Page 44 - Majalah Berita Indonesia Edisi 13
P. 44
BERITA OPINI44 BERITAINDONESIA, 18 Mei 2006Sampai saat ini, kontribusi terbesar padaAPBN dari tahun ke tahun berasal darisektor pajak. Begitu besarnya peranansektor pajak sampai-sampai pemerintahmencanangkan pada tahun anggaran2007, kas APBN bisa ditopang sepenuhnya dari sektor penerimaan pajak.Penguatan infrastruktur dunia perpajakan kinitengah dilakukan Pemerintah dan DPR denganmereformasi substansi peraturan perundangundangan tentang perpajakan.Sebagai catatan, dewasa ini DPR sedang membahas tiga rancangan undang-undang (RUU) Perpajakan,sebagai revisi atas tiga undang-undang (UU) Perpajakan yangberlaku selama ini.Kesatu, RUU tentang Ketentuan Umum dan Tata CaraPerpajakan (RUU KUP) yang akan mengubah UU No. 16 tahun2000 tentang Perubahan UU No. 6 tahun 1983.Kedua, RUU tentang Pajak Penghasilan (RUU PPh) yangakan mengubah UU No. 17 tahun 2000 tentang PerubahanUU No. 7 tahun 1983.Ketiga, RUU tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang danJasa (PPN) serta RUU Pajak Penjualan Atas Barang Mewah(PPnBM) yang akan mengubah UU No. 18 tahun 2000 tentangPerubahan UU No. 8 tahun 1983.Ada beberapa poin yang perlu digarisbawahi dari RUUPerpajakan yang kini memasuki tahap masukan darikelompok masyarakat, LSM, dan para pakar.Diharapkan, UU Perpajakan yang baru kelak akan menciptakan satu sistem perpajakan yang sederhana, efisien, danefektif sehingga memberikan kemudahan kepada wajib pajakmemperoleh informasi pajak, mengisi formulir pajak, danmembayar kewajiban pajaknya.Pengisian formulir pajak bagaimanapun harus sederhana,efisien alias tidak berbelit-belit agar wajib pajak tidak akanmerasa terbebani membayar kewajiban pajaknya, dan efektifdalam pengertian tercapai target penerimaan negara darisektor pajak.Jangan sampai data-data yang sebelumnya sudah diserahkan wajib pajak ke institusi pajak menjadi spread up(beredar ke luar). Sebab, data-data itu menyangkut kerahasiaan perusahaan.Pengalaman selama ini, muncul ekses yakni beredarnyadata-data perusahaan ke luar dan itu potensial memotivasiperusahaan-perusahaan yang menjadi lawannya untuk masukke wilayah itu.Perlu adanya satu perhatian khusus menyangkut bagaimanameng-cut off masalah-masalah pajak yang terjadi di masasebelumnya agar tidak berlarut-larut.Penulis melihat proses pembangunan dan pembaruanhukum di negeri ini belum mengarah pada terbentuknya satusistem penegakan hukum yang terpadu (integrated legal system).Salah satu contoh yang penulis kritisi, walaupun adainstitusi Polri sebagai pihak paling berwewenang menyidik,ada lagi penyidik di sejumlah instansi pemerintahyang disebut Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS).Ada PPNS di Direktorat Jenderal (Ditjen) BeaCukai, PPNS Ditjen Pajak, PPNS Badan POM, danPPNS Kementerian Lingkungan Hidup (KLH).Menurut hemat penulis, tugas penyidikan ataskasus-kasus pidana yang terjadi di instansi-instansitersebut jangan lagi diserahkan kepada PPNS sebabpotensial sekali mengarah pada konflik kepentingan (conflict of interest).Khusus mengenai keberadaan PPNS Pajak,dalam beberapa kesempatan rapat dengarpendapat (RDP) dan rapat dengar pendapat umum(RDPU) yang digelar oleh Pansus DPR yang membahasRUU Perpajakan, penulis mengutarakan gagasan agarwewenang PPNS Pajak sebaiknya dialihkan kepada pihakkepolisian.Konkretnya, terhadap kasus-kasus perpajakan baik itu yangdilakukan wajib pajak maupun petugas pajak sendiri, prosespenyidikannya sepatutnya ditangani langsung oleh pihakkepolisian, bukan oleh PPNS Pajak, guna menghilangkanwilayah abu-abu dan mencegah konflik kepentingan.Pertimbangan penulis, institusi Polri punya bagian khususyang menangani kejahatan ekonomi, termasuk di dalamnyakasus-kasus perpajakan.Di satu sisi, aparat institusi pajak bertugas sebagaipemeriksa dan pemungut pajak. Tapi, di lain sisi, aparatinstitusi pajak juga berperan sebagai petugas PPNS. Adakonflik kepentingan di situ.Keberadaan PPNS Pajak justru bisa dijadikan ‘senjata’ olehoknum petugas (pemungut) pajak untuk memaksa wajibpajak agar mau berkolusi atau, berbuat lebih ekstrim lagi,dengan sengaja dan dengan segala cara merugikan wajibpajak.Misalnya, petugas pemeriksa dan pemungut pajak bisa sajamengancam wajib pajak: “Kalau tidak mau saya ‘urus’, Andaakan saya laporkan kepada petugas PPNS Pajak!”.Dengan tidak adanya aparat pajak yang berperan sebagaipetugas PPNS, akan tercipta satu transparansi dalam prosespemeriksaan dan pemungutan pajak dari wajib pajak. Sebab,tidak ada peluang penyalahgunaan wewenang.Kita berharap, dengan UU Perpajakan (1) tercipta iklim yangkondusif bagi perkembangan dunia usaha di tanah air, (2)meningkatnya penerimaan APBN dari sektor pajak, dan (3)diterapkannya asas keadilan yang setara bagi setiap pihakberkepentingan.Tak kalah pentingnya pula, masyarakat luas dan kalangandunia usaha sebagai wajib pajak tetap bisa mengawasi kinerjainstitusi pajak di Indonesia, dan melaporkannya melalui DeskPajak pada Komisi Ombudsman, Kotak Pos Pengaduan bagiwajib pajak, dan Komite Kode Etik Nasional.*M. Aziz Syamsuddin: Anggota Panitia Khusus RUU PerpajakanDPR-RI dan Anggota Komisi III (Hukum) dari Fraksi Partai GolkarDPR-RI.■URGENSI RUU PERPAJAKANM. Aziz Syamsuddin, SH., MH.”