Page 23 - Majalah Berita Indonesia Edisi 55
P. 23
BERITAINDONESIA, 20 Maret 2008 23BERITA UTAMAan seringkali tidak memenuhi syarat sanitasi. Pasalnya, tempat pengungsian selaludisiapkan mendadak saat terjadi bencana.Mestinya, setiap daerah yang berpotensiterkena bencana baik itu banjir, tanahlongsor, letusan gunung berapi, gempatektonik, dan sebagainya harus mulai memiliki lokasi khusus pengungsian yangterdesain secara saniter dan berkapasitasbesar. Kalau perlu, setiap daerah di Indonesia harus mulai memilikinya agar sewaktu-waktu ada bencana, lokasi tersebutbisa langsung digunakan.Salah satu prioritas yang harus disediakan di lokasi pengungsian adalah airbersih. Perbaikan kualitas air bersih, jugaharus diutamakan agar terhindar dariserangan penyakit. Selain itu, pemerintahsetempat harus menyiapkan pengawasanpembuangan kotoran manusia/tinja.Penyediaan air untuk kebutuhan wargayang berada di pengungsian, diarahkanuntuk memenuhi kebutuhan minimal airbersih bagi korban bencana alam, baikuntuk keperluan minum, masak maupunkebersihan pribadi. Pasalnya, masalahutama menurunnya kesehatan banyakdisebabkan lingkungan yang kurangbersih akibat kekurangan air dan mengonsumsi air yang tercemar.Penyediaan pembuangan kotoran,tempat pembuangan sampah, pemberantasan vektor, dan pengelolaan makanan,harus menjadi perhatian serius dari timpenanggulangan dampak bencana.Sarana pembuangan kotoran/jamban/sarana sanitasi, mesti diprioritaskan untuk mencegah terjadinya penyakit, terutama diare. Penyediaan jamban harus disertai dengan penyediaan air dan pengguna jamban maksimal untuk 20 orang.Sampah harus dikelola dengan baik,karena merupakan tempat perindukanlalat dan tikus. Karena itu, di tempatpenampungan pengungsi harus disediakan tempat sampah berupa bak sampah(kapasitas 50-100 l) untuk 25-50 orang/hari dan kantong sampah 1 lembar untuksatu keluarga.Pemberantasan vektor, seperti lalat,nyamuk, tikus atau serangga sebagaipenular penyakit, juga harus diutamakan.Keberadaan vektor tersebut antara lainterkait dengan pemilihan lokasi penampungan pengungsi. Pengawasan ketatperlu diberikan pada dapur umum yangmenyediakan makanan bagi pengungsi.Pengawasan lebih diarahkan pada kualitas dan keamanan bahan makanan, kebersihan dan peralatan/perabotan, kebersihan penjamah makanan, tempat pengelolaan dan penyimpanan makanan dan ketersediaan bersih.Siaga BencanaPada Desember 2006, Presiden RImeresmikan terbentuknya regionalisasipusat bantuan penanganan krisis kesehatan akibat bencana di sembilanprovinsi, yaitu Sumatra Utara, SumatraSelatan, DKI Jakarta, Jawa Tengah, JawaTimur, Kalimantan Selatan, Bali, SulawesiUtara, dan Sulawesi Selatan, serta satu subregional Papua di Jayapura.Dengan adanya pusat penanggulangankrisis (PPK) regional ini, bila ada kejadianbencana di suatu daerah, maka daerahtetangga terdekat segera menanggulangidalam pemberian bantuan kesehatan,setelah itu pusat akan menyusul. Sehinggaakan mempermudah akses bagi provinsilainnya dengan mendapatkan bantuanpenanggulangan krisis dan masalahkesehatan lainnya, serta mempercepatmeningkatkan penanganan masalahkesehatan akibat bencana.Selain itu, untuk meningkatkan pengetahuan teknis dan kemampuan petugas,sejak 2006 PPK Depkes telah menyelenggarakan beberapa pelatihan untukpetugas kesehatan dari 9 PPK Regionalseperti pelatihan manajemen bencana,komunikasi radio, perawatan darurat,ACLS/ATLS, manajemen obat dan logistikdan pelatihan kebutuhan kesehatan cepat(RHA). Sampai tahun 2007, sekitar 1.149petugas kesehatan telah dilatih.Selain itu, September tahun lalu dilaksanakan International Training Consortium on Disaster Risk Reduction (ITCDRR), yakni sebuah program pelatihanpengendalian bencana dan kedaruratanyang dilakukan oleh sebuah konsorsiumyang terdiri dari universitas, rumah sakit,dinas kesehatan, serta institusi lain yangmerupakan bagian dari 9 Regional PPK.Konsorsium dibentuk mengingat masihrelatif barunya program manajemenkedaruratan dan bencana di Indonesia,sehingga pakar bencana di masing-masinguniversitas masih terbatas.Pengajar berasal dari universitas danrumah sakit, termasuk dosen-dosen tamudari WHO, World Association Disasterand Emergency Medicine (WADEM),Asian Disaster Preparedness Center(ADPC), dan institusi-institusi lain yangdianggap memiliki ahli yang berkaitandengan program.Pemerintah sendiri sebenarnya menargetkan akhir 2008, seluruh desa di Indonesia bisa mengatasi masalah kesehatan,bencana, dan gawat darurat kesehatansecara mandiri. Target ini disesuaikandengan tercapainya seluruh desa di TanahAir menjadi Desa Siaga yang memilikikesiapan sumber dan kemauan, sertakemampuan untuk mencegah dan mengatasi persoalan gawat darurat.Menteri Kesehatan (Menkes) Siti Fadillah Supari mengatakan, desa-desa siagaminimal didirikan oleh satu orang bidandengan dua orang kader yang siap bekerjadi masyarakat. Pengembangan desa siagaselanjutnya adalah tugas dari Pos-posKesehatan Desa (Poskesdes) yang berasaldari masyarakat setempat.Poskesdes ini memiliki tugas untukmerevitalisasi upaya kesehatan darimasyarakat lainnya seperti posyandu,warung obat desa, ambulans desa, kelompok pemakai air dan koperasi jamban.Pelayanan medis dasar dan promosikesehatan serta penyehatan lingkunganadalah tugas pokok Poskesdes. RHMenkes Siti Fadilah Supari: Desa Siaga dicanangkan termasuk untuk menangani masalahkesehatan saat bencana.foto: berindo wilson