Page 51 - Majalah Berita Indonesia Edisi 67
P. 51


                                    BERITAINDONESIA, 16 Mei - 15 Juni 2009 51BERITA EKONOMI Ekonomi RakyatBarat) dan Jawa Timur kesulitan mendapatkan bahan baku akibat liberalisasiperdagangan bahan mentah oleh pemerintah. Padahal Indonesia merupakanprodusen rotan mentah utama dunia.Yang seharusnya dapat meraup sebesarbesarnya nilai tambah rotan yang justrumemberikan penciptaan nilai tambah itupada negara lain.Menurut Hendri Saparini yang jugaketua Tim Ekonomi Universitas Indonesia, tawaran untuk mengembalikan fungsiBUMN sebagai agen untuk mendulangnilai tambah dan menciptakan lapanganpekerjaan yang sangat luas sangatdiperlukan. Dia mencontohkan negaranegara lain seperti Singapura lebih daritiga perempat ekonominya dikelola olehBUMN. China, Jepang, dan negara-negaraEropa masih mempertahankan pengelolaan transportasi terpadu pada BUMN.Hendri Saparini mengatakan, banyaknya tawaran para Capres 2009 yangmenolak asal bukan neolib, sudah saatnyadikaji karena bukan saatnya lagi mempertimbangkan antara neolib dan bukan neolib.Sementara itu menurut MudrajadKuncoro Guru Besar Fakultas Ekonomika& Bisnis UGM, menunjuk pada angkaangka indikator ekonomi selama masapemerintahan SBY dan Megawati, kondisiperekonomian cukup terkendali, demikian juga laju pertumbuhan investasi danpertumbuhan ekspor. Ketiga indikator inijauh lebih tinggi dibanding masa Megawati yang masing-masing hanya 4,8%,6,7%, 8,5% per tahun. Selama periode2002-2008, pertumbuhan ekonomi dibawah pemerintahan presiden SBY mencapai 5,9% per tahun. Perbaikan kinerjaekspor, investasi dan pertumbuhan ekonomi di era SBY lebih meyakinkan daripada di era Megawati. Selama pemerintahanSBY, perekonomian Indonesia terusmengalami perbaikan. Rasio utang luarnegeri terhadap produk domestik bruto(PDB) dan rasio utang pemerintah terhadap PDB juga terus menurun dari tahunke tahun. Perbaikan kinerja neraca pembayaran bermuara pada peningkatancadangan devisa yang cukup signifikandari US$ 34,7 miliar pada 2005 menjadiUS$ 51,6 miliar pada triwulan IV 2008,atau setara dengan empat bulan impor.Namun, menurut Mudrajad Kuncoro,pemerintahan Megawati lebih ungguldalam meredam laju inflasi dan mengendalikan kurs rupiah terhadap dolar AS.Rata-rata laju inflasi di masa Megawatisebesar 8,2%, sementara laju inflasi di eraSBY rata-rata sebesar 10,75%. Begitu jugadengan kurs rupiah terhadap dolar AS,pemerintahan Megawati terbukti lebihterkendali dan cenderung menguat. Ratarata nilai kurs rupiah terhadap dolar ASsebesar Rp 8.941/US$1 pada saat Megawati menjadi presiden, sedangkan di masapemerintahan SBY nilai kurs rupiahterhadap dolar rata-rata mencapai Rp9.745/US$1.Walau demikian, di era kepemimpinanSBY dan Megawati pengentasan kemiskinan dan penurunan pengangguran,belum menunjukkan perubahan yang berarti. Yang mana pada pemerintahanMegawati, rata-rata tingkat kemiskinanmencapai 17,2%, dengan jumlah orangmiskin sekitar 36,1-38,4 juta selama2002-2004. Pada masa SBY, rata-ratatingkat kemiskinan mencapai 16,5%,dengan jumlah orang miskin sekitar 35-39,3 juta selama 2005-2008. Pengurangan angka kemiskinan dan pengangguran ternyata jauh di bawah target yangdijanjikan pada saat kampanye maupunRencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN). Naiknya volumeAPBN 215% lebih, dari Rp 397 triliun(2005) menjadi Rp 855 triliun (2008),terbukti tidak berkorelasi terhadap penurunan kemiskinan.Begitu juga dengan peningkatan anggaran negara untuk pengentasan kemiskinan juga meningkat 282,6% dari Rp 23triliun tahun 2005 menjadi Rp 65 triliuntahun 2008 juga tidak membawa dampakyang tidak signifikan terhadap penurunanjumlah orang miskin dan tingkat kemiskinan.Rata-rata pengangguran per tahun baikpada masa Megawati dan SBY masingmasing sebesar 9,62% dan 9,77%. Tingginya angka pengangguran menunjukkanindikasi bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia pascakrisis, di bawah 6,4%, belummampu menyerap tambahan kesempatankerja baru dan mengurangi kemiskinansecara substansial.Platform Ekonomi SBY vs PrabowoSementara itu, pengamat ekonomi dariUniversitas Indonesia Ninasapti Triaswati, PhD dalam diskusi “MencermatiPlatform Ekonomi SBY vs Prabowo” diUniversitas Paramadina (6/5/2009)mengatakan,”Apakah dengan berakhirnya paham ekonomi neoliberal di duniaakan memberi manfaat sebesar-besarnyabagi kemakmuran rakyat Indonesia.Untuk menjawab hal tersebut terletakpada hasil pemilu Indonesia 2009. Apakah pemerintah yang menjalankan mandat rakyat pada 2009-2014 akan menghasilkan kemakmuran dan kesejahteraanyang sebesar-besarnya bagi seluruh rakyatIndonesia, “katanya.Perbedaan platform ekonomi kerakyatan yang didukung oleh kedua belahpihak belum dapat dinilai secara utuhdikarenakan belum adanya dokumentertulis yang resmi untuk rencana 2009-2014. Namun, kebijakan SBY untuk masadatang dapat diproyeksikan yaitu mengutamakan pembangunan infrastrukturdan berbagai program untuk mengatasikemiskinan dengan menggunakan hutangluar negeri maupun domestik dan penjualan aset BUMN (privatisasi) sebagaipembiayaan utamanya. Sedangkan Prabowo sudah mengumumkan untuk menegakkan ekonomi kerakyatan melawanneoliberalisme yang diusung oleh SBY.Adapun beberapa isu utama kebijakanekonomi yang penting bagi pemerintahyang akan datang untuk membangunperekonomian 2009-2024 adalah: Mengadakan perubahan paradigma dalam platform ekonomi menjadi mengutamakanpembangunan manusia yang sejahtera;Adanya konsistensi perbaikan institusiuntuk menghapuskan KKN melalui reformasi birokrasi dan pemberantasan korupsi; Mengakhiri pembiayaan melalui tambahan hutang dan penjualan aset BUMN;Mewujudkan kerjasama internasionalyang adil bagi kepentingan rakyat Indonesia; dan Menegakkan HAM (hak asasimanusia) secara utuh. „ BHS, RIEtasan kemiskinan belum menunjukkan perubahan yang
                                
   45   46   47   48   49   50   51   52   53   54   55