Page 22 - Majalah Berita Indonesia Edisi 72
P. 22


                                    22 BERITAINDONESIA, November 2009Aksi dukung-mendukung kepolisian dan KPK di bundaran HI, Jakartalingkaran KPK).Dari Yulianto, uang diserahkan kepadaAde Rahardja, yang kemudian membaginya kepada pimpinan KPK (ChandraHamzah Rp1 miliar, Bibit S Rianto Rp1,5miliar, M.Jasin Rp1 miliar dan BambangRp1 miliar), kepada Tim Penyidik danSopir Rp400 juta dan media massa Rp250juta.Bukti yang ada atas penyerahan uangitu antara lain kartu parkir mobil KPK danAry Muladi di lokasi penyerahan uang diBellagio, Pasar Festival, Kuningan, Jakarta. Juga Ary Muladi dan Ade Rahardjaenam kali bertemu di KPK, serta melakukan percakapan telepon sebanyak 64 kali.Kapolri Jenderal (Pol) Bambang Hendarso Danuri memastikan tidak adarekayasa, atau aliran dana kepada penyidik, terkait dengan pemeriksaan dua pimpinan KPK. “Penyelidikan dan penyidikanatas pimpinan Komisi PemberantasanKorupsi (KPK) Chandra Hamzah danBibit Samad Riyanto sesuai denganprosesur yang diatur dalam Kitab UndangUndang Hukum Acara Pidana (KUHAP),”kata Kapolri pada Rapat Kerja denganKomisi III DPR, Kamis malam (5/11).Untuk kasus ini, jelas Kapolri, telahdidengar keterangan 22 saksi termasuk 3saksi ahli.Aliran dana yang disalurkan melaluimarkus-markus itu, terkait pula dengandugaan buruknya birokrasi penegakanhukum di KPK. Hal ini tergambar darisangkaan kepada Bibit dan Chandra yangdianggap menyalahgunakan wewenangdalam penerbitan dan pencabutan pencegahan bepergian ke luar negeri terhadapAnggoro dan Joko Tjandra.Menurut Kapolri, dalam kasus penyalahgunaan wewenang, penyidik menemukan dua kasus yang aneh dalam penerbitan dan pencabutan cekal atas namaAnggoro dan Joko Tjandra. MenurutKapolri, mekanisme yang berlaku di KPKadalah keputusan bersifat kolektif. Namun dalam penerbitan dan pencabutancekal, hanya dilakukan oleh dua pimpinanKPK. ”Berdasarkan berita acara pemeriksaan, tiga pimpinan KPK yakni AntasariAshar, Harjono dan M Yasin tidak tahuada pencekalan dan pencabutan cekal,’’kata Kapolri.Selain itu, dari hasil penyidikan jugaterungkap bahwa ada hal yang aneh dalamsurat pencabutan cekal. Dalam surat pencabutan disebutkan bahwa cekal dicabutdengan mempertimbangkan hasil penyelidikan, penyidikan dan penuntutan.Padahal proses ini tidak pernah dilalui.Namun, pihak KPK membantah adayang aneh dalam proses penerbitan danpencabutan cegah (bukan cekal) Anggorodan Joko Tjandra tersebut. Hal seperti itufoto: istCitra polisi (Kepolisian Negara Republik Indonesia) kini sedang menukik hingga ke titik nadir.Lembaga pelayanan keamanan dan ketertibanmasyarakat ini sedang menghadapi berbagaicercaan akibat diduga merekayasa kasusperencanaan pembunuhan, pemerasan danpenyalahgunaan wewenang yang melibatkan tigapimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK),sebagai upaya untuk mengkriminalisasi KPK.Kendati Kapolri Jenderal (Pol) BambangHendarso Danuri sudah berulangkali menegaskanbahwa tidak ada rekayasa untuk mengkriminalisasi KPK, namun kepercayaan kepada Polri tidakkunjung pulih. Seolah-olah polisi selalu salah danKPK selalu benar.Ada sebuah anekdot tentang kepercayaankepada polisi, yang menggambarkan berbuat baikdengan tulus pun, polisi selalu dicurigai, tidakdipercaya.Alkisah, di sebuah kota hidup seorang jandaberanak satu. Suaminya telah meninggal semasihSi Anak berusia dua tahun. Namun Si Anak belummemahami betul tentang kematian ayahnya.Sehingga seringkali Si Anak bertanya kepadaibunya: “Di mana ayah, koq lama banget takpernah kembali?”Ibunya selalu menjawab bahwa ayahnya sudahpergi ke sorga, dipanggil oleh Tuhan. “Jadi ayahtidak mengingat kita lagi dan tak mau kembalilagi?” tanya Si Anak.“Bukan! Ayah sangat sayang sama kita danselalu ingat sama kita. Di sana ayah sedangmembangun rumah untuk kita. Nanti kita akandipanggil ke sorga, bertemu lagi dengan ayah,”jelas ibunya.Suatu ketika, saat Si Anak duduk di kelas satuSD, beberapa orang teman sepermainannyamemiliki sepeda. Si Anak yang sangat sedihkarena belum punya sepeda, meminta kepadaibunya supaya dibelikan sepeda. Tetapi ibunyatidak segera memenuhi permintaan Si Anak.Sehingga Si Anak teringat kepada ayahnya.Karena, kata teman-temannya, sepeda itu dibeli olehayah mereka dengan harga satu juta rupiah. Lalu, SiAnak menulis surat kepada ayahnya, berbunyi:Ayah di Sorga.Teman-temanku sudah punya sepeda, dibelioleh ayah mereka. Tinggal aku yang belum. Kalauayah tidak sempat pulang, tolonglah kirimkan uangsatu juta rupiah untuk membeli sepeda.Si Anak pun memasukkan surat itu ke dalamamplop dan mengirimkannya ke kotak pos diKantor Pos dekat kelurahan. Di sampul amplopAnekdotPolisi yang TulusBERITA UTAMA
                                
   16   17   18   19   20   21   22   23   24   25   26