Page 50 - Majalah Berita Indonesia Edisi 34
P. 50


                                    50 BERITAINDONESIA, 29 Maret 2007BERITA EKONOMIBadai Belum BerlaluTahun Pertumbuhan Ekonomi1998 -13,2099 0 00 4,9 01 3,4 02 3,7 03 4,1 04 5,13 05 5,6 06 5,5%Total 19,13%Rata-rata 2,12%Pertumbuhan Ekonomi 1998-2006Banjir bandang yang menenggelamkanJabodetabek dan beberapa daerah di Indonesia awal Februari lalu, tidak hanyamengakibatkan kerugian triliunan rupiahdan menewaskan puluhan warga. Hal lainyang disisakan bencana itu adalahkenyataan pahit tentang betapa sulitnyamemulihkan perekonomian.ingga kini, sudahsatu dasawarsapemulihan ekonomi berlangsung, tepatnya sejak perekonomian Indonesia porak poranda dihantam badai krisis ekonomi pertengahan 1997. Namun penantian panjang ituternyata belum berakhir. Bencana terakhir yang menghantam ibu kota Jakarta, seolaholah menegaskan suatu kenyataan pahit, “Badai belum berlalu”.Dari Reformasi ke BencanaTidak banyak yang bisa diungkapkan ketika respon yangdiberikan pemerintah maupunrakyat Indonesia terhadappersoalan-persoalan ekonomi,tidak banyak berarti. Berbagaistrategi pemulihan yang dirancang untuk meningkatkanpertumbuhan ekonomi ternyata tidak memberi hasil yangsetimpal. Pemulihan ekonomiyang berlangsung hampir satudasawarsa, hingga kini hanyasebatas angan-angan.Tidak persis diketahui, apakah responnya yang salahataukah perumusan masalahnya yang kabur. Namun, jawaban-jawaban yang telah diberikan, tetap tidak mengubahsebuah kenyataan tak terbantahkan, yakni pemulihan ekonomi yang tidak kunjung datang.Imbal hasil yang diperolehdari proses pemulihan ekonomi, tidak seharusnya rendah, jika dibandingkan denganpengorbanan yang telah dicurahkan untuk menggerakkan perekonomian. Jika pertumbuhan ekonomi Indonesiadiakumulasikan sejak dimulainya proses pemulihan ekonomi, maka pertumbuhan ekonomi yang dicapai Indonesiahingga kini rata-rata 2,12%.Padahal, sumber daya yangdicurahkan untuk itu sudahsangat besar. Lihat saja jumlahutang Indonesia saat ini (dalam negeri dan luar negeri), lebih dari Rp 1.200 triliun atau30% Produk Domestik Bruto(PDB). Hampir setengah daritotal utang itu diciptakandalam proses pemulihan ekonomi atau pascakrisis 1997.Perubahan-perubahan mendasar pada sistem perekonomian, politik, dan sistem pemerintahan, yang dilakukandalam proses reformasi, jugamerupakan bagian dari ongkosuntuk menggerakkan perekonomian nasional. Namun dengan ongkos yang sedemikianbesar, ternyata belum mampumenjadi landasan yang kuatdalam mencapai perbaikanekonomi.Demikian juga dari aspekpolitik, instabilitas politik yangterus berlangsung sejak krisis1997, juga dipandang sebagaiongkos perbaikan ekonomiyang harus ditanggung. Pergantian pemerintahan terusberlangsung sejak bergulirnyareformasi, dengan alasan gagalmencapai tingkat pemulihanekonomi. Bahkan, PresidenAbdurrahman Wahid (GusDur) diturunkan di tengahjalan melalui Sidang Istimewa(SI) Majelis PermusyawaratanRakyat (MPR) karena pertumbuhan ekonomi turun dari4,9% pada tahun 2000 menjadi 3,4% pada tahun 2001.Namun pemerintahan-pemerintahan berikutnya, ternyata juga tidak dapat berbuatbanyak. Berbagai hambatanterus menghantui proses perbaikan ekonomi. Salah satu diantaranya disebabkan hambatan-hambatan di luar kekuatan manusia, seperti bencana yang kerap datang sejakakhir 2004 hingga saat ini.Waspadai Titik BalikReformasiHarus diakui, di antara banyak negara yang porak poranda dihantam krisis moneterpertengahan 1997, Indonesiamerupakan salah satu negarayang paling lamban mencapaititik pemulihan. Negara-negara lain seperti Malaysia,Thailand, Korea, Pilipina, Vietnam, dan negara-negara AsiaTenggara lainnya sudah mencapai proses pemulihan ekonomi dalam kurun waktu 3(tiga) sampai 5 (lima) tahun.Kenyataan ini tentu sangatmembingungkan dan perlu dicari jalan keluarnya. Namun berbagai gagasan yang dimaksudkan memecahkan kebekuan ini,juga perlu diwaspadai, di antaranya gagasan berbagai kalanganmemutar kembali jam reformasi.Sebab bukan tidak mungkin, halitu semakin memperlemah fundamental perekonomian nasional, yang justru mengintrodusir persoalan-persoalan ekonomi baru yang lebih akut.Berbagai gagasan yang berseliweran belakangan ini, tampaknya juga perlu diwaspadai. Di antaranya, ide pengembalian BankIndonesia sebagai penyalur Kredit Likuiditas Bank Indonesia(KLBI). Demikian juga denganpencabutan SBI yang belumdidukung dengan ketersediaaninstrumen pengganti. „ MHHPertumbuhan ekonomi tergerus bencana. foto: berindo wilson
                                
   44   45   46   47   48   49   50   51   52   53   54