Page 20 - Majalah Berita Indonesia Edisi 72
P. 20


                                    20 BERITAINDONESIA, November 2009KPK nonaktif, Bibit Samad Riyanto danChandra M Hamzah, sangatlah berlebihan. Menurutnya, kepolisian tidak mempunyai alasan untuk menahan Bibit danChandra karena barang bukti yang digunakan tidak cukup kuat untuk bisamenyeret Bibit dan Chandra ke penjara.Dia meminta supaya Bibit dan Chandradibebaskan.Pernyataan ini pulalah kemudian yangdikemukakannya sebagai rekomendasisementara Tim Delapan kepada Presiden.Sejak awal, Adnan Buyung memang sudahberpendirian bahwa Polri tidak punyabukti yang kuat menyeret Bibit danChandra ke pengadilan.Keyakinan Adnan Buyung tampaknyasemakin kuat setelah ikut mendengarrekaman sadapan telepon Anggodo yangdiputar dalam kelanjutan sidang ujimateri UU KPK di Mahkamah Konstitusi,Selasa 3/11/2009 yang mengindikasikantelah terjadi rekayasa atas kasus Bibit danChandra.Kendati Kapolri Bambang HendarsoDanuri, Jaksa Agung Hendarman Supanjitelah menjelaskan bahwa pihaknya mempunyai bukti yang kuat, Adnan Buyungtetap pada pendiriannya. Walaupun,memang, Jaksa Agung mengakui bahwapenerimaan uang secara langsung olehoknum pimpinan KPK tidak ada.Tetapi Hendarman meyakini adanyapembuktian aliran dana Rp5,15 miliar dariAnggoro Widjojo, pemegang saham PTMasaro kepada oknum pimpinan KPK.Anggoro menyerahkan uang itu kepadaadiknya Anggodo. Anggodo meneruskanke Ary Muladi. Dalam keterangan awaldalam berita acara pemeriksaan (BAP)Ary Muladi menyerahkan uang itu langsung ke Ade Rahardja (Ketua Tim Penyidik KPK). Namun dalam keteranganberikutnya Ary Muladi mengaku memberikan uang itu kepada Yulianto. SiapaYulianto ini tidak ditemukan Polri.Dari Yulianto, uang diserahkan kepadaAde Rahardja, yang kemudian membaginya kepada pimpinan KPK (ChandraHamzah Rp1 miliar, Bibit S Rianto Rp1,5miliar, M.Jasin Rp1 miliar dan BambangRp1 miliar), kepada Tim Penyidik danSopir Rp400 juta dan media massa Rp250juta.Bukti yang ada atas penyerahan uangitu antara lain kartu parkir mobil KPK danAry Muladi di lokasi penyerahan uang diBellagio, Pasar Festival, Kuningan, Jakarta. Juga Ary Muladi dan Ade Rahardjaenam kali bertemu di KPK, serta melakukan percakapan telepon sebanyak 64 kali.Lalu semua pimpinan KPK denganmenyebut nama Allah membantah menerima dana tersebut termasuk AdeRahardja. Mereka semua mengaku tidakmengenal Ary Muladi dan/atau Yulianto.Bahkan M. Jasin di layar televisi bersumpah sambil menjunjung Al-Quran tidak pernah menerima uang tersebut. Sangat mungkin bantahan mereka ini benar.Tetapi kemungkinan uang itu merekaterima tidak juga mustahil. Sebab, parapimpinan KPK itu juga manusia Indonesia yang hidup di belantara korupsi yangsudah merajalela, mereka bukan malaikat.Namun dalam kaitan ini, perlu puladirenungkan apa yang dikemukakan Hasanudin AF, Guru Besar Fakultas SyariahUniversitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, Selasa 10/11, sebagaimana dirilis Inilah.com, bahwa bersumpah atas nama Tuhan, boleh. Tetapi,ketika banyak yang melakukannya, itusuatu pertanda bahwa, suatu masyarakatsedang sakit mental dan moralnya.‘Di dalam Islam, kata Hasanudin,sumpah itu ada ajarannya. “Artinya,sumpah itu dilakukan untuk meyakinkandiri sendiri atau seseorang tentang suatutuduhan yang dilekatkan padanya itutidak benar. Ajaran itu dibenarkan dalamIslam. Cuma pelaksanaannya seharusnyatidak sembarangan,’’ jelasnya.Namun, Hasanudin mengingatkan akanberbahaya kalau sumpah tersebut dijadikan pedoman oleh hakim, sementara didalam hati yang bersumpah, dia mengetahui bahwa sebenarnya dia berbohong.“Kalau sudah begitu, hanya dirinya yangbersumpah dan Tuhan yang tahu. Apayang diucapkan memang menjadi pertimbangan. Tapi kalau kemudian ada buktilain, itu menjadi urusan dia denganTuhan. Dan sudah pasti ada risiko.Artinya, sejauh mana sumpah yang dilakukan berdasarkan kenyataan atau sebaliknya. Cuma sekali lagi, bagi hakim tentuakan menjadi pertimbangan,” katanya.Ada ungkapan mengatakan tidak adaasap tanpa api. Sebab aliran dana memang ada, tetapi apakah benar sampaikepada oknum pimpinan KPK, tampaknya sangat sulit membuktikannya.Apalagi, baik KPK maupun Polri danJaksa sudah banyak pengalaman, terlatihdan cekatan untuk mengetahui berbagaimodus korupsi, dalam rangka tugasnyamemberantas korupsi. Inilah tantanganbagi penyidik Polri tanpa ada maksud danprasangka rekayasa kriminalisasi KPK.Sementara, publik memang berharapkiranya oknum pimpinan KPK memangtidak bersalah (korupsi).Selain itu, paling tidak kasus ini mencelikkan mata bahwa makelar kasus (markus) tidak hanya bergentayangan di kepolisian dan kejaksaan, tetapi juga di KPK.Sehingga momentum ini bisa menjadipembelajaran amat berharga bagi KPK,untuk tidak meleng dan bermain-maindengan markus. Juga pelajaran yangkesekian kalinya bagi Kepolisian danKejaksaan.KPK yang diagungkan dan didukungpublik, tentu bukanlah gratis. Dukunganitu penuh dengan ekspektasi (harapan)bahwa pimpinan dan penyidik KPKharuslah bersih dan jujur. Demikian pulapolisi dan jaksa. Sebab bagaimana mungkin sapu yang kotor dapat membersihkanrumah yang kotor.Bagi pemerintah dan seluruh elemenmasyarakat sipil, kisruh antara KepolisianNegara Republik Indonesia dan KomisiPemberantasan Korupsi ini dapat dijadikan sebagai momentum (kesempatanemas) untuk mendorong reformasi totaldi tubuh Polri dan Kejaksaan serta reposisi dalam tubuh KPK. Diharapkan, TimDelapan akan berhasil merekomendasikan solusi tentang hal ini (reformasi Polridan Kejaksaan dan Reposisi KPK) kepadaKetua Tim 8 Adnan Buyung Nasution didampingi Menko Polhukam saat memberi keterangan pers Presiden. „ BI/MS-CHRBERITA UTAMAfoto-foto: ist
                                
   14   15   16   17   18   19   20   21   22   23   24