Page 26 - Majalah Berita Indonesia Edisi 37
P. 26


                                    26 BERITAINDONESIA, 10 Mei 2007BERITA UTAMAReformasi Proses HukumPerilaku yang cenderung korup memicu kegagalan polisidan jaksa dalam mengemban amanat pemberantasankorupsi.olisi dan Jaksa diakui sebagaipemeriksa dan penyidik olehUU Anti Korupsi. Tetapi untukmenembus kegagalan polisi danjaksa, masih diperlukan kehadiran lembaga superbody penegak hukum yangdisebut Komisi Pemberantasan Korupsi(KPK), di dalam menyidik kasus-kasuskorupsi yang tumbuh ibarat jamur dimusim hujan.Kemungkinan kegagalan tersebut lebihditekankan pada aspek moralitas danintegritas, bukan pada aspek kemampuanprofesional polisi dan jaksa. Hal ini jelastergambar pada beberapa pasal UUtentang Komisi Pemberantasan PidanaKorupsi (No. 30/2002). Misalnya, Pasal8 ayat (2) mengamanatkan KPK untukmengambil alih penyidikan atau penuntutan terhadap pelaku tindak pidanakorupsi yang sedang dilakukan olehkepolisian atau kejaksaan.Enam kemungkinan yang membolehkan KPK mengambil alih penyidikan danpenuntutan, seperti yang diatur dalampasal 9. Keenam alasan tersebut, (1)Laporan masyarakat mengenai tindakpidana korupsi tidak ditindaklanjuti. (2)Proses penanganan tindak pidana korupsisecara berlarut-larut atau tertunda-tundatanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan. (3) Penanganan tindakpidana korupsi ditujukan untuk melindungi pelaku tindak pidana korupsi yangsesungguhnya. (4) Penanganan tindakpidana korupsi mengandung unsur korupsi. (5) Hambatan penanganan tindakpidana korupsi karena campur tangandari eksekutif, yudikatif, atau legislatif. (6)Keadaan lain yang menurut pertimbangankepolisian atau kejaksaan, penanganantindak pidana korupsi sulit dilaksanakansecara baik dan dapat dipertanggungjawabkan.Ketua Indonesia Police Watch (IPW)Heri Sudrajat mengingatkan kehadiranKPK harus menjadi cambuk bagi kepolisian untuk mengembangkan profesionalitas, moralitas, dan integritas sebagaipenegak hukum. Kata Heri, ini harus jadimomentum bagi aparat kepolisian untukmembenahi diri, sehingga mampu menunjukkan kapasitasnya sebagai penegakhukum yang punya kemampuan danintegritas seperti dimiliki KPK.“Sebab hanya dengan cara itu polisimampu mempertahankan posisi strategisnya dalam pemberantasan korupsi diIndonesia,” kata Heri kepada Maruasasdari Berita Indonesia (19/4).Heri meminta perhatian polisi, meskipun kehadiran KPK tidak mereduksikewenangannya di dalam menyelidiki danmenyidik kasus-kasus korupsi, lembagatersebut harus merebut kembali kepercayaan masyarakat dengan mencetakprestasi spektakuler, seperti mengungkapkasus-kasus korupsi yang dikendakimasyarakat.Menurut Heri, lembaganya mengamatibahwa memburuknya citra polisi di matapublik berkaitan erat dengan problemkerangka hukum di Indonesia, bukan dariUU, tetapi pelaksanaan di lapangan.Khususnya, polisi dan jaksa punya parameter masing-masing tentang sebuahperkara korupsi.Misalnya, ketika kepolisian menyatakanproses penyelidikan dan penyidikansudah selesai, kejaksaan justru mengembalikan dan menyuruh polisi menyempurnakan berita acara pemeriksaan(BAP). Proses ini tidak hanya sekali, tetapibisa berkali-kali. Proses seperti ini,menurut IPW, menghambat pengungkapan banyak perkara korupsi.Di tengah jalan, dalam proses bolakbalik antara polisi dan jaksa, munculberbagai masalah. Menurut pengamatanIPW, ini memberi waktu dan peluang yangbesar bagi semua pihak, baik aparatkepolisian, aparat kejaksaan dan pelakuuntuk bermain mata atau kongkalikong.“Pelaku memiliki kesempatan mendorong kepolisian untuk menggunakanpasal-pasal tertentu, yang bertujuanmembuat sumir atau yang tidak relevan.Akhirnya terbit Surat PemberitahuanPenghentian Penyidikan (SP3). Atauperkaranya sengaja diendapkan dandipetieskan,” kata Heri.Heri memberi indikasi bahwa hal seperti itu menjatuhkan citra polisi di matapublik. Karenanya, dia menyayangkantiadanya langkah-langkah revolusioneryang diambil oleh pimpinan Polri untukmemperbaikinya. Kata Heri: “Tidakjarang pimpinan Polri bagian dari permasalahan.”Dia memberi contoh, usai dilantik sebagai Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) Jenderal Sutanto, mengungkapkan adanya 12 perwira tinggi Polriyang memiliki rekening miliaran rupiah.Banyak kalangan menduga uang itu diperoleh dari praktik penyucian uang aliasmoney laundering. Tetapi sampai kini,kata Heri, janji Sutanto untuk menuntaskan hal itu menguap di tengah jalan.“Upaya polisi membangun citra barusebagai Polri yang independen dan profesional, jelas tidak tampak dalam kasusini,” kata Heri. Tetapi dia menghargailangkah-langkah Sutanto dalam halP
                                
   20   21   22   23   24   25   26   27   28   29   30