Page 41 - Majalah Berita Indonesia Edisi 15
P. 41
(BERITA NEWSMAKER)BERITAINDONESIA, 22 Juni 2006 41Nama : Mbah MaridjanUmur : 79 tahunGelar : Raden Ngabehi Surakso HargoJabatan : Juru Kunci Merapi sejak 1974 yang diangkatoleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX (Alm)Anak : 4 anak dengan 11 cucuAlamat : Dusun Kinahreja, Desa Umbulharjo,Kecamatan Cangkringan, Kabupaten SlemanB • I • O • D • A • T • A Mbah Maridjan jarang sebo (menghadap)ke keraton. Ia berkeyakinan, tugasnyasebagai penjaga Merapi mengharuskannyatidak boleh meninggalkan gunung itukarena akan dianggap menelantarkannya.Apalagi, saat merapi punya hajatan, sepertisaat ini.Sikap abdi dalem berusia 79 tahun inibukan pertama kali. Saat Merapi ‘bergolak’pada tahun 1994 yang menewaskan 43orang karena awan panas (wedhus gembel), ia juga menolak mengungsi. Nyatanyaia dan dusunnya memang selamat dariamukan wedhus gembel itu.Sebagai juru kunci Merapi, pada harihari biasa rumah kediaman Mbah Maridjan di Dusun Kinahrejo selalu ramaioleh pengunjung. Rata-rata mereka adalahpara pendaki gunung dan pencinta alam.Namun, ada juga yang secara khususmelakukan ritual pendakian. Bahkan jikaada yang dinyatakan hilang saat mendaki,Mbah Maridjan dijadikan petunjuk untukpencarian.Rumah juru kunci ini bagai pos tempatpemberhentian. Setiap hari, terlebih hariSabtu dan Minggu selalu penuh dikunjungiorang. Mereka bebas makan, tidur dipendopo Mbah Maridjan, dengan bekalmakanan dan minuman yang mereka bawasendiri.Merapi HajatanBerbagai bujukan aparat dan pemerintah agar dirinya segera ‘turun gunung’tak diindahkannya. Ia yakin tidak akanterjadi sesuatu dengan desanya. Karenasejak tahun 1960-an arah letusan Merapiselalu tertuju ke arah Barat, atau ke KaliKrasak di perbatasan Magelang.“Ada beberapa alasan kenapa sayaenggan mengungsi. Pertama, saya tidakingin tamu-tamu kesulitan mencari sayadi pengungsian. Tamu saya banyak,” ujarlaki-laki dengan 11 cucu ini. Namun, alasanyang paling penting adalah karena dirinyamendapat tugas untuk tidak menelantarkan Merapi.‘Bahasa’ Merapi ditangkapnya dengancaranya sendiri. Oleh sebab itu, ia tidakmau menyebutkan ‘Merapi Meletus’ atau‘wedhus gembel’. Situasi Merapi sekarangini dikatakannya sebagai Merapi sedangewuh, sedang hajatan, yaitu membangundiri. “Kalau Merapi“mbangun maka kitasemua harus mbangun kesabaran. Hatinya suci, mbangun mental dan mengurangi macam-macam,” katanya sepertidikutip Kompas.Untuk itu, ia tidak mau meninggalkanMerapi di saat sedang hajatan. Ia membantu, memelihara dengan berdoa padaYang Maha Pencipta. Ia menjalankanlelaku spiritualnya. Mbah Maridjan tetapsetia, berada di tempatnya, sambil terusberpuasa mutih tiap hari, yaitu puasaminum air tawar dan hanya makan sekepalnasi dan singkong tanpa garam atau gula.Tiap sore hari, ia selalu wiridan dan malamharinya dilanjutkan laku dengan mengelilingi desa. “Kami selalu berdoamemohon keselamatan untuk semua orang,”katanya.Ia kembali menegaskan bahwa yangpenting hendaknya semua orang berdoadan jangan sampai mendahului kehendakTuhan Yang Maha Kuasa. Mbah Maridjanmengingatkan hendaknya orang janganterus mengisyaratkan atau mengatakanMerapi akan meletus. Jika selalu didengung-dengungkan, maka hal ini akanmenjadi kenyataan. Ia juga meminta untuktidak menyebut awan panas dengan istilahwedhus gembel, karena istilah itu sangatjelek. “Jadi, semua harus pasrah kepadaAllah,” lanjutnya.Abdi Yang TaatKeteguhan Mbah Maridjan untuk tidakmeninggalkan desanya sempat membuatSri Sultan Hamengkubuwono X geram.Gubernur DI Yogyakarta itu menegaskanlagi bahwa dirinya tidak akan menggunakan statusnya sebagai raja KeratonYogyakarta untuk memerintahkan evakuasi warga lereng Merapi. Selaku Gubernur, ia sudah mengeluarkan perintahevakuasi. “Mbah Maridjan dan warga yangtidak mau dievakuasi itu mau menungguwangsit apa lagi?“Wong sudah jelas itumembahayakan. Makanya, saya sarankanwarga jangan mendengarkan penyataanpernyaan seperti itu,” kata Sultan bernadatinggi.“Sebagai juru kunci, tidak selalu harusmenunggu di rumahnya. Sekali pun pergike Jakarta, atau ke Amerika, tetap akandisebut juru kunci. Saya minta MbahMaridjan tunduk pada pemerintah,” ujarSultan. Tapi, tetap Mbah Maridjan takbergeming. Bahkan ketika mantan Presiden RI, Abdurrahman Wahid mencobamembujuknya via telepon, Mbah Maridjanmenjawab, “Mboten wonten nopo nopo.Kulo tetep mboten ngungsi (Tidak adaapa-apa. Saya tetap tidak mengungsi),”katanya.Dengan sikap itu Mbah Maridjan dianggap sebagai orang yang membangkang dan tidak tunduk pada pemerintah.Namun, sebaliknya, pengamat politik dariUniversitas Gadjah Mada Yogyakarta,Prof Dr. Riswandha Himawan menilaibahwa keteguhan Mbah Maridjan adalahbentuk ketaatan sebagai seorang prajurityang menjalankan perintah Sri Sultan HBIX. Mbah Maridjan diminta Sri Sultan HBIX untuk menjaga Merapi guna keselamatan warga Yogya. “Jadi, jangandipandang sebagai seorang yang mbalelo,” katanya.Lanjut Riswandha, jika saat ini MbahMaridjan melakukan wiridan dan lakumalam ketika Merapi sedang naik aktivitasnya, maka ini dipahaminya sebagaicara menyelamatkan orang-orang dari‘amukan’ Merapi. “Kalau ia mengungsi,pengertiannya adalah kalah, menyerah takmampu menjalankan tugasnya sebagaiseorang prajurit yang diperintahkanmenjaga Merapi,” ungkap Riswandha yangdikutip Sinar Harapan.Sementara itu, jika ada warga yang tidakmau diungsikan, itu semata-mata karenamereka tidak mau jauh dari tempat biasamereka mencari mata pencaharian. Dalampemikiran para penduduk itu, menurutRiswandha, saat ini Merapi sedang bersihbersih. Nah, ketika bersih-bersih itumemberikan rezeki pada warga sekitarlereng Merapi. Yakni berupa pasir yangjumlahnya bisa ribuan ton.Setiap aktivitas Merapi meningkat,selalu terjadi konflik antara pemerintahdengan masyarakat yang tinggal di lerengMerapi. Pertentangan ini akan terusberulang, maka menurut Riswandhauntuk menyelesaikannya perlu memakaipendekatan kearifan budaya lokal. Ya,fenomena Mbah Maridjan adalah fenomena Merapi itu sendiri. Ia telah menjadispirit of Merapi dan The Man of TheMount. ■ AD