Page 28 - Majalah Berita Indonesia Edisi 74
P. 28
28 BERITAINDONESIA, 10 Agustus 2006 ilustrasi: dendyBERITA KHAS28 BERITAINDONESIA, Februari 2010 foto: daylife.comDua Mata PisauACFTAACFTA membersitkan pesimisme dan optimisme. Bagiproduksi dalam negeri yang sudah didukung berbagaisarana dan prasarana serta kebijakan pemerintah, tentuperdagangan bebas menjadi peluang besar. Namunsebaliknya, jika tidak ada dukungan, perjanjian tersebutbisa menjadi malapetaka.erjanjian perdagangan bebaspada prinsipnya dibuat agarpihak-pihak yang bersepakatlebih mendapat keuntungan.Dengan dihapuskannya semua atau sebagian dari rintangan perdagangan, negaranegara yang bersepakat pun akan mendapatkan keuntungan yang sama. Terkaitdengan Perdagangan Bebas ASEANChina (ASEAN-China Free Trade Agreement/ACFTA), ASEAN maupun Chinamasing-masing diperkirakan akan mendapat keuntungan tambahan US$5 miliardari sebelumnya.Di sisi lain, dengan membuka pasar seluas-luasnya kepada negara lain, akanselalu ada kemungkinan sektor tertentudi dalam negeri yang dikorbankan. Artinya, mungkin ada sektor ekonomi tertentu di dalam negeri yang terancam karena tidak mampu bersaing. Tapi, sepertidisebutkan Guru Besar Emeritus FakultasEkonomi Universitas Indonesia Lepi TTarmidi dalam tulisannya, hal itu jugatidak berarti bahwa sektor tersebut kalahtotal. Karena, hal itu memberikan petunjuk bahwa sektor bersangkutan memanglemah dan perlu pembenahan. Jadi,kerugian itu bisa diminimalisasi denganmeningkatkan efisiensi serta daya saing.Dalam kaitan itu, perlu juga diketahui,bahwa dalam perundingan suatu kawasanperdagangan bebas, tidak berarti bahwasemua sektor barang dan jasa harus dibuka. Asal didukung alasan kuat, sejumlah sektor bisa diminta waktu pembebasan lebih panjang.Dalam hal ACFTA, perjanjian perdagangan bebas antara Indonesia-China mencakup semua sektor, kecuali persetujuanmengenai Early Harvest Program, yakniperdagangan bebas di bidang pertanian.Dalam hal ini, Indonesia mengajukan 14item produk yang dikecualikan dari perdagangan bebas. Klausul itu telah disetujuiChina. Namun, untuk menerapkannya,harus dibuktikan bahwa memang terjadikerugian pada sektor-sektor tertentu itu.Terkait dengan untung rugi di atas, Indonesia memilih ikut bergabung denganACFTA karena memperhitungkan akanmenguntungkan. Apalagi pemberlakuanperdagangan bebas ini sebelumnya sudahdirencanakan sejak tahun 1992. Kemudian dimatangkan lagi pada tahun 1994di Bogor atas inisiatif KTT APEC terkaitliberalisasi perdagangan. Lalu pada tahun2003, melalui pertemuan 10 negaraASEAN yang menghasilkan perjanjianBali Concord II yang menyepakati integrasi pada tiga pilar yakni bidang ekonomi, budaya dan keamanan. Selanjutnya, pemberlakukan ACFTA bahkandisepakati akan dipercepat menjadi tahun2010 dari rencana semula tahun 2015,dengan maksud untuk mencegah terjadinya penyeludupan, antidumping, danperdagangan yang tidak jujur. Sejak tahun2004 hingga awal 2010, telah dihasilkanpula ribuan pos tarif yang termasuk dalamkesepakatan ACFTA.Presiden Susilo Bambang Yudhoyono(25/1/2010) mengatakan, perjanjianperdagangan bebas antara China dannegara-negara yang tergabung dalamASEAN, termasuk Indonesia, bukanancaman, tetapi peluang. Soal hitunghitungannya, Presiden mengatakan, nilaiekspor Indonesia terhadap AS dan Jepangpada tahun 2009 lalu merosot. Sebaliknya, terhadap China pada periode yangsama meningkat. “Nilainya melampaui 30juta dollar AS. Jadi ini (ACFTA) bukanthreat, tapi opportunity,” ujarnya.Senada dengan itu, Menko BidangPerekonomian Hatta Rajasa juga menyatakan, potensi perdagangan Indonesia-China dengan hadirnya penerapanACFTA menunjukkan tren positif. “Ekspor sawit kita yang tadinya nihil, namunpada 2004 nilai ekspor kita itu tercatat 1,7miliar dolar AS dan potensinya terustumbuh dengan nilai perdagangan saat ini34 miliar dolar AS,” ujarnya di Dumai,Riau (23/1/10). Lebih lanjut, Hattamenyatakan, pemerintah Indonesia terusbertekad, melalui ACFTA Indonesia akanmengalami realisasi perdagangan dengansurplus, baik dalam volume atau nilai.Namun, walau sudah melewati waktuyang demikian panjang sejak direncanakan, ternyata setelah kesepakatandirealisasikan mulai 1 Januari 2010 lalu,Indonesia ternyata belum siap seratuspersen. Dari 1.696 pos yang sudah disepakati, ada 228 pos bebas tarif alias 0%yang dinyatakan belum siap. Di antaranyasektor manufaktur, tekstil, besi baja,beberapa hasil pertanian, dan lainnya.Artinya, jika pelaksanaan ACFTA dipaksakan, industri di sektor-sektor tersebutPMainan anak-anak buatan China semakin membanjiri p