Page 19 - Majalah Berita Indonesia Edisi 85
P. 19


                                    BERITAINDONESIA, Desember 2012 19YBERITA UTAMAterjadi perbedaan sengit soal fungsitersebut karena aspirasi rakyat ketika itutidak ada kepercayaan terhadap Polri dankejaksaan untuk menangani korupsi.Draft awal ini dalam diskusi denganDPR mendapatkan reaksi keras terutamadari Kejaksaan dan Kepolisian. Bahkanwakil kejaksaan dan kepolisian selalumempersoalkan kegunaan keberadaanlembaga baru (KPK) dalam sistem peradilan pidana (SPP) dengan merujuk kepadaKUHAP (UU nomor 8 Tahun 1981) yanghanya mengakui Polri dan Jaksa. Merekaberpandangan bahwa pembentukan KPKbertentangan dengan KUHAP.Romli yang mewakili pemerintah dalampembahasan di DPR tersebut berdalih,perintah pembentukan KPK dengan UUtelah menjadi ketentuan UU nomor 31Tahun 1999 khusus Pasal 43. Jika tidakdilaksanakan oleh pemerintah makapemerintah telah melanggar UU alias adaalasan dilakukan “impeachment” terhadap presiden.Akibat kuatnya lobi-lobi pihak Kepolisian dan Kejaksaan dalam pembahasan diDPR, maka draft tersebut hampir menemui jalan buntu. Sampai akhirnya Romlimenemukan solusi dari kebuntuan tersebut dengan mengaitkannya pada prinsipkomplementaritas dalam Statuta ICC(1998) dalam hal pelanggaran HAM berat.Prinsip ini menegaskan bahwa kompetensi ICC dalam hal terjadi pelanggaranHAM berat di suatu negara adalah sebagaisarana yang bersifat “ultimum remedium.” Artinya, jika negara yang bersangkutan tidak mau dan tidak mampu melaksanakan peradilan atas pelanggaran HAMberat tersebut, maka ICC akan mengambil-alih persidangan perkara tersebut.Berangkat dari prinsip komplementaritas itu, maka Romli memasukkanketentuan KPK wajib koordinasi danmelakukan supervisi (dalam Pasal 6 hurufa dan b), namun jika Polri dan kejaksaantidak mau atau tidak mampu melaksanakan tugas dan wewenangnya karenasesuatu hal maka KPK akan mengambilalih (take over) perkara tersebut.Dengan konsep rumusan baru yangdidasarkan pada prinsip komplementaritas itu, maka terjadilah kompromi dankesepakatan untuk melanjutkan pembahasan. Diterimanya konsep baru fungsi,tugas dan wewenang KPK dalam hubungan dengan Polri dan kejaksaan merupakan langkah strategis “mundur selangkahuntuk maju dua langkah”. Hal mana,dengan diterimanya rumusan baru itumaka tujuan awal “memonopoli” penyelidikan, penyidikan dan penuntuan,sesungguhnya telah tercapai. Sebabprinsip komplementaritas itu dibarengidengan memberi perkuatan wewenangluar biasa (extra-ordinary measures)kepada KPK. Apalagi, kendati instansiKepolisian dan Kejaksaan masih dapatmelakukan penyelidikan, penyidikan danpenuntutan tindak pidana korupsi, akantetapi jika kedua institusi itu tidak maudan tidak mampu, maka KPK memilikikewajiban untuk mengambil-alih.Kemudian, berlanjut perdebatan alotdalam penyusunan UU KPK sekitarhubungan KPK dengan Polri dan Kejaksaan dalam pemberantasan korupsi.Bagaimana agar ada koordinasi dansinkronisasi tugas dan wewenang sehingga dicegah tumpang tindih.Sehingga muncullah pada Pasal 6, perihal tugas KPK: a. koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi; b. supervisi terhadap instansi yang berwenangmelakukan pemberantasan tindak pidanakorupsi; c. melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadaptindak pidana korupsi; d. melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi; dan e. melakukan monitorterhadap penyelenggaraan pemerintahannegara.Lalu dengan fungsi supervisi (b) itu,setiap langkah Polisi dan Kejaksaan dalam menangani perkara korupsi, diwajibkan memberitahukan kepada KPK, dansebaliknya KPK diwajibkan mengawasilangkah-langkah itu. Jadi ada dua hal,dalam rangka pengawasan, yakni: 1) KPKbisa menilai apakah yang dilakukanKepolisian dan Kejaksaan itu berjalanatau tidak, efektif atau tidak; 2) sebaliknyaKepolisian dan Kejaksaan harus jujur danberterus-terang bahwa yang dia sedangtangani tidak bisa dilanjutkan karena berbagai hal, intervensi dan sebagainya. Dalam hal itulah KPK dapat melakukanpengambilalihan sehingga muncullah Pasal8, dan Pasal 9, alasan-alasan pengambilalihan begitu banyak, disusun sedemikianrupa dan disetujui waktu itu oleh DPR.Bahkan Pasal 50 sudah menegaskanbagaimana koordinasi antara ketigainstitusi ini dalam menangani pemberantasan korupsi. Di situ sudah disepakatijika Polisi memulai penyidikan atauKejaksaan mereka wajib memberitahukepada KPK. Tetapi jika KPK memulai,mereka harus berhenti melakukan penyidikan, tidak boleh dilakukan.Tetapi sejak KPK jilid satu, satusatunya fungsi yang sangat lemah dalampemberantasan korupsi dalam hubunganantara KPK, Kepolisian dan Kejaksaanadalah fungsi koordinasi dan supervisi.Bahkan berulangkali terjadi kekisruhan.„ crsKisah Fungsi Koordinasi KPKBERITAINDONESIA, November 2012 19YBERITA UTAMAProf. Dr. Romli Atmasasmita bersama tim persiapan pembentukan KPK studi banding ke LN
                                
   13   14   15   16   17   18   19   20   21   22   23