasih nama ribuan pulau itu. Syaykh juga mengingatkan agar jangan pernah punya bahasa pulau terluar. “Sekarang ini ada bahasa menamakan yang jauh itu pulau terluar. Terluar itu sudah di luar. Masa menamakan pulau sendiri koq terluar?” kata Syaykh Panji Gumilang.
Jauh hari sebelum Presiden Joko Widodo mencanagkan Indonesia sebagai poros maritim dunia, Syaykh Al-Zaytun sudah berulangkali memaparkan ‘mimpi Indonesia 2050’ yang berbasis Tanah Air, digalang dengan politik Samudera Jaga Negara, Tirta Sangga Negara.
Dia seringkali memaparkan betapa kepulauan Nusantara belum terwujud sebagai suatu kesatuan karena masih ‘terpisah-pisah’ oleh lautan. Padahal, lautan semestinya adalah samudera penghubung daratan, bukan pemisah daratan.
“Tengoklah peta Indonesia yang begitu gagah belum pernah ada politik Samudera Jaga Negara. Belum ada Politik Tirta Sangga Negara. Buktinya? Samudera yang 5 juta km lebih semua tidak kita kuasai karena kita tidak punya kapal induk yang signifikan. Tidak punya kapal selam, tidak punya pesawat terbang yang bisa menerawang kawasan Indonesia. Itu yang harus kita bangun supaya menjaga Indonesia: Samudera Jaga Negara. Dalam kaitan ini, dia mengharamkan pembangunan jembatan di atas laut karena akan mengganggu lalulintas kapal. Tetapi memilih pembangunan rel kereta api di sepanjang pantai dan terowongan rel bawah laut.”
Lalu, menyikapi visi Indonesia poros maritim dunia yang ingin diwujudkan Presiden Jokowi dan Wapres Jusuf Kalla, Syaykh Al-Zaytun mengangkat tema perayaan menyambut Tahun Baru Hijrah 1436 dengan semangat: Penghayatan dan Pendalaman Hakekat Negara Bangsa Maritim demi Terwujudnya Ketahanan Nasional.
Semua pembicara menyoroti hakekat negara bangsa maritim tersebut. Khususnya dua pembicara yang menyampaikan orasi ilmiah (kuliah Umum) yakni Laksamana TNI Achmad Soetjipto, Mantan KSAL dan Prof. Dr. Budiarto Ontowiryo, salah satu pakar kelautan di Indonesia. Diakhiri pemaparan (orasi) ‘novel’ kebaharian oleh Syaykh Panji Gumilang.
Tanah Airku, Tumpah Darahku
Pada kesempatan itulah, untuk kesekian kalinya, Syaykh Panji Gumilang mengungkapkan data bahwa dari 18.493 pulau besar dan kecil yang telah mempunyai nama 11.913 pulau dan yang belum mempunyai nama 6.580 pulau. Lebih dari 5.980 pulau besar dan kecil itu tersusun di empat propinsi di Wilayah Indonesia bagian Timur yang luasnya lebih dari 494.957 km². Lebih dari 5.264 pulau besar dan kecil tersusun di 12 propinsi di Wilayah Indonesia bagian Tengah, yang luasnya lebih dari 658.456 km². Lebih dari 6.841 pulau besar dan kecil tersusun di 17 propinsi di Wilayah Indonesia bagian Barat, yang luasnya lebih dari 757.538 km².
Luas Wilayah Indonesia tersebut dibandingkannya dengan bentangan Amerika Serikat, mulai daripada pantai Timur sampai pantai Barat. Atau dibandingkan dengan daratan Eropa, mulai dari London di Inggris, sampai Istambul di Turki. Syaykh juga mengemukakan Indonesia sebagai negara dengan garis pantai terpanjang kedua di dunia setelah Kanada.
Menurut Syaykh Al-Zaytun, bangsa Indonesia belum fair, belum banyak perhatian kepada pulau-pulau yang ada. “Jangan pernah cerita omzet ketahanan nasional, kalau nama pulau saja tidak diberi, kapan bisa tahan.
Menurut Syaykh Al-Zaytun, bangsa Indonesia belum fair, belum banyak perhatian kepada pulau-pulau yang ada. “Jangan pernah cerita omzet ketahanan nasional, kalau nama pulau saja tidak diberi, kapan bisa tahan.
Syaykh mengatakan luas Indonesia yang tidak kurang dari 18.493 pulau besar maupun kecil itu 27 % darat selebihnya laut 73 %. Maka, dalam khutbah Id Adha 1435, sebelumnya Syaykh Al-Zaytun mengatakan pantas founding fathers kita menyebut Indonesia bukan negara tetapi tanah air. “Indonesia tanah airku, bukan negara,” Dalam lagu kebangsaan: “Indonesia tanah airku ,tanah tumpah darahku.” Mengapa tumpah darah? “Di sana tempat berjuang , bukan hanya tempat lahir, mungkin ada yang lahir di Australia, mungkin ada yang lahir di Singapura , mungkin ada yang lahir di Malaysia , tapi tumpah darah tetap Indonesia, karena di sini tempat berjuang bangsa Indonesia. Tumpah darahku bukan kelahiran saja, tapi tumpah darah ini adalah tempat berjuang kalau perlu meneteskan darah terakhir maka disebut tanah tumpah darahku,” jelas Panji Gumilang.
Maka, kata Syaykh, bangsa Indonesia menamakan negara ini Tanah Air. “Tidak ada di dunia menyebutkan negaranya tanah air, hanya Indonesia. Hebat! Leluhur kita hebat! Darimana itu, mari kita gali secara theologis dulu. Para pembicara terdahulu tadi sudah berbicara tentang teori ilmiah. Mereka para ahlinya, laksamana dan profesor doktor. Saya sastra, maka saya akan berbahasa novel, cerita pendek,” katanya.
“Ternyata bangsa kita ini diawali dari nilai luhur ketuhanan. Para pendahulu menamakan tanah air, ternyata menelusuri ajaran agama. Nabi Musa menulis bahwa, (heroski) kata Nabi Musa (baraherohim …… hamayim) itu bahasa nabi Musa. Bahasa Nabi Muhammad (ya ayyuhannas wama khalakna….lita’ala dst).
Mengapa bangsa ini menamakan diri tanah air? Kata Nabi Musa, Tuhan membuat dunia ini, ada dirgantaranya, ada pulau (darat) dan laut (maritim). Menurut Nabi Musa, kekuasaan Tuhan ada di maritim.Maritim itu adalah pusat kekuasaan sebuah negara. Maka Nabi Musa membelah laut menggiring semua pasukan, keluar dari Mesir. Menguasai laut toh?” urai Syaykh.
“Lalu, menurut Bani Ismail, kemudian turun Nabi Muhammad: Aku muliakan kaum Adam, artinya secara geograpis, secara maritim dimuliakan. Jadi Nabi Musa menguasai dirgantara, darat dan laut. Nabi Muhammad menjelaskan darat dan laut. Kemudian bangsa kita mengalami metamorfosis mengatakan bertanah air satu tanah air Indonesia, berbangsa satu bangsa Indonesia, berbahasa satu bahasa Indonesia. Ini prinsip ketahanan nasional yang hari ini diperingati sebagai Sumpah Pemuda. Jadi siapa yang mempertahankan itu? Dan kapan itu akan terwujud? Tahun 2050.” Syaratnya apa? Menurut Syaykh, mari kita bersatu.
Kata Syaykh, tanah air itu menurut teologi benar, dan dunia manapun tidak menggunakan itu. “Pantaslah dasar negara kita, pertama adalah Ketuhanan yang Maha Esa. Karena menamakan negaranya adalah tanah air. Itu pun konsep ilahiyah,” katanya.
Tanda-tanda Al-Zaytun komit maritim, nama air minumnya saja ‘Hammayim’. “Koq berbahasa Ibrani, mengapa tidak pakai bahasa Arab? Kalau Surga itu hanya untuk bahasa Arab, Nabi Musa tidak kebagian Surga. Maka jangan takut: Saya tidak bisa berbahasa Arab bisa masuk surga tidak? Nabi Musa tidak bisa bahasa Arab, tempatnya di Surga. Nabi Ibrahim bukan berbahasa Arab, tempatnya di Surga. Nabi Muhammad berbahasa Arab, tempatnya di Surga.”
Syaykh melanjutkan, Bahasa Indonesia adalah Ketahanan Nasional. “Maka bahasa Indonesia itu jangan seperti bahasa sinetron. Saya laporan sama presiden. Takut kepada siapa, ya sama presiden. Bersama-sama presiden takut pada siapa. Semestinya, saya lapor kepada presiden. Ada lagi, saya lapor dengan presiden. Memang presiden itu palu dipakai dengan. Maka berbahasalah yang baik supaya ketahanan nasional kita bagus. Tanah air adalah ajaran Ilahi”.
Syaykh juga beberapa kali memaparkan bahwa Indonesia Raya adalah tanah yang mulia. “Kita harus bangga, kita disebut di dalam Al-Qur’an. Bahwa Ashabul Kahfi ada di Indonesia. Tidur 309 tahun itu adalah Indonesia. Dihitung dari berdirinya Batavia hingga 10 Oktober 1928. Batavia berdiri 1619, kesadaran keluar tahun 1928 terhitung 309 tahun. Ayat Ashabul kahfi menyatakan 300 tahun + 9 tahun = 309 tahun,” Syaykh Panji Gumilang meyakinkan.
Di mana Ashbul Kahfi? Syaykh berkeyakinan itu ada di Indonesia bukan di Oman seperti dikira orang. Bila disebut di Oman, menurut Syaykh, itu mengarang. “Karena di Arab maka maunya Arab saja,” jelasnya.
Menurutnya, Indonesia harus tampil. Islam yang katanya dari Arab, Arab itu bila dikumpulkan dari Oman, Aljazair sampai Maroko masih sedikit, masih sekelingkingnya Indonesia. Indonesia walaupun bukan menamakan negara Islam, walaupun tidak punya syaykh, kecuali Al-Zaytun. Syaykh Panji Gumilang menegaskan bahwa Ashbul Kahfi ada di Indonesia, didukung data theologis.
Bagaimana menghitungya? Dihitung dari garis khatulistiwa, garis equator. Matahari terbit dari timur, di pulau “Cirihaki”, 300 yard di pulai Nanji, kepulauan Meyla. Di tengahnya tempat Ashabul Kahfi, tiada lain adalah Indonesia tanah airku, tanah tumpah darahku. “Pajwa, bayang-bayang besar. Siapa yang mau mengingkari? Siapa yang bisa menunjukkan bahwa itu salah? Ibnu Khalid yang menerjemahkan surat Kahfi seperti itu, Indonesia. Yakin? Tidak yakin harus yakin,” tegas Syaykh Panji Gumilang.
Majalah Berita Indonesia Edisi 93 | rbh
© ENSIKONESIA – ENSIKLOPEDI TOKOH INDONESIA