Page 43 - Majalah Berita Indonesia Edisi 09
P. 43


                                     43(BERITA FEATURE)BERITAINDONESIA, 23 Maret 2006menggunakan karya seni yang mengandung sifat pornografi di media massacetak, elektronik, atau alat komunikasimedio, dan yang berada di tempat-tempatumum yang bukan dimaksudkan sebagaitempat pertunjukan karya seni.Akan halnya larangan pornoaksi setidaknya diatur dalam 26 ketentuan. Sebutsaja, misalnya, pasal 25 ayat (1): “Setiaporang dewasa dilarang mempertontonkanbagian tubuh tertentu yang sensual” danayat (2): “Setiap orang dilarang menyuruhorang lain untuk mempertontonkan bagian tubuh tertentu yang sensual.”Pasal 27 ayat (1) menegaskan, setiap orang dilarang berciuman bibir di mukaumum. Ada lagi pasal 28: “Setiap orangdilarang menari erotis atau bergoyangerotis di muka umum” (ayat 1) dan“Setiap orang dilarang menyuruh oranglain untuk menari erotis atau bergoyangerotis di muka umum” (ayat 2).Larangan-larangan pornoaksi lain:mempertontonkan, atau menyuruh oranglain untuk mempertontonkan bagiantubuh tertentu yang sensual; dengansengaja, atau menyuruh orang lain untuktelanjang di muka umum; berciuman bibir,atau menyuruh orang lain berciuman bibirdi muka umum; untuk, atau menyuruh orang lain untuk, menari erotis atau bergoyang erotis di muka umum; untuk, ataumenyuruh orang lain untuk, atau menyuruh anak-anak untuk melakukanmasturbasi, onani, atau gerakan tubuhmenyerupai kegiatan masturbasi atauonani.Larangan selanjutnya: menyuruh oranglain untuk, atau melakukan kegiatanhubungan seks atau gerakan tubuh yangmenyerupai kegiatan hubungan seks dimuka umum; melakukan hubungan seksdengan anak-anak, atau menyuruh anakanak untuk melakukan kegiatan hubunganseks atau gerakan tubuh yang menyerupaikegiatan hubungan seks.Larangan menyelenggarakan acarapertunjukan seks, atau pesta seks, atauacara pertunjukan seks atau pesta seksdengan melibatkan anak-anak; menontonacara pertunjukan seks dan pesta seks,atau acara pertunjukan seks dan pesta seksdengan melibatkan anak-anak; dan menyediakan dana, tempat, dan peralatandan/atau perlengkapan bagi orang lainuntuk melakukan kegiatan pornoaksi,acara pertunjukan seks, atau acara pestaseks.Bab III (Pengecualian dan Perizinan): Pengecualian ada tiga pasal(pasal 34-36) dan Perizinan berisi tigapasal (pasal 37-39). Pada pasal 35, misalnya, disebutkan penggunaan barangpornografi dapat dilakukan untuk keperluan pengobatan gangguan kesehatansetelah mendapatkan rekomendasi daridokter, rumah sakit, dan/atau lembagakesehatan yang mendapatkan izin daripemerintah.RUU APP Pasal 36 menggarisbawahi,pelarangan pornoaksi dikecualikan untuk:(1) cara berbusana dan/atau tingkah lakuyang menjadi kebiasaan menurut adatistiadat dan/atau budaya kesukuan, sepanjang berkaitan dengan pelaksanaanritus keagamaan atau kepercayaan; (2)kegiatan seni; (3) kegiatan olah raga; atau(4) tujuan pendidikan dalam bidangkesehatan.Menyangkut perizinan, ada pasal 38 yangpada ayat (2) menggariskan bahwa setiaporang yang melakukan penyebarluasanbarang pornografi dalam media cetak dan/atau media elektronik sebagaimana dimaksud Pasal 35 harus dilakukan denganmemenuhi sejumlah syarat. Syarat-syaratdimaksud, seperti, penjualan barang dan/atau jasa pornografi hanya dilakukan olehbadan-badan usaha yang memiliki izinkhusus, hanya dilakukan di tempat-tempattertentu dengan tanda khusus, serta yangdibungkus rapat dalam kemasan bertandakhusus dan segel tertutup.Bab IV (Badan Anti Pornografi danPornoaksi Nasional (BAPPN): Pasal40 menyebutkan, Badan ini dibentukuntuk mencegah dan menanggulangimasalah pornografi dan pornoaksi dalammasyarakat. BAPPN adalah lembaga nonstruktural yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden.BAPPN terdiri seorang Ketua, WakilKetua, dan sekurang-kurangnya 11 Anggota terdiri unsur pemerintah dan masyarakat. Mereka menjabat selama tiga tahun,dan dapat diangkat kembali untuk satumasa jabatan berikutnya. Tugas BAPPNdibiayai oleh APBN dan sumber-sumberlain.Bab V (Peran Serta Masyarakat):Hanya satu pasal (pasal 51), yang antaralain menyebutkan, setiap warga negaraberhak berperan serta dalam pencegahandan penanggulangan pornografi dan/ataupornoaksi. Caranya, antara lain, denganmenyampaikan keberatan kepada BAPPNterhadap pengedaran barang dan/ataupenyediaan jasa pornografi dan/ataupornoaksi.Bab VI (Peran Pemerintah): Adatiga pasal (pasal 52-54). Pasal 53, misalnya, menyebutkan pemerintah wajibmemberikan jaminan hukum dan keamanan kepada pelapor terjadinya tindakpidana pornografi dan/atau pornoaksi.Bab VII (Penyidikan, Penuntutandan Pemeriksaan): Hanya satu pasal(pasal 55). “Penyidikan, penuntutan, danpemeriksaan terhadap tindak pidanapornografi dan/atau pornoaksi dilaksanakan berdasarkan peraturanperundang-undangan yang berlaku”.Bab VIII (Pemusnahan): Hanya satupasal (pasal 56). Bab IX (KetentuanSanksi): Sanksi Administratif diatur satupasal (pasal 57) dan Ketentuan Pidanadiatur dalam 33 pasal (pasal 58-90).Sanksi administratif berupa pencabutanijin usaha dan sanksi pidana (penjara dandenda). Pidana penjara paling singkat satutahun dan paling lama 20 tahun. Pidanadenda paling sedikit Rp 100.000.000(seratus juta rupiah) dan paling banyak RpRp 3.000.000.000 (tiga miliar rupiah).Ketentuan pada Pasal 58, misalnya,berbunyi: “Setiap orang yang dengansengaja membuat tulisan, suara ataurekaman suara, film atau yang dapatdisamakan dengan film, syair lagu, puisi,gambar, foto, dan/atau lukisan yangmengeksploitasi daya tarik bagian tubuhtertentu yang sensual dari orang dewasasebagaimana dimaksud pasal 4 dipidanadengan pidana penjara paling singkat 1(satu) tahun dan paling lama 5 (lima)tahun dan/atau pidana denda palingsedikit Rp 100.000.000 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 500.000.000(lima ratus juta rupiah).”Atau, Pasal 59: “Setiap orang yangdengan sengaja…mengeksploitasi dayatarik ketelanjangan sebagaimana dimaksud Pasal 5 dipidana dengan pidanapenjara paling singkat 18 bulan atau paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau pidanadenda paling sedikit Rp 150.000.000(seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 750.000.000 (tujuh ratuslima puluh juta rupiah).”Bab X (Ketentuan Peralihan): Adadua pasal (pasal 91-92). Bab XI (Ketentuan Penutup): Hanya satu pasal (pasal93). ■ HT, AF
                                
   37   38   39   40   41   42   43   44   45   46   47