Page 25 - Majalah Berita Indonesia Edisi 37
P. 25
BERITAINDONESIA, 10 Mei 2007 25BERITA UTAMAPerlu PembuktianTerbalikKendala utama dalam pemberantasan korupsi di manapun, minimnya bukti-bukti yang dimiliki penyidik maupunpenuntut untuk mendakwa seseorang menjadi tersangka.Banyak negara menyiasatinya dengan menggunakansistem pembuktian terbalik.istem pembuktian terbalik yangdigunakan banyak negara, terbukti sangat efektif membantupenegak hukum membongkarkasus-kasus korupsi. Selebihnya penerapan sistem pembuktian terbalik jugasangat berperan untuk meminimalisasitindak pidana korupsi di kalangan penyelenggara negara. Namun Indonesia,menurut versi PERC, negara terkorupkedua di dunia, justru tidak menggunakansistem tersebut hukum pidana, khususnyadalam UU Pemberantasan Korupsi.Padahal penerapan sistem pembuktianterbalik justru merupakan salah satuaspek penting reformasi hukum yangdiperjuangkan kelompok pro-reformasisejak tahun 1998. Hampir satu dasawarsagaung reformasi hukum berlalu, produkproduk hukum dan perundang-undanganyang dihasilkan pasca reformasi, tetapmenganut asas praduga tak bersalah (presumption of innocence).Kegagalan Indonesia dalam membangun prinsip pemerintahan yang baikdan bersih (good and clean government),sebagaimana yang diatur dalam UU No.28 Tahun 1999 tentang PenyelenggaraanNegara yang Bersih dan Bebas dariKorupsi, Kolusi, dan Nepotisme, sebagianbesar karena tiadanya sistem pembuktianterbalik. Padahal sistem pembuktianterbalik sangat relevan dengan pencegahan tindak pidana korupsi, melaluiLaporan Harta Kekayaan Pejabat Negara(LHKPN), sebagaimana yang diaturdalam Pasal 5 poin 2 UU No. 28 Tahun1999. Di situ dinyatakan bahwa setiappenyelenggara negara berkewajibanuntuk bersedia diperiksa kekayaanyasebelum, selama dan setelah menjabat.Walaupun pengaturan itu sudah ada,namun jika penegak hukum tidak dapatmeminta pertanggungjawaban penyelenggara negara tentang peningkatankekayaan yang dianggap tidak wajar,maka pendaftaran kekayaan pejabat tetaptidak bermanfaat mencegah tindak pidanakorupsi. Tidak mengherankan jika perilaku korupsi di Indonesia tidak menunjukkan tanda-tanda berkurang, walaupun setiap tahun KPK melakukanpendaftaran dan pemeriksaan terhadapLHKPN.Misalnya, dalam LHKPN tahun 2006,KPK mengumumkan laporan harta kekayaan Menteri Sekretaris Negara (Menseneg) Yusril Ihza Mahendra yang meningkat sangat signifikan. Namun dalamUU No. 30 Tahun 2002 tentang KomisiTindak Pidana Korupsi, KPK justru tidakdiberi wewenang untuk meminta pertanggungjawaban Mensesneg tentangbagaimana harta kekayaannya meningkatbegitu mengejutkan.Tiadanya sistem pembuktian terbalikdalam UU Pemberantasan Korupsi, menurut Direktur Gratifikasi KPK, LambokH. Hutauruk, membuat penegak hukumkhususnya KPK, kesulitan membongkarkasus-kasus suap yang terjadi di jajaranbirokrat pemerintah dan penegak hukum.Hutauruk mengungkapkan hal itu didepan ratusan perwira TNI di MarkasBesar (Mabes) TNI Cilangkap, Rabu (18/4), ketika menjawab pertanyaan seorangperwira perempuan yang mengusulkanadanya sistem pembuktian terbalik dalampemeriksaan harta kekayaan pejabatnegara. Pada acara Sosialisasi Gratifikasidan Gerakan Antikorupsi tersebut, Hutauruk juga berharap diterapkannyasistem pembuktian terbalik.Dalam UU No. 20 Tahun 2001 tentangPemberantasan Tindak Pidana Korupsi,tidak mengatur satu pasal pun tentangpembuktian terbaik kecuali pada Pasal 12ayat 1a. Pasal tersebut berbunyi “yangnilainya Rp 10.000.000. (sepuluh juta rupiah) atau lebih, pembuktian bahwa gratifikasi tersebut bukan merupakan suapdilakukan oleh penerima gratifikasi.”Sementara Deputi Pengawasan Internaldan Pengaduan Masyarakat KPK JuninoJahya, kepada Berita Indonesia (19/4)menegaskan perlunya sistem pembuktianterbalik dimasukkan dalam perundangundangan tentang korupsi. Menurutnya,sistem pembuktian terbalik akan sangatmembantu penegak hukum dalam mengungkap dugaan kasus korupsi.Hal yang sama juga diungkapkan Kordinator Police Wach Eri Sudrajad. Dia mengakui, salah satu faktor yang memicu kegagalan pemberantasan korupsi di Indonesia, karena tidak digunakannya sistempembuktian terbalik. “Kalau penyelenggara negara memiliki kewajiban membuktikan sendiri dari mana sumber kekayaannya, maka penegak hukum akan denganmudah mengetahui apakah kekayaannyaberasal dari korupsi atau tidak,” kata Erikepada Berita Indonesia. MH, SHSfoto: berindo wilson Tindak pidana gratifikasi membutuhkan sistem pembuktian terbalik.