Page 39 - Majalah Berita Indonesia Edisi 15
P. 39


                                     39BERITA OPINIBERITAINDONESIA, 22 Juni 2006Visi para pendiri negara pada bidangpendidikan sangat ideal sepertitercermin dari salah satu tujuannegara dalam Pembukaan UUD 1945,yakni mencerdaskan kehidupanbangsa. Tujuan itu adalah mandatyang mesti dilaksanakan oleh penyelenggaranegara, melalui pembangunan pendidikan.Namun, sampai kini, bangsa ini belum menempatkan pendidikan sebagai panglima pembangunan nasional. Anggaran pendidikan yangmemadai tidak terwujud karena ternyata parapenyelenggara negara secara kolektif tidakmeyakini akan manfaat yang dipetik dari polainvestasi besar-besaran di dunia pendidikan.Sektor pendidikan selalu tidak menjadi prioritas dalamsetiap penganggaran baik APBN maupun APBD. Padahal,seperti ditegaskan dalam UUD 1945 Pasal 31 ayat (4), negaramemprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikannasional.Bila dikaji dan ditafsirkan lebih mendalam kandungan UUD1945 itu, ada dua sisi yang harus menjadi titik berat perhatianbangsa Indonesia. Pertama, setiap warga negara berhakmendapatkan pendidikan dan wajib mengikuti pendidikandasar. Kedua, negara wajib menyukseskan bidang pendidikanmelalui tanggung jawab pembiayaan pendidikan. Bahkan,secara eksplisit ditegaskan, APBN dan APBD harus mengalokasikan anggaran 20 persen untuk sektor pendidikan.Dalam tataran implementatif, amanat UUD 1945 tentangalokasi anggaran pendidikan minimal 20% dari APBN danAPBD dijabarkan dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentangSistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas).Secara rinci, UU Sisdiknas, pasal 49 menyebutkan, “Danapendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikankedinasan dialokasikan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan minimal 20% dariAnggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).”Sejatinya, keputusan politik bangsa ini sangat jelas yaknikemandirian dalam penyediaan SDM. Akan tetapi, keputusanpolitik ini tidak serta merta terwujudkan karena sebagianbesar komponen dana dalam struktur APBN tidak dapatdialokasikan (unallocated), yaitu 34% untuk pembayaranutang dan 25% untuk dana perimbangan.Kondisi ini memang tidak mudah bagi pemerintah karenapembagian alokasi APBN pada dasarnya zero-sum, naiknyaanggaran pendidikan harus dipahami mengandung risikoberkurangnya anggaran untuk sektor lain.Sampai saat ini kita berada pada point of no return. Padatahun 2003 saja, anggaran pendidikan sesungguhnya sudahmencapai 17,9% atau 2,1% lagi untuk mewujudkan posisiperubahan Pasal 31 Ayat (3) UUD 1945. Persentase ini diperoleh dari besarnya anggaranDepdiknas plus anggaran pendidikan padadepartemen/institusi lain, serta alokasi APBDuntuk pendidikan.Perhitungan angka-angka seperti ini cenderung telah kehilangan wawasan (lose sight)terkait dengan fungsi anggaran pendidikandalam kerangka penguatan daya saing bangsa.KesimpulanAlokasi anggaran sebesar 20% dari APBN danAPBD sebagaimana diamanatkan PembukaanUUD 1945 dan UU Sisdiknas adalah keniscayaan dalam kerangka penyiapan SDM yang berkualitas danberdaya saing.Kemauan politik (political will) eksekutif dan legislatifuntuk memenuhi keputusan Mahkamah Konstitusi perluditindaklanjuti dengan political action (tindakan politik)dengan merevisi APBN 2006 yang baru mencapai 9,1% alokasianggaran pendidikan.Komitmen alokasi anggaran pendidikan 20% dari APBNpada tahun 2006 perlu diikuti oleh pemerintah provinsi,kabupaten/kota dengan mengalokasikan anggaran pendidikan 20% dari APBD.Komitmen pemerintah pusat dan pemerintah provinsi,kabupaten/kota dalam pengalokasian anggaran pendidikanperlu dibarengi dengan kesiapan jajaran pengelola pendidikanuntuk melaksanakan berbagai kebijakan teknis pendidikanyang berkeadilan, transparan, efektif dan efisien terhadapsasaran-sasaran yang akan dicapai melalui blueprint yangjelas dan terstruktur.Karena itu, partisipasi dan pengawasan publik sangatpenting untuk mempercepat pengawasan fungsional danpolitis dari legislatif dalam mengelola anggaran pendidikan,sejak tahap perencanaan sampai tahap evaluasi kebijakan.Kita perlu menata kembali cara berpikir dalam pengelolaananggaran pendidikan, bukan sekadar sebagai kumpulanhitungan angka dan persentase, tetapi harus dipandang jugasebagai sarana ampuh mewujudkan kemakmuran bangsa dimasa depan.Membiayai pendidikan memang ibarat berinvestasi.Hasilnya baru bisa dilihat satu generasi yang akan datang.Untuk itu, bangsa ini membutuhkan sikap dan kemauanpolitik para penyelenggaran negara yang visioner.Akhirnya, perlu digarisbawahi pula, berapapun besarkenaikan anggaran pendidikan tidak serta-merta menghasilkan peserta didik yang berkualitas apabila pengeloalaanpendidikan tidak profesional, terjadi kebocoran anggaran danburuknya kinerja pelayanan dari pelaksana kebijakan.■Dr. Deding Ishak Ibnu Sudja: Anggota DPR-RI Komisi VIII dariJawa Barat, Ketua Umum PP Majelis Dakwah Islamiyah (MDI),dan Pengelola Lembaga Pendidikan.Menyoal KebijakanAnggaran PendidikanDr. Deding Ishak Ibnu Sudja
                                
   33   34   35   36   37   38   39   40   41   42   43