Page 34 - Majalah Berita Indonesia Edisi 15
P. 34


                                    LENTERA34 BERITAINDONESIA, 22 Juni 2006Membangun adalah menciptakan.Maknanya penyingkapan kosmologi sepanjang waktu, untuk menciptakan kemajuan pada levelpersonal maupun sosial, membangun personal-personal yangkuat dan masyarakat yang kuat, menjadi bangsayang kuat.Diawali dengan penyingkapan suatu budayadan merealisasikan budaya itu. Dan karena umatmanusia mempunyai kebutuhan-kebutuhan, jikakebutuhan-kebutuhan itu tidak terpenuhi, makamereka bukan manusia (makhluk hidup).Karenanya pembangunan adalah pemenuhan(pemuasan) progresif kebutuhan-kebutuhanalam manusia dan non manusia, dimulai denganmereka yang paling membutuhkan. Pada maknayang lain pula pembangunan adalah pertumbuhan ekonomi, yang seharusnya tanpa mengorbankan siapapun. Sehingga tercipta perdamaiansebagai kondisi dalam ruang untuk pembangunan tanpa kekerasan.Maka setting pembangunan adalah membangun suatu budaya. Budaya ingin maju, inginkuat secara individual, masyarakat, dan bangsa,dilandasi oleh budaya dan peradaban yang kokohmasuk ke dalam realisasi pemenuhan kebutuhankebutuhan hidup dan kehidupan untuk umatmanusia dan makhluk hidup lainnya yang nonmanusia, yang karenanya terciptalah pertumbuhan ekonomi yang merata dalam tataran individual, masyarakat maupun bangsa bahkanbangsa-bangsa di dunia, yang dapat memancarkan perdamaian internal dan eksternal dalamruang pembangunan tanpa kekerasan.Indonesia Membangun dari Masa ke MasaBangsa Indonesia dari masa ke masa telahmasuk ke dalam ruang pembangunan baik secarasadar maupun tidak sadar. Pembangunan secaramodern telah diperkenalkan kepada rakyat.Cultuurstelsel sejak abad ke-19 (1830) telahdiperkenalkan kepada rakyat, dengan regulasiyang sangat ringan dan menjanjikan, namundalam pelaksanaannya menjadi penyengsaraanrakyat. Setting pembangunan dalam Cultuurstelsel tidak seperti yang diuraikan dalampembukaan tadi yakni tidak dilandasi pembangunan budaya rakyat yang ingin maju, ingin kuatsecara individual maupun masyarakat, danbangsa, yang pada gilirannya memancarkanperdamaian dalam ruang pembangunan tanpakekerasan, namun pembangunannya dilandasikeserakahan dan eksploitasi umat manusiaterhadap sesamanya dan penuh kekerasan yangparipurna.Dilihat dengan menggunakan kacamata pertumbuhan ekonomi dapat dikatakan sangatberhasil, karena pemerintah kolonial ketika itudapat mengumpulkan devisa ribuan juta guldensejak pelaksanaan Cultuurstelsel (1830-1877) danIndonesia menjadi negara eksportir kelas 1 untukhasil-hasil tropis.Namun, jika dilihat dengan kacamata pembangunan untuk menciptakan kemajuan padalevel personal dan sosial, pembangunan dalamkonteks Cultuurstelsel menciptakan kesengsaraan rakyat secara massal yang tak terlukiskandalam sejarah Indonesia, apalagi jika ditinjau darisegi hak-hak asasi manusia, pembangunan yangdilaksanakan dalam bentuk Cultuurstelsel itumerupakan potret pelanggaran hak asasi yangtiada taranya, tercermin dalam berbagai pemaksaan dan kekerasan fisik dan non fisik dalambentuk struktural maupun non struktural.Hal itu terjadi karena orientasi dan filosofipembangunan yang dianut pemerintah ketika ituadalah terfokus kepada pembangunan yangmengarah kepada pertumbuhan ekonomi an sich.Resminya pembangunan gaya Cultuurstelsel inidihentikan, sekalipun dalam praktek masih terusberlanjut sampai dengan awal abad ke-20.Selanjutnya, memasuki abad ke-20, tahun 1901haluan politik baru berlaku di Indonesia sebagaitanah jajahan Belanda. Pemerintah (penjajah)merasa wajib untuk mengusahakan kemakmuranserta perkembangan sosial dan otonomi penduduk pribumi. Tujuan pokok politik baru iniadalah memperhatikan kemajuan dan perkembangan penduduk serta memperhatikanpengolahan tanah. Dengan demikian, secarateoritis merupakan koreksi terhadap perjalananpembangunan masa lalu. “Sistem eksploitasiOleh: Dr Abdussalam Rasyidi Panji Gumilang*Syaykh Al-ZaytunPERADABAN DKESEIMBA
                                
   28   29   30   31   32   33   34   35   36   37   38