Page 36 - Majalah Berita Indonesia Edisi 16
P. 36
LENTERA36 BERITAINDONESIA, 6 Juli 2006konotasi yang berbeda. Tapi tidak apaapa, yang penting ciri-ciri modernismuslim Indonesia adalah adanya suatukeberanian untuk belajar dari pengalamanpengalaman dan peradaban lain. Hal itutidak berarti meniru atau menerimabegitu saja, tapi diambil yang baik danmenolak yang tidak baik.Dalam hal ini, saat ini, yang palingberkesan adalah di Al-Zaytun. Menyangkut isu Al-Zaytun, kita melihat suatupercobaan meneruskan jiwa, semangatdan perjuangan klasik modernis. Hal itumalah mungkin (bisa) menyegarkan jiwamodernisme karena bisa dalam berbagaihal. Di mana-mana, baik modernisme diBarat maupun modernisme Islam itu bisabeku, menjadi tradisional bahkan bisasedikit lelah karena seperti manusia kalaumenjadi tua, sudah capek tidak maumenggali dan mengembangkan gagasannya lagi. Tapi di Al-Zaytun, yang sayaamati, khususnya Syaykh Panji Gumilang:hal yang betul-betul menggembirakanadalah bahwa jiwa modernis itu diperbaharui, diperbesar dan diterapkan dibidang yang mungkin untuk orang lainbaik muslim maupun nonmuslim agakmengherankan saya. Kok ada peternakanyang mencoba mengembangkan teknologiyang canggih tapi ada upaya yang menyangkut upaya untuk membentuk suatukultur yang damai, yang sesuai dengantantangan pokok pada zaman ini.Di negara-negara di dunia, tantanganpluralisme itu sejak dulu sudah ada. Diperadaban Islam ada ajaran toleransi,tetapi belum berarti semua orang Muslimtoleransi. Toleransi juga ada di KitabKristen, tapi di negara Kristen pada abadXX ada suatu penyembelihan massamenggunakan ilmu bagaimana cara menghadapi pluralisme secara benar. Untuk itukita harus memperbaharui kultur kita,dalam artian kita tidak mengganti agamatapi tafsiran, praktiknya. Dan itu harus(dilakukan) terus menerus karena semakin modern, semakin pluralis dunia,bukan hanya masalah agama dan etnissaja tapi juga seluruh ciri kehidupan sosial.Maka perlu disimpulkan bahwa pluralisme merupakan satu ciri pokok dari duniakita. Dan mungkin, pluralisme tidak hanyamenyangkut isu yang gampang sepertietnis dan agama tapi seluruh apa yangmenyangkut kehidupan kita. Dan untukmenghadapi pluralisme itu kita tidak bisakembali kepada bahasa baku atau mapan,tapi harus mengembangkan ilmu pengetahuan baik di kehidupan sehari-harimaupun di meja belajar, kita terus galitradisi agama di lingkungan masingmasing, menemukan dan menciptakantafsiran yang betul dan mampu menghadapi pluralisme yang sedemikian rumit.PendidikanKetiga, menyangkut pendidikan. Jikatadi saya jelaskan tentang pluralisme yangmerupakan tantangan yang paling beratuntuk masyarakat modern. Hal ketigayang paling layak, efisien, dan palingpunya makna dalam menghadapi pluralisme dalam artian luas adalah pendidikan.Dalam hal ini, kita sebagai umat manusia harus diingatkan, belajar darisesama manusia. Kalau orang Muslim,mungkin dalam “tanda kutip” disebutsebagai orang Muslim modern, kadangkadang tidak diterima di luar Indonesia,seperti di Mesir yang mungkin punyaKok adapeternakan yangmencobamengembangkanteknologi yangcanggih tapi adaupaya untukmembentuk suatukultur yangdamai, yangsesuai dengantantangan pokokpada zaman ini.KARIKATUR DANDY HENDRIAS