Page 54 - Majalah Berita Indonesia Edisi 08
P. 54
BERITA SOSIAL54 BERITAINDONESIA, 10 - 23 Februari 2006SIAPA BISA HENTIKAN JER Sebuah pondok bambuberukuran 10mx10mberdiri kokoh di halamangedung bekas kantor PDI,di Jalan Diponegoro, Jakarta. Spanduk besar berwarna hitamterbentang di atas pondok. Sebaris katakata berwarna putih dan yang ditulisbesar-besar di atas spanduk itu tak urungmembuat siapapun bergidik. “GANTIRUGI ATAU MATI! (Ikatan KeluargaKorban SUTET Se-Jabar)” demikianbunyi kalimat tersebut.Pada bagian lain, sebuah poster yangtertempel di dinding pondok terpampang:“Berani bercita-cita harus berani menderita”. Dua buah karangan bunga teronggok di sudut kiri pondok.Sementara, di dalam pondok, tiga lelakidan dua perempuan tengah berbaring dilantai pondok itu. Mereka berada di sanabukan karena sedang berteduh menantihujan reda. Mereka tengah mengais asa,dan menebar empati dari siapapun yangpeduli atas nasib buruk yang menimpa.Rasa kasihan bercampur luluh membuncah seketika begitu mengetahui bahwamulut keenam orang tadi terkatup rapatTengah yang menjadi korban SUTET.Pada 14 Januari 2006 lalu, karena merasadirugikan oleh pihak proyek pembagunanmenara (tower) SUTET, yang berunjukrasa dengan membokade jalan masuk kedesa mereka. Saat itu,sejumlah anggota Komisi A DPRD Jeparameninjau lokasi SUTET tersebut.“Kami tidak bertujuan anarkis, kami hanya ingin PT PLN memenuhi janji dan bisaberdiolog dengan kamiuntuk membahas masalah ganti rugi,” ujarSutrisno, mewakiliwarga desa Ngetuk(Suara Merdeka, 14/1). Warga menghalagipara pekerja pembaMogok makan dan menjahit mulut mewarnai aksi wargakorban SUTET. Hanya pemberian ganti rugi yangmampu menghentikan perjuangan mereka yang telahberlangsung sejak sembilan tahun terakhir.luarga korban SUTET (IKKS Bogor),Romli (39) warga Desa Ciseeng Parung,Bogor, Suparman (38) dari Tanjung Sari,Cianjur, Tarman (56) dari Desa SihanjungSumedang, serta dua perempuan Saoda(34) dari Desa Ciseeng Bogor dan Manisa(50) dari Desa Waringin Jaya BojongGede Bogor, sungguh mengenaskan.Tanpa kenal lelah dan putus asa, ratusan warga korban SUTET terus menuntutganti rugi kepada pemerintah, lewat aksiaksi berskala lokal, regional, dan nasional.Pemerintah bergeming. “Kami hanyamenuntut keadilan karena pemerintahselama ini tuli,” ungkap Mustar BonaVentura dari Solidaritas Advokasi KorbanSUTET Indonesia (SAKSI), mendampingiwarga korban SUTET yang menggelar aksimogok makan dan jahit mulut.Warga korban SUTET masih tetapsemangat menyuarakan aspirasi kendatitampak jelas gurat-gurat kelelahan diwajah mereka.Para korban SUTET berasal dari enamdaerah kasus SUTET yang terdapat dienam kabupaten di Jabar: Bogor, Sumedang, Majalengka, Cianjur, dan Cirebon.Nasib dan perjuangan mereka hanyalaholeh dua utas benang berwarna hitamyang telah dijahitkan ke bibir mereka.Tak hanya itu, kondisi fisik merekasangat lemah karena sudah 21 hari perutmereka tidak terisi makanan. Fisik merekasemakin melemah danberat badan rata-rataberkurang tujuh kilo.Yah, mereka adalahenam warga dari ratusan korban SaluranUdara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET)milik PLN yang berunjuk rasa menuntutganti rugi lewat gerakan mogok makan.Keenam warga yangberjuang menuntut haktadi adalah Muhammad Syaifuddin ketuaPresidium Ikatan Kesatu potret ironis dari kasus-kasus SUTETlainnya yang sampai kini tak jelas juntrungannya.Sebut saja, misalnya, ratusan wargaDesa Ngetuk, Nalumsari, Jepara, Jawa