Page 27 - Majalah Berita Indonesia Edisi 43
P. 27
BERITAINDONESIA, 10 Agustus 2006 27BERITA KHASBERITAINDONESIA, 02 Agustus 2007 27pertengahan Juli 2007 agar para korbanlumpur Lapindo meninggalkan lokasipengungsian di Pasar Baru Porong. Halini untuk menghindari bentrokan denganpara pedagang.Para warga itu bertahan. Mereka baruakan meninggalkan lokasi pengungsianjika Lapindo menyiapkan lahan relokasidi Pandaan, Kabupaten Pasuruan, JawaTimur.Pengungsi di Pasar Porong itu berasaldari Desa Renokenongo yang sebagianbesar telah terbenam lumpur. Merekamembentuk Paguyuban Warga Renokenongo Menolak Kontrak (Pagar Rekontrak) dan siap melawan jika diusir.Padahal, Pasar Porong akan segera dipakai oleh para pedagang pindahan dariPasar Porong Lama.Kesepakatan Jual BeliDi sisi lain, ada kendala dalam halpercepatan pembayaran. Pencairan gantirugi tergantung selesai tidaknya prosesverifikasi. Tim verifikasi ini terdiri dari 9orang yang bertugas mendata berkaslahan milik korban. Berkas yang sudahdiverifikasi akan diserahkan ke PT Minarak Lapindo Jaya untuk segera dibayarkan ganti rugi. PT Minarak merupakan perusahaan yang ditunjuk untukmelakukan proses pembayaran ganti rugitersebut. Tim verifikasi sendiri sudahmenyebarkan 13 ribu berkas untuk diisipara korban Lapindo. Diharapkan berkasberkas itu segera dikembalikan untukdiverifikasi dan mereka bisa segeramendapat ganti rugi.Menteri Sosial Bachtiar Chamsyahmenyatakan, bahwa pada dasarnya pembayaran yang dilakukan PT LapindoBrantas bukanlah seperti ganti rugi biasa.Seperti diutarakannya kepada Berita Indonesia, sistem pembayaran itu sebenarnya lebih kepada semacam kesepakatanjual beli.Dalam hal ini pihak pembeli adalah PTLapindo, penjualnya penduduk yangrumah dan lahannya terbenam lumpur.Maka berlakulah hukum jual beli, dimanaperlu diketahui luas tanah secara konkretdisertai dokumen-dokumen sah sebagaibukti.Untuk tanah tanpa sertifikat, misalnya,ada keharusan verifikasi berlapis agar bisamendapatkan ganti rugi. Tanah denganletter C dan petok D serta tidak ber-IMBtermasuk di dalamnya. Dalam situasibencana, kita maklum tentu sebagianbesar warga ada dalam kelompok ini.Menurut Mensos, jika tak ada dokumenyang bisa dijadikan bukti, penduduk yangbersangkutan harus meminta surat keterangan yang ditandatangani oleh pemerintah daerah, yang memuat luas tanahatau rumahnya.Hal itu untuk mencegah penyalahgunaan. Pasalnya harga yang diberikanLapindo lumayan besar untuk ukuransetempat. Ada kesepakatan bahwa tambak per meter persegi dihargai Rp125.000, kemudian tanah kering atautanah darat dibayar Rp 1.000.000 permeter persegi, sementara bangunandihargai Rp 1.500.000 per meter persegi.Salah satu tugas pemerintah adalahmelindungi rakyatnya, karena itu Mensosmembentuk tim verifikasi BPLS yangterdiri dari berbagai macam unsur, disamping pemerintah daerah, juga masukBadan Pertanahan Nasional (BPN), kepolisian, dan kejaksaan. Menurut Mensos,diikutsertakannya kepolisian dan kejaksaan diharapkan masyarakat tidak melakukan kebohongan berkaitan denganklaim ganti rugi.Mensos juga memahami adanya protessebagian korban Lapindo yang menginginkan ganti rugi dibayarkan sekaligus.Bagi penduduk yang memiliki tanah luas,mungkin mereka tak sabar ingin segeramendapatkan pembayaran yang jumlahnya besar, sehingga mereka bisa segeramembangun rumah baru dan membukausaha.Sesungguhnya harus diperjelas sejakawal bahwa publik harus memiliki aksesuntuk bisa memastikan bahwa yangterjadi bukannya “pelimpahan tanggungjawab” dari Lapindo ke pemerintah.Karena itu, seluruh biaya penanggulangansemestinya bisa diaudit oleh lembagaindependen dan diumumkan ke publik.Soal kedua adalah kejelasan sampaikapan Lapindo harus bertanggung jawab.Ketua tim, Basuki Hadi Mulyono, mengakui, keberhasilan menutup lumpurhanya 10 persen. Sebuah perkiraan yangrealistis, karena para ahli geologi pun pesimis semburan itu bakal bisa dihentikan.Implikasi dari kemungkinan itu, solusiterhadap persoalan ini adalah solusijangka panjang, terutama menyangkutkerusakan lingkungan bila lumpur memang akan dialirkan ke laut. Pertanyaanyang muncul, apakah Lapindo bebas daritanggung jawab terhadap kerusakan lingkungan, yang mungkin saja baru terasabertahun-tahun kemudian? Atau ini menjadi tanggung jawab pemerintah? RHKawasan Lumpur Lapindo Jadi TambakMenteri Lingkungan Hidup Rachmat Witoelar mengatakan, pemerintah berencana menjadikan kawasan lumpur Lapindo di Porong,Sidoarjo, sebagai pusat tambak ikanlele. Hal itu untuk mengurangidampak pencemaran lingkungan dikawasan tersebut.“Sudah dicoba, ikan lele bisahidup di lumpur Lapindo,” kataRahmat. Luas tambak ikan lele yangdirencanakan, menurutnya, sekitar500 hektare dari total luas kawasanyang tergenang lumpur 600 hektare.Pengelolaannya akan melibatkanmasyarakat Sidoarjo. “Sekaligusuntuk pemberdayaan para korban,”ujarnya.Niat membangun tambak ikanlele, menurut mantan duta besar diUni Soviet itu, merupakan solusialternatif. Sebab, sejauh ini belumditemukan manfaat lumpur Lapindoyang lebih baik.Ia mengatakan, menyumbatluberan lumpur panas agar tidakmerembet ke kawasan pemukimanbaru akan menjadi salah satupekerjaan terberat pemerintah.”Setiap minggu kami melakukan update, jangan sampai luberan lumpurpanas meluas,” kata Rachmat. foto: berindo wilson