Page 16 - Majalah Berita Indonesia Edisi 85
P. 16
16 BERITAINDONESIA, Desember 2012BERITA UTAMAZdiizinkan mereka akan mengibarkanbendera setengah tiang’ sebagaimanadisebut seorang inspektur jenderalpurnawirawan.Perihal rencana revisi UU KPK, Presiden mengatakan sepanjang untuk memperkuat dan tidak untuk memperlemahKPK sebenarnya dimungkinkan. “Tetapisaya pandang kurang tepat untuk dilakukan sekarang ini. Lebih baik kita tingkatkan sinergi dan intensitas semua upayapemberantasan korupsi,” kata Presiden.Pernyataan Presiden ini mendapatsambutan dari berbagai pihak. Prof.Romli Atmasasmita sebagai orang palingberperan dalam membinani lahirnya UUKPK tersebut juga menyadari bahwa UUKPK itu tidaklah tabu untuk direvisi.Namun, sesuai dengan kondisi pemberantasan korupsi hingga saat ini adalah lebihbaik untuk mengoptimalkan penerapanUU KPK itu secara tepat dan optimal.Romli berpendapat kita butuh sebuahlembaga yang memiliki kewenangan luarbiasa untuk memberantas tindak pidanakorupsi yang masih merajalela. ProfRomli-lah yang pertama kali menyebuttindak pidana korupsi itu sebagai extraordinary crime (kejahatan luar biasa)tatkala tengah merumuskan UU KPK itubersama DPR. Dan, memang untuk itulahKPK dilahirkan guna menjalankan tugasmemberantas korupsi yang telah mewabah, di segala rumpun dan level kekuasaan, sementara lembaga penegak hukumyang ada (Polri dan kejaksaan) dipandangtidak mampu menjalankan fungsinya.Sehingga didirikan KPK yang independendan memiliki kewenangan-kewenanganluar biasa pula (superbody, extra-ordinary measures).Prof. Romli memberi catatan, usulanrevisi UU KPK 2002 harus terkait denganperubahan UU Antikorupsi 1999/2001sebagai akibat ratifikasi Konvensi PBBAntikorupsi 2003 dengan UU Nomor 7Tahun 2006. Menurutnya, dalam perspektif masa depan dengan pemberantasankorupsi di Indonesia, perubahan harusbertitik tolak pada perbedaan kondisipraratifikasi dan pascaratifikasi KonvensiPBB Antikorupsi 2003. Pertama, padamasa praratifikasi konvensi, Indonesiamemiliki dua undang-undang yaitu UUAntikorupsi 1999/2001 dan UU KPK(2002). UU Indonesia tersebut beranjakpada adagium bahwa korupsi merupakankejahatan luar biasa (extra-ordinarycrimes) sedangkan Konvensi PBB 2003hanya mengenal korupsi sebagai kejahatan transnasional. Konvensi tidak mengenal kosakata “extra-ordinary crimes” dan“extra-ordinary measures”.Kedua, dalam kedua UU Antikorupsidiatur bahwa penanganan korupsi -karena adalah kejahatan luar biasa -memerlukan cara-cara penanganan yangbersifat luar biasa pula (extra-ordinarymeasures) dan diperbolehkan menyimpang dari prinsip-prinsip rule of law dandue process of law. Sedangkan KonvensiPBB Antikorupsi 2003 tidak memberikanmandat kepada negara peratifikasi untukmenggunakan cara-cara luar biasa tersebut kecuali dibolehkan menggunakanprosedur pembuktian terbalik (reversal ofburden of proof). Cara tersebut hanyadimandatkan bersifat non-mandatoryobligation. UU Antikorupsi Indonesiasejak tahun 1999 telah membolehkanprosedur pembuktian terbalik yang bersifat wajib kepada tersangka/terdakwa.Ketiga, kedua UU Antikorupsi Indonesia mengutamakan pentingnya unsurkerugian negara dalam pembuktiankorupsi. Sedangkan Konvensi PBB Antikorupsi 2003 tidak memandang pentingdan relevan kerugian negara dalam korupsi. Saat itu negara peratifikasi konvensi sepakat untuk menghapuskan unsurkerugian negara sebagai unsur konstitutifdalam tindak pidana korupsi.Keempat, sebagai konsekuensi pengakuan korupsi sebagai kejahatan luar biasadan memerlukan cara-cara luar biasa,kedua UU Antikorupsi Indonesia telah“menghalalkan” langkah penyadapan,pemblokiran, penggeledahan rumah ataupenyitaan tanpa izin pengadilan terhadapsetiap orang yang diduga melakukantindak pidana korupsi. Sedangkan Konvensi PBB Antikorupsi 2003 secara tegasmelarang tindakan-tindakan yangmelanggar prinsip due process of law;non-self incriminating evidence dan presumption of innocence serta hak-hakdasar yang diatur dalam konstitusi negarapihak.Kelima, Konvensi PBB 2003 telahmenugaskan negara peratifikasi untukmemasukan strategi pencegahan danpengembalian aset korupsi ke dalamperundang-undangan nasional di samping strategi kriminalisasi dan pemberantasannya. Kedua UU Indonesia tersebuttidak secara khusus mengatur strategipencegahan dan pengembalian asetkorupsi.Perihal penting adanya pengawasanatas kewenangan-kewenangan luar biasayang dimiliki KPK tersebut, Prof. Romlimenyadari hal itu memang sangat penting, terutama untuk mencegah jangansampai terjadi pelanggaran hak asasimanusia. Maka, Romli sependapat perluadanya pengawasan terhadap KPK.Apakah pengawasan itu perlu dibentuksecara formal dalam sebuah lembaga ataudewan pengawas? Romli menyebut hal itumemang perlu tetapi harus lebih dulumelalui kajian akademis yang mendalam.Namun, menurut Prof. Romli tanpaadanya semacam Dewan Pengawas KPKformal pun, bukan berarti KPK bisabertindak seenaknya. Sebab dalam alamdemokrasi saat ini, publik, civil society,akademisi, aktivis dan berbagai elemenmasyarakat bisa langsung mengawasinya.Maka, dia pun mengajak semua elemenbangsa untuk tidak hanya larut memberidukungan kepada KPK, tetapi juga harusmengawasinya.Prof. Romli mengingatkan, sebaik apapun penyusunan UU, sepanjang dilakukan manusia, tetap saja hilang kesempurnaan dan nilai kemanusiaannya ketikadijalankan dalam praktik. Dia melihathukum dalam realitas hanya ada dalamgenggaman kekuasaan manusia sehinggakarakter hukum bisa berubah-ubah,bergantung pada karakter manusia yangmenggenggam dan menjalankannya.Menurutnya, kegagalan kita selama 60-antahun merdeka dalam pembangunanhukum dan penegakan hukum adalahkarena sering dilupakannya karakter danmoral para pemegang amanah penegakanhukum.Jadi, menurutnya, sebaik apa pun UUKPK, penerapannya sangat ditentukanpara aparatnya, baik penyidik maupunpimpinannya (The man behind the gun).Karena itulah pada saat penyusunan UUKPK, kata Romli, timbul istilah ’setengahmalaikat’ untuk menggambarkan siapa(syarat) yang layak menjadi pimpinanKPK. Dalam kaitan inilah Romli mengajak elemen masyarakat untuk mengawasidan mengkritisi KPK. Sementara, parapimpinan KPK juga diharapkannya untukberbesar hati menerima pengawasan dankritik dari pihak mana pun. Sehinggabangsa ini bisa menemukan cita danidealisme penegakan hukum yang berkeadilan dalam kenyataan oleh KPK danpenegak hukum lainnya. tslRay Rangkuti