Page 25 - Majalah Berita Indonesia Edisi 28
P. 25


                                    BERITAINDONESIA, 04 Januari 2007 25BERITA UTAMARS Mewah untukPasien MiskinBanyak rumah sakit lebih mengutamakanuang daripada pelayanan kemanusiaan.Pasien acapkali ditolak karena tidakmampu membayar uang muka.auh berbeda denganrumah sakit lain yangbertebaran di Jakarta, rumah sakitumum daerah paling mewah,Budhi Asih yang berlantai sebelas, memberi perhatian khusus pada pasien tidak mampu.Suatu hari, orang tua pasienusia 4,5 tahun membawaputranya ke RSUD Budhi Asihlantaran anaknya panas tinggi.Pasien tersebut segera ditangani tim dokter di Unit GawatDarurat (UGD), sebab suhubadannya mencapai 40 derajat Celcius. Orang tuanya mencemaskan putranya terkenademam berdarah atau tipus,bahkan flu burung, lantaransuhu badannya tidak menurundalam beberapa hari meskipunsudah diberi obat dari dokterumum.Meskipun tempat tinggalnyasangat jauh, orang tuanya tetap membawa putranya kesitu, karena sudah jadi langganan sejak rumah sakit tersebutmasih kumuh. Dia memilihRSUD tersebut karena tidakpernah rewel dengan uangjaminan, dilayani dengan cepat, punya laboratorium 24jam, dan spesialis mengobatidemam berdarah. Dia merasatertolong karena dengan membayar uang muka seadanya,putranya tetap memperolehperawatan segera.Juga suami seorang pasienwanita, sebut saja Ahmad, memilih Budhi Asih untuk perawatan inap istrinya yang menderitapenyakit perut sangat parah.Semula, dari UGD, istri Ahmaddirawat di ruang VIP karenaruang rawat lain sedang penuh.Dia mengaku tidak dipaksamembayar seluruh uang mukauntuk 10 hari. Setelah mendapatruang rawat lain yang kosong,dia memindahkan istrinya kekelas tiga. Istri Ahmad jugamelahirkan lima anaknya dirumah sakit tersebut.Budhi Asih menetapkan tarifper hari; Rp 20.000 untuk kelas tiga, Rp 60.000 untuk kelasdua, Rp 150.000 untuk kelassatu dan Rp 220.000 untukVIP. Tarif tersebut tidak termasuk obat, cairan infus, jasadokter dan perawat. Semuaruang perawatan Budhi Asihber-AC dan kamar mandinyacukup mewah. Standar perawatan sama pada semua ruangrawat, bedanya hanya padajumlah pasien dalam saturuang. Kelas tiga enam pasien,kelas dua tiga pasien, kelas satudua pasien dan VIP satu pasien.Tetapi rumah sakit lain lebihmengutamakan pembayarandaripada pelayanan. Suatuhari seorang pasien pendarahan otak akibat kecelakaan tergeletak di sebuah rumah sakitswasta. Hanya sekadar memberi infus dan bantuan pernafasan, RS itu mengenakanbiaya jutaan rupiah. Karenaalasan peralatan kurang lengkap, RS tersebut merujuk pasiennya ke rumah sakit swastalainnya. Ketika berada diruang gawat darurat (ICU),pasien itu tidak segera ditangani, karena harus ada tandapembayaran uang jaminanyang nilainya cukup besar, sedangkan kondisi pasien sangatgawat. Padahal kedua RS tersebut menggunakan label agama di belakangnya.Direktur LBH KesehatanMochammad Sentot, SH,memperlihatkan kekesalannyaterhadap pelayanan rumahsakit dengan pernyataan cukup keras. “Prosedur pelayanan kesehatan harus direvisitotal karena mereka menolakpasien miskin,” kata Sentot pada Amron Ritonga dari BeritaIndonesia. Dengan revisi totaltersebut, dia mengharapkansemua pasien yang dibawa kerumah sakit dilayani.Sentot mengingatkan janjipemerintah yang mewajibkansemua rumah sakit memberikan pertolongan darurat padasemua pasien, meskipun tidakmampu membayar uang muka. Memang Menteri Kesehatan sudah memberikan penjelasan seperti itu, tetapi rumahsakit punya kebijakan dan kewenangan sendiri untuk tidakmelaksanakannya. “Tapi inijelas melanggar peraturanyang dikeluarkan oleh MenteriKesehatan,” kata Sentot.Kata Sentot, semestinya semua rumah sakit melayani semua pasien, karena untuk pasien tidak mampu, pemerintahmemberikan bantuan lewatAsuransi Kesehatan Miskin(Askeskin). Sebenarnya rumahsakit tidak memberi pelayanangratis, sebab semua pengeluaran dibayarkan oleh pemerintah. Tetapi pasien tidakmampu harus melengkapi seluruh data, seperti kartu keluarga (KK) dan surat keterangan tidak mampu (SKTM)dari kelurahan.Sentot memahami bilamanarumah sakit bertindak diskriminatif. Tetapi Depkes bisamengambil tindakan terhadaprumah sakit yang masih berlaku diskriminatif terhadappasien tidak mampu. Karenatanpa pengawasan yang ketatdari Depkes, RS merasa punyawewenang untuk menyusundan menerapkan standar operasional pelayanan (SOP) sendiri. Sekitar 70 sampai 80 persen rumah sakit belum memperbaiki standar pelayananpublik mereka.Sentot belum melihat bahwakebijakan Menkes tentangSOP dilaksanakan oleh rumahsakit, termasuk rumah sakitumum pusat (RSUP) yang diawasi Depkes dan RSUD milikpemerintah daerah. “Kalauada kontrol, saya yakin pelayanan publik rumah sakit akanmemuaskan,” kata Sentot.Yang jelas sampai saat ini,para konsumen rumah sakitmerasa dirugikan, tidak diberikan pelayanan medis secaraoptimal. Karenanya, pintuLBH Kesehatan terbuka untukkonsumen yang melaporkankasusnya. Dan mereka akandiberikan pelayanan hukum.Sudah ratusan pasien yangmelaporkan kasus mereka keLBH Kesehatan, karena tidakmendapatkan pelayanan yangsepatutnya dari pihak rumahsakit. „ AM, SHJPasien di ruang rawat inap.
                                
   19   20   21   22   23   24   25   26   27   28   29