Page 48 - Majalah Berita Indonesia Edisi 34
P. 48


                                    48 BERITAINDONESIA, 29 Maret 2007BERITA DAERAHReformasi Agrariadi PurwakartaTingkat pemilikan tanah atau lahanberkorelasi positif dengan status ekonomisseseorang. Semakin luas lahan yangdimiliki, semakin besar pula peluang untukmeraih kehidupan yang lebih baik bahkanmenjadi orang kaya.ntuk itu, dalamrangka mewujudkan petani sejahtera melalui peningkatan skala pemilikanlahan, pemerintah wajib melaksanakan reformasi agraria.Ini merupakan penjabaranpasal 33 ayat 3 UUD 1945 yangmenetapkan bahwa bumi, air,ruang angkasa, dan kekayaanyang terkandung di dalamnyadikuasai oleh negara dan digunakan sebesar-besarnyademi kemakmuran seluruhrakyat Indonesia.Selama 45 tahun menghadapi terpaan globalisasi yangberkarakter liberal kapitalis,kita kini didorong untuk terusmenyempurnakan undangundang tersebut. Seperti yangdicanangkan TAP MPR No. IXTahun 2001 dan PP No. 2003.Selanjutnya dipertajam lagimelalui PP No. 10 Tahun 2006.Dalam rangka implementasiUU pokok agraria, dibentuklahBadan Pertanahan Nasionalsebagai institusi yang berfungsiuntuk merumuskan pembaruan agraria di Indonesia. Badanini diharapkan mampu menjamin proses kesinambunganpenataan penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan sumber daya agraria diIndonesia. Artinya, mengupayakan terwujudnya kepastiandan perlindungan hukum, keadilan dan kemakmuran rakyatkhususnya ekonomi lemah, melalui penataan ulang pemilikandan distribusi lahan.Seperti ditandaskan olehAndi Muhamad Rum SH, Kepala BPN Kabupaten Purwakarta, daerahnya pun kini tengah menggalakkan reformasi agraria, khususnya di kalangan petani. Program ajudikasi terlaksana atas kerjasamaIndonesia dengan Line Management Deplopment Project(LMDP) yang pembiayaannyadidukung oleh World Bank.Sejak program ini digulirkantahun 2004, Kabupaten Purwakarta sebagai salah satu pelaksana di Provinsi Jawa Barattelah memproses 45. 000 sertifikat hak milik. Memang masih jauh dari target 75.000sertifikat hingga tahun 2009.Tapi Andi Muhamad Rum SH,program ini telah menjadipeluang emas bagi rakyat dalam pembuatan sertifikat hakmilik tanah.Sementara itu, H. Juanda Hermawan SH, Kepala Seksi Sengketa, Konflik dan Perkara BPNPurwakarta menguraikan, landasan hukum atas tanah yangdibagikan, sehingga tidak bertentangan dengan hak lain, karenanegara sangat menghargai hakatas tanah hukum adat, asetfungsi sosial, land reform. Iamengingatkan, bahwa perencanaan, penggunaan dan pelestarian hak milik atas tanah tetaprelevan. Namun, ini memerlukanpenyempurnaan dan pengembangan orientasi agar tetapakomodatif terhadap kebutuhandan perkembangan rakyat.Di era globalisasi, masalahtanah sebagai bagian dari sumber daya alam tidak lepas dariberbagai permasalahan. Hubungan negara dan rakyatkurang tepat jika disubordinasikan kedudukannya. Karena itu, negara dituntut melakukan pengaturan peruntukan dan penggunaan tanahsesuai dengan hukum yangberlaku. Sulitnya akses kepemilikan tanah serta rusaknyasumber daya alam karenapenggunaan tanah melampauibatas, serta konflik tanah yangmakin intens, memerlukanproteksi terhadap rakyat kecil,ujarnya.Juanda yang alumnus Akademi Pertanahan Nasional tahun1990, ini juga menyoroti bahwadalam program reformasi agraria sekarang ini, penataan, penggunaan dan penempatan tanahdiarahkan untuk mengurangiketimpangan struktur P4T.Penggunaan lahan harus memperhatikan keseimbangan fungsi, kebutuhan daerah dan kepentingan rakyat setempat.Yakni dengan tetap berpedomankepada tata pemanfaatan ruangguna mendorong aktivitas ekonomi masyarakat.Pola penguasaan tanah sekarang ini cenderung mendorongpemiskinan penduduk desakhususnya para petani. Indikator utama kemiskinan taniadalah kurangnya tanah yangdimiliki. Data 1993 menunjukkan bahwa sebagian besar daripenduduk Jawa Barat yangmencapai 19.713.806 orang.Rumah tangga tani rata-ratayang menguasai lahan 0,25 s/d0,49 Ha sebanyak 43,37% danlebih dari 0,5 Ha mencapai13,63% Sementara 43% rumahtangga pedesaan sama sekalitidak memiliki lahan. Secaranormatif ini sudah bertentangandengan UU Pokok Agraria tentang batas-batas penguasaanlahan pertanian. Gambaran inimenurut H. Juanda Hermawantelah menimbulkan ketimpangan penguasaan tanah di JawaBarat. Lahan pertanian yangdikuasai petani hanya 20%.Karena itu memang diperlukan instrumen proteksi sejakpengadaan tanah hingga permodalan usaha tani. Wadahpendobrak seperti koperasiatau usaha bentuk lain merupakan cara yang efektif bagikelompok tani untuk mengelola lahannya. Untuk itu diperlukan sinergitas antara pemerintah pusat, provinsi, dankabupaten – kota. PemerintahPusat dan Pemda harus konsisten dengan visi: tanah untukpetani miskin. Secara yuridistanah negara bekas Hak GunaUsaha (HGU) memiliki peluang untuk diserahkan kepadapetani miskin dengan menempuh prosedur pemberian hakatas tanah negara (rutin), retribusi atau dengan konsolidasitanah pertanian pedesaan.H. Juanda, mahasiswa pasca sarjana Universitas Indonesia Emas itu menambahkan,perlunya pengawasan dan pengendalian pemegang HGU.Reformasi agraria harus digalakkan dan disosialisasikanagar tanah pertanian diperuntukan bagi petani miskin.Pembangunan pertanian harus mengagendakan pengentasan kemiskinan, pengawasan dan pengendalian tanahterhadap program dan badanhukum yang menguasai tanahskala luas harus diperketat.Dengan demikian, fungsi tanah diarahkan untuk memenuhi hajat hidup orang banyak, tandasnya. „ BND, SBRUH. Juanda Hermawan SHKawasan waduk Jatiluhur, Purwakarta.
                                
   42   43   44   45   46   47   48   49   50   51   52