Page 50 - Majalah Berita Indonesia Edisi 67
P. 50


                                    50 BERITAINDONESIA, 16 Mei - 15 Juni 2009BERITA EKONOMIStrategi Capres Untuk Tiga pasang capres-cawapres menggadang-gadangekonomi kerakyatan sebagai platform ekonomi dalammembangun Indonesia. Ada yang mengaku murni tanpaembel apa-apa, ada pula yang dibungkus dengan ekonomineoliberal.ejak era reformasi bergulir pada1998 hingga 2009, pemerintahbelum juga mampu membawaperubahan yang signifikan untukmemajukan kesejahteraan masyarakat.Presiden dengan gaya kepemimpinan danmemerintah yang berbeda, belum jugafokus dalam mengangkat berbagai masalah dalam negeri ini, mulai dari menurunkan angka kemiskinan, pengangguran, ketimpangan pendapatan ditambah lagi dengan bagaimana mengurangidampak krisis keuangan global, yang jugaberpotensi menjauhkan harapan untukmengatasi berbagai persoalan tersebut diatas.Di tengah masalah tersebut, seiring dengan pemilihan presiden kali ini, calonpresiden terpilih diharapkan dapat membawa perubahan pada ekonomi rakyat,yang dengan jelas telah tertuang dalamUUD 1945, yang pada intinya meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesiasecara menyeluruh dan merata.Capres-capres yang akan ikut berlagadalam pemilihan presiden kali ini memiliki kesempatan yang sangat besar untukmenawarkan sejumlah solusi ekonomidemi kemaslahatan bangsa. Ada tigacapres yang akan bersaing yakni CapresJusuf Kalla, Megawati, dan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).Menurut para pengamat, kepemimpinan SBY dinilai telah gagal menjadikanlima tahun pemerintahannya mewujudkan kebangkitan ekonomi Indonesiauntuk mencapai target Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM). Halitu diungkapkan Ekonom ECONIT danTim Indonesia Bangkit dalam diskusiPSIK Universitas Paramadina dan ForumIntelegensia Bebas, Hendri Suparini, PhD(6/5/2009). Ia mengatakan, salah satuindikator penting kesejahteraan masyarakat seperti kemiskinan, gap antara realisasi dan target semakin lebar. Pada tahun2005 target angka kemiskinan 15%, realisasinya 16,6%, dan bahkan pada tahun2008 dari target sebesar 9,9% realisasinyasemakin tinggi 15,54%.Pada pemerintahan SBY dan Megawatimisalnya, ketimpangan distribusi pendapatan antara golongan 40% berpenghasilan terendah dan 20% golongan berpenghasilan tertinggi di negeri ini makinmelebar. SBY maupun Megawati gagal dalam mengatasi melebarnya ketimpangandistribusi pendapatan di Indonesia.Meskipun angka pengangguran menurut BPS (Badan Pusat Statistik) menurun,namun yang diklaim sebagai penciptaanlapangan pekerjaan baru adalah lapanganpekerjaan informal yakni orang yangbekerja sebagai penjual asongan, dan orang yang membantu kegiatan partai.Pekerja informal tersebut termasukseperti, kelangkaan rotan, kelangkaan gas,kelangkaan CPO yang telah menghambatdaya saing dan pertumbuhan industri.Pemerintah menjalankan kebijakan ekonomi yang mengurangi berbagai subsidiseperti BBM dan pendidikan tinggi. Tugasnegara untuk memenuhi hak dasar rakyatsemakin terpangkas, mengurangi ulurantangan pemerintah kepada rakyat (handsoff policy) lewat pemotongan subsidi dandukungan kebijakan lain. Saat harga CPOdunia naik, pemerintah lepas tangandengan tidak melakukan domestic market obligation (DMO) untuk pemenuhankebutuhan minyak goreng dalam negeri.Padahal produksi CPO Indonesia tertinggidi dunia, sementara kebutuhan dalamnegeri kurang dari seperempatnya.Pada sektor finansial, perdaganganmaupun industri, pemerintah juga melakukan liberalisasi. Contoh akibatnya adalah pengusaha mebel rotan Cirebon (Jawakelompok unpaid worker (istri, anak,saudara, dan lain-lain). Hendri Saparinimenambahkan, “Pantas bila tahun 2008,klaim penciptaan lapangan pekerjaanbaru sebesar 2,6 juta ternyata 41% nyaadalah lapangan pekerjaan sektor jasakemasyarakatan.” katanya. Sehingga haltersebut sering membingungkan pihakindustri, pemerintah yang mengklaimmenurunkan angka pengangguran tidakmendorong permintaan industri.Hendri Saparini juga mengatakan,kegagalan pemerintah SBY tidak hanyapada faktor kelemahan kepemimpinanSBY, namun pada kebijakan ekonominya.Menurutnya, pilihan kebijakan ekonomineoliberal telah mengakibatkan kesejahteraan rakyat gagal ditingkatkan, dayasaing ekonomi semakin merosot dananggaran negara yang meningkat lebihdari tiga kali lipat. Selama pemerintahanSBY, meski anggaran meningkat dari Rp18 triliun (2004) menjadi sekitar Rp 70triliun (2008), jumlah orang miskin tetapberkisar 36 juta.Salah satu contoh akibat kebijakanneoliberal ini adalah berbagai kelangkaanSHendri Suparini, PhDNinasapti Triaswati, PhdDi era kepemimpinan SBY maupun Megawati, pengentaberarti.foto-foto: berindo
                                
   44   45   46   47   48   49   50   51   52   53   54