Page 23 - Majalah Berita Indonesia Edisi 77
P. 23
BERITAINDONESIA, Juni 2010 23BERITA UTAMAfoto: presidensby.infobanyak pejabat (terlibat). Banyak pejabatyang punya power dan segala macam,”keluh Yunus.Apa yang dikeluhkan Yunus itu semakin menguatkan dugaan bahwa kulturfeodalisme yang masih tertanam dimasyarakat Indonesia telah melemahkanpemberantasan korupsi di Indonesia,bahkan boleh dikatakan telah menyianyiakan kinerja PPATK selama ini.Diduga, temuan PPATK selama initidak ditindaklanjuti aparat penegakhukum karena tersangka atau kelompoknya memiliki kekuatan besar sehingga bisa ‘‘memerintahkan’’ PPATK tidakmembuka dan/atau aparat hukum untuktidak memulai atau melanjutkan penyelidikan. Atau sebaliknya, penegak hukumsendiri tidak mau atau tidak beranimenindaklanjuti karena ada rasa ewuhpakewuh yang berlebihan di dalamdirinya terhadap tersangka.Belajar dari masalah ini, maka kedepan, mengingat koordinasi pengungkapan korupsi telah ada kesepakatanantara KPK, kepolisian, kejaksaan, danPPATK, maka KPK dan penegak hukumlainnya harus terus diawasi serta diberidorongan untuk melawan kultur feodalisme, sehingga mereka tidak merasa takutatau enggan untuk menindaklanjutitemuan PPATK. Dengan demikian, kesantebang pilih dalam pemberantasan korupsi bisa dihindari.Untuk memaksimalkan fungsi PPATK,sekaligus dalam rangka meningkatkanupaya pemberantasan korupsi, hasilanalisis PPATK yang kemudian disajikandalam bentuk laporan itu, hendaknyadijadikan entry point dan ditindaklanjutiuntuk membidik koruptor. Sebab jikalaporan yang sedemikian banyak hanyadidiamkan dan tidak ditindaklanjuti, kehadiran PPATK akan percuma. TIM BIPresiden SBY bersalaman dengan Kepala PPATK Yunus Husein pada peresmian gedungPPATK di Jakarta (27/11/2009).sangkaan tersebut, Pengadilan NegeriJakarta Selatan telah menjatuhkan hukuman penjara pada Antasari dan Antasari sendiri masih naik banding.Setelah Antasari dibereskan, dugaankonspirasi selanjutnya mengincar pejabat-pejabat teras KPK lainnya. WakilKetua KPK Bibit Samad Rianto danChandra M Hamzah pun dituduh terimasuap dan penyalahgunaan wewenang.Namun berkat dukungan publik, keduapimpinan KPK itu tidak mudah dijebloskan ke bui.Selain berusaha menjerat pimpinanKPK yang terkenal vokal dalam kasuspidana, dugaan konspirasi usaha pengerdilan KPK juga sempat dilakukan denganusaha menghembuskan berbagai wacana.Disebutkan, wewenang KPK sudah terlaluluas dan digambarkan sebagai lembagayang mempunyai wewenang tak terbatasyang rentan akan penyalahgunaan kekuasaan. Dalam rangka pembatasan hakitu, hak-hak eksklusif KPK pun sempatdicoba dipreteli. Misalnya, hak KPKmelakukan penyadapan hendak dibatasidengan membuat syarat harus mendapatizin dari pengadilan lebih dulu.Bersihkan Kultur FeodalMelihat dampak korupsi yang begitumerusak kehidupan bangsa, maka disamping penegakan kembali independensi KPK dan menghukum seberatberatnya pelaku korupsi, kiranya perludibersihkan kultur feodalisme yang merupakan pemicu tidak pidana ini. Bahkanmungkin perlu didahulukan.Terkait dengan saran tersebut, KetuaKomisi Yudisial Busro Muqoddas berpendapat, jika kendala dan hambatanpemberantasan korupsi dan reformasiperadilan selama ini terletak pada faktorpatron klien dengan segala implikasinya,maka ke depan diperlukan langkah konstitusional untuk memosisikan lembagapenegak hukum sepenuhnya bersifatindependen dan terlepas dari wewenangpresiden.Sedangkan Thamrin Amal Tomagolamenyarankan, agar pelaku korupsi dihukum berat untuk memberikan efek jera.“Pelaku korupsi ‘dihukum mati’, tapibukan secara fisik namun secara sosial,budaya, dan ekonomi. Pelaku korupsidiberikan penjara khusus, pakaian khusus, dan disuruh kerja bakti untuk membersihkan WC umum di tengah keramaiankota,” ujarnya. Namun, dia mengaku tidaksetuju terhadap pelaksanaan hukumanmati yang sebenarnya. Karena menurutnya, hukuman itu akan menimbulkandendam dan justru memicu tumbuhnyawatak korupsi secara turun temurun.Sementara itu, Jacob Utama menyarankan agar pemerintah jeli dengan menyadari kalau korupsi bukan sekadar usahamemperkaya diri dengan uang negara,tetapi korupsi harus dilihat sebagaipraktik budaya yang harus diberantassampai ke akar-akarnya. Menurutnya,untuk mendapatkan hasil yang maksimal,pendekatan yang harus dilakukan janganhanya dari segi hukum.Karena, kalau hanya jalan itu yangditempuh, maka sebanyak apapun pelakukorupsi yang dipenjara, tentu akan muncul pelaku korupsi baru. Jadi untukmengatasi itu, harus dilakukan pendekatan budaya untuk mencabut tradisibudaya korupsi dari akar budaya bangsa.Menurutnya, langkah tersebut memangtidak mudah dan harus dilakukan secarabertahap. Tetapi bukan suatu yang mustahil untuk dilakukan. TIM BI