Page 58 - Majalah Berita Indonesia Edisi 34
P. 58
58 BERITAINDONESIA, 29 Maret 2007LINTAS TAJUKBAyam Mati di Lumbung PadiImpor beras bisa diterimauntuk atasi kenaikan harga,tapi sebagai solusi jangkapendek. Peran Bulog perludioptimalkan, dan operasipasar beras harus meratadan diawasi.enang merah tajuk utama sejumlah suratkabar harian nasional ini menanggapi persoalan perberasan nasional.Tajuk Indo Pos (15/2) menggambarkanpermasalahan beras sungguh ironis,karena Indonesia dikenal sebagai negaraagraris. Sekarang berpulang kepadapemerintah, rakyat membutuhkan berasmurah, tapi juga tak ingin kebijakan yangdiambil bisa menimbulkan krisis di masadatang.“Kita tak ingin seperti ayam yang matidi lumbung padi yang kosong,” tulis IP.Soal impor beras harian ini menyarankan,bisa diterima jika itu hanya sebagai solusijangka pendek, bukan menjadi sebuahgrand strategy pangan pemerintah dimasa mendatang.Hal senada ditulis koran sore SuaraPembaruan dalam tajuk (14/2). Rencanapemerintah meningkatkan poduksi beras2 juta ton, tahun 2007, patut dihargai,namun perlu dipertanyakan, apakah itubisa dicapai dan akankah sustainable?Mengenai stok beras, SP mennginginkanpemerintah jujur dengan statistik. Selamaini pemerintah selalu mengatakan stokberas cukup, tapi impor beras terusmeningkat sejak 2005, dengan jumlahyang kian fenomenal pula, memperlihatkan hal sebaliknya. “Apakah tidak adaagenda mencari uang dari impor beras?”tanya IP.Dua hari berikutnya, tajuk SP (16/2)menyoroti peran Bulog. Koran ini menguraikan tujuan pemerintah mendirikanBulog, 10 Mei 1967, antara lain, untukmengendalikan harga bahan pangan.Bulog langsung berada di bawah kendaliPresiden. Agar tidak terjadi gejolak dimasyarakat, Bulog benar-benar menjadibuffer stock pangan dengan membeliberas petani saat panen raya. Hasilnya,swasembada beras pada tahun 1984.Tapi, sekarang situasinya berbeda.Setelah krisis ekonomi 1997, IMF menekankan perlunya pasar bebas dan menghilangkan subsidi, termasuk pupuk. Bulogberubah menjadi Perum. Kendali Bulogterhadap beras juga hilang, sehinggamekanisme pasar yang menentukan. Saran SP, peran Bulog perlu dioptimalkan.Tajuk harian Investor Daily (13/2)menyoroti dari sisi produksi. Target pemerintah 36 juta ton tahun ini masihtanda tanya besar. Optimisme pemerintahbahwa target itu bisa dicapai perlu pembuktian. Untuk mewujudkannya perluterobosan dan inovasi. Bukan sekadarpenyediaan pupuk, intensifikasi dan perbaikan irigasi. Pemerintah perlu menguraisimpul-simpul kemacetan perbaikan input dan teknologi penanaman padi,maupun produksi selama ini, agar kebijakan yang ditempuh benar-benarsampai sasaran.Selanjutnya tajuk ID (14/2) menyorotiimpor beras yang disebutnya sebagaikebijakan yang jelas kontraproduktif,membuat petani malas menanam padi.Impor seharusnya dilakukan untuk mencukupi kekurangan pasokan untuk sementara waktu saja, bukan menjadikan kebiasaan, bahkan dipakai sebagai ajangmemburu rente. Jika pemerintah berpihak pada petani, kenaikan harga berastidak perlu diredam dengan cara mengimpor, tetapi memperlancar distribusi.Masih mengenai impor beras, tajukKoran Tempo (15/2) menganggap langkah darurat memang perlu dilakukan, tapipemerintah harus memastikan kalaukebijakan itu tidak menabrak SuratMenteri Perindustrian dan PerdaganganNo.9 Tahun 2004 tentang Impor Beras.Surat keputusan menteri itu melarangimpor beras sebulan sebelum dan selamapanen raya, serta dua bulan sesudahpanen raya.Untuk mengatasi masalah perberasanini, KT menyarankan pemerintah memaksimalkan peran Bulog, menampungberas petani saat panen. Cadangan berasperlu diutamakan dan didistribusikansecara merata. Daerah-daerah juga perludiberi peran yang cukup untuk ikutmengelola beras di daerahnya, palingtidak memantau terus harga dan stokberas di daerahnya.Sedangkan mengenai operasi pasarberas, Republika (16/2) menyebutkan,operasi pasar memang satu-satunya jalanmengatasi kenaikan harga beras belakangan ini. Tapi, pelaksanaan di lapanganterkadang tak sesuai dengan keinginan.Saran Republika, kalau memang operasipasar merupakan senjata ampuh untukmenjaga harga beras, pemerintah haruskonsisten dan merata melakukannya.Pelaksanaannya juga perlu dikontrol.Masih mengenai operasi pasar, pendapat lebih keras dinyatakan Kompas(20/2). Harian ini mempertanyakanpengawasan Bulog dan aparat sehinggaberas operasi pasar bisa jatuh ke tanganpedagang. Kepada para pedagang, Kompas menyebut, bagaimana mereka tibatiba bisa berubah menjadi binatang bisnis(business animal). Sudah begitu hilangkah perasaan dan etika bisnis sehingga ditempuh segala cara untuk mendapatkan keuntungan.Menurut harian ini, apa yang diinginkan dari operasi pasar beras ini, di lapangan bertentangan dengan kenyataan.Masyarakat tidak diuntungkan, sebaliknya petani justru tertekan harga jualgabah. Untuk memperbaiki itu, menurutKompas, sistem yang ada harus di evaluasi. Apa yang membuat seluruh sistemitu terganggu harus dibongkar. Kalauditemukan adanya permainan, harusberani menghukum mereka yang bermain. MS, SH