Page 23 - Majalah Berita Indonesia Edisi 30
P. 23
BERITAINDONESIA, 01 Februari 2007 23BERITA UTAMAtangan Liza, terapung tanpa pelampung,menghadapi gulungan ombak yang datang silih berganti. Untung di dekat mereka muncul sebatang bambu, bertahanmemegang bambu, terus mengapungsampai hari Minggu. Namun kondisi Lizaterus melemah lantaran kelelahan, menahan lapar dan haus ber hari-hari. Akhirnya, Liza meninggal dalam genggamanPopo. Meskipun, dalam kondisi yang jugasangat lemah, Popo terus memegangtangan Liza yang sudah tidak bernyawa.Namun tatkala ombak besar datang,jenazah Liza terenggut dari tangannya,hilang ditelan gelombang.“Saat itu saya sudah pasrah,” kata Popokepada Berita Indonesia. Tetapi takdirberbicara lain. Tiba-tiba dia merasakanbenturan dari jenazah korban lainnya.Jenazah itu mengenakan pelampung.Popo membuka pelampung dari jenazahtersebut dan dikenakan pada dirinya. Diamerasa sedikit terbantu oleh pelampungtersebut. Setidaknya, dia tidak lagi terlalulelah agar tetap mengambang.Namun Popo masih pasrah, merasamaut sudah menjemputnya. Sekadarmenghibur diri, dia membayangkankekasihnya masih hidup dan selamat,sudah dievakuasi dan dirawat di rumahsakit. Untuk melenyapkan rasa haus,ketika hujan turun dia menengadahkankepala, membuka mulut, menangkap airhujan. Sedangkan rasa lapar diatasinyadengan menangkap kantong-kantongberisi makanan, meskipun sudah banyakyang tidak layak dimakan.Popo kemudian masih sempat berjubeldi atas perahu karet bersama korbankorban lain. Tetapi karena kelebihanpenumpang, perahu itu pecah, merekaterjun ke laut. Hari Senin, mereka melihatsebuah pesawat melintas di atasnya. Taklama kemudian, KRI Fatahillah mendekatdan menyelamatkan Popo bersamakorban-korban lainnya. Lantas dia dibawake Surabaya, dirawat di RSAL Surabaya,sebelum pulang ke rumah kostnya diYogyakarta.Prahara MandalikaAnanda yang biasa berlayar antaraKumai dan Tanjung Mas, merasa terbiasadengan gelombang besar, olengan kapalke kiri dan ke kanan, ke atas dan ke bawahmengikuti alunan gelombang. Namunkejadian yang dialami KM Senopatisangat berbeda. Lambung kapal sobek, airmasuk ke ruang mesin. Mesin mati, lampupun mati. Kapal miring ke kiri. Dalamprahara itu, menurut Ananda, para penumpang berteriak histeris, terus mengumandangkan, “Allahu Akbar” sampaikapal tenggelam, dan suara mereka tidakterdengar lagi karena ditelan deru ombakdan badai.Ananda sempat melihat bahwa kapal itumemuat puluhan truk besar, termasuktronton (truk peti kemas), dan alat-alatberat, seperti buldozer. Soal muatan inijuga dibenarkan oleh Popo. Anandamenduga lantaran kapal terguncang kerasoleh olengan dan hantaman ombak, talibaja pengikat buldozer putus. Dan buldozer menghantam dinding kapal yangberdekatan dengan ruangan mesin. Dinding kapal robek, air laut masuk sampaike dalam ruangan mesin. Mesin matikarena terendam air. Kapal pun mulaioleng ke kiri, akhirnya tenggelam.Ketika prahara itu terjadi, bertiup badaimenciptakan gelombang setinggi enamsampai tujuh meter. Gelombang itulahyang merobek, menerjang dan menelanKM Senopati. Ananda memang terbiasadengan gelombang besar, tetapi praharayang menenggelamkan KM Senopati dianggapnya sangat luar biasa. Pengalamanpahit yang sulit dia lupakan seumurhidupnya.Ananda masih tidur ketika kapal mulaimiring ke kiri. Seorang ABK yang membagikan pelampung, tidak sengaja menginjaknya, dia pun terbangun. Kemudian, dia memperoleh pembagian pelampung. Memang ada pemberitahuan lewatintercom, meminta agar para penumpangtidak panik. Banyak penumpang sengajatidur dan mengurung diri dalam kamarmenjelang prahara tersebut. Juga Popomendengar bahwa sebagian besar penumpang masih terjebak di dalam kapal,karena pintu menuju kabin-kabin penumpang—kelas satu sampai tiga—dikunci oleh ABK. Semula tujuannya agarmereka tidak panik dan berhamburankeluar. Rupanya, sebelum ABK sempatmembuka kunci kamar, kapal keburutenggelam.Ananda menyelamatkan diri, berenanguntuk mencapai sekoci yang sudah berpenumpang 18 orang. Mereka empat sekawan, punya tujuan sama, ke Semarang.Tetapi empat berteman itu hanya duayang selamat, termasuk Ananda. Sekociyang ditumpangi Ananda dan 18 penumpang lainnya, berlayar tanpa arahdari tengah malam (Jumat) sampai Sabtusore. Sekoci tersebut hanya mengikutiarus gelombang. Mereka terombangambing di tengah gelombang selama 15jam, tanpa makan dan minum.Sekitar pukul 4.00 sore muncul sebuah kapal nelayan bermesin, tetapitidak terlalu besar. Para awak kapalnelayan harus bersusah payah melawanombak yang ganas agar bisa menolongmereka. Namun mereka akhirnya tertolong juga. Ombak belum juga bersahabat. Setelah 12 jam berlayar melawan ombak, kapal nelayan tersebutmerapat di pelabuhan Rembang, JawaTengah, pada dinihari. RH, RIKM Senopati Nusantara.Ananda Erlangga foto: repro tempofoto: berindo samsuri